❄CHAPTER 6❄

79 4 0
                                    

Happy reading, guys!

❄❄❄

SANDRA

Sandra turun dari bis duluan, sementara itu Kelly berada di belakangnya dengan mata yang ingin tertutup. Ia sangatlah mengantuk.

"Hati-hati, Kel. Buka mata lo lebar-lebar, jatuh baru tau rasa lo," ucap Sandra. Ia membantu Kelly turun agar dia tidak jatuh.

"Iya, San," sahut Kelly.

Bis pun kembali melaju saat kedua kaki Kelly menyentuh tanah dengan sempurna.

"Masih jauh, San?" tanya Kelly.

Sandra mengernyit. "Apanya yang masih jauh?" tanya Sandra tidak mengerti.

"Rumah lo," jawab Kelly.

"Nggak 'kok. Masa lo lupa rumah gue di mana 'sih," sahut Sandra kesal.

"Gue nggak lupa, San. Gue cuma ngantuk doang dan pengin buru-buru nemplok di kasur lo yang empuk."

"Lo molor mulu kerjaannya."

"Biarin."

Kurang satu rumah lagi, Sandra sampai di rumahnya. Ia mempercepat langkahnya karena saat ini perutnya sangat lah lapar. Dan lagi, Kelly juga ngantuk. Ia tidak mau jika tiba-tiba Kelly ambruk di tengah jalan gara-gara nggak bisa nahan rasa kantuknya. Bisa-bisa, ia dituduh telah melakukan pembunuhan jika hal itu sampai terjadi.

"Kurang satu rumah lagi, dan kita sampai rumah," kata Sandra memberitahu. Kelly hanya mengangguk menanggapinya.

Saat melewati sebuah rumah dengan teras yang sangat luas- dan digunakan untuk warkop alias warung kopi, langkah Sandra terhenti. Ia mengedarkan pandangannya pada warkop itu. Dan matanya tertumbuk pada satu laki-laki yang tengah duduk bersila dengan rokok yang terselip di kedua jari kanannya. Bersama dengan beberapa laki-laki yang juga memegang rokok di tangannya. Juga dengan beberapa gelas kopi hitam yang ada di atas meja di depan mereka.

Sandra mendengus kesal dan menyuruh Kelly untuk duluan ke rumah. Kelly hanya mengangguk dan meninggalkan Sandra yang masih saja diam di tempatnya.

Dengan kesal, Sandra melangkahkan kakinya masuk ke warkop tersebut.

"Bang Aldan!" pekik Sandra.

Suasana warkop yang semula ramai akan suara orang-orang ngobrol di sana seketika berubah menjadi hening. Semua tatapan serta perhatian kini tertuju pada seorang gadis yang tengah berkacak pinggang di depan seorang lelaki yang tadi dipanggilnya.

"Eh, Sandra, kenapa di sini?" tanya Aldan dengan wajah polosnya. "Pulang sana."

Wajah Sandra memerah karena menahan emosi. "Abang juga pulang," sahutnya dengan nada dingin.

Sandra menyeret Aldan dengan paksa. Ia tak peduli kalau abangnya itu tengah tergopoh-gopoh memakai sandalnya.

"Loh, San, Abang belum abisin kopinya. Belum bayar juga," kata Aldan panik.

"Budhe! Bang Aldan kopinya ngutang, ya! Besok saya bayar!" teriak Sandra. "Udah, Bang."

"Tapi, San-"

"Pulang, Bang!"

Aldan hanya bisa pasrah. Jika adikanya sudah begini, omongannya pun tidak akan didengar.

SANDRA (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang