❄CHAPTER 28❄

16 2 0
                                    

Happy reading, guys!

❄❄❄

Masalahnya dengan Via sudah selesai. Aldo tak menyangka jika ia bisa dengan mudahnya memaafkan Via walau masih ada yang mengganjal di hatinya. Melalui cerita Via pun, ia baru tahu kalau sebenarnya yang membuat Via bersikap seperti itu adalah Acha, cewek yang pernah menyukainya dulu. Tapi, ia menolaknya dengan halus saat Acha mengungkapkan perasaannya. Karena memang ia tidak punya perasaan apa-apa padanya. Yang ia sukai saat itu adalah Via yang merupakan sahabat dekat Acha. Setelah mendengar cerita Via, barulah ia bisa menyambungkan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Masih ada empat masalah lagi yang belum terselesaikan. Pertama, masalahnya dengan Papanya yang entah ia mau untuk menyelesaikannya atau tidak. Kedua, masalah Kelly yang hilang atau kabur entah kemana ia juga tidak tahu. Ketiga, masalahnya dengan Vero yang ia sendiri masih rancu penyebabnya apa. Dan keempat alias terakhir, masalah hatinya dengan Sandra.

Entah bagaimana keempat masalah itu bisa terselesaikan. Apalagi, beberapa minggu ke depan ia akan menghadapi ujian akhir semester. Tentu hal ini akan berdampak pada aktivitas belajarnya nanti. Ia tidak akan bisa berkonsentrasi dan akan selalu memikirkan masalah-masalah ini.

Sudah cukup pula baginya untuk bersenang-senang dan tidak peduli dengan pelajaran. Karena kurang satu semester ia akan naik ke kelas dua belas, di mana hari-harinya pasti penuh dengan belajar dan ujian, entah itu hanya latian atau yang benar-benar ujian.

Mungkin, pulang sekolah nanti ia akan bicara empat mata dengan Vero. Kalau bisa, saat itu juga masalah mereka selesai agar Aldo bisa memenuhi amanah dari Tino.

"Tumben di sini."

Bisikan pelan tepat di telinga kanannya itu membuat Aldo berjengit kaget. Untungnya, ia bisa menahan suaranya agar tidak teriak dan mengganggu yang lain.

"Astaga! Lo ngagetin gue tau nggak!" omel Aldo. Ia kembali duduk di kursinya sambil mengelus dadanya yang masih berdegup kencang.

"Lagian, lo juga ngapain di sini. Biasanya juga di kantin."

"Gue udah mau tobat 'nih, jangan dihasut lah. By the way, kalian ceritanya udah baikan 'nih?"

Yang disebut 'kalian' oleh Aldo adalah Sandra dan Via. Mereka berdua duduk di depan Aldo dengan buku di tangan masing-masing.

"Siapa juga yang musuhan," ucap Sandra.

"Yang cuma ngganggep gue musuh 'kan cuma lo, Al," sahut Via.

Tatapan Aldo seketika berubah menjadi datar. "Udah 'deh, nggak usah dibahas. Ntar gue nggak jadi maafin lo 'nih," ancamnya.

"Nggak ikhlas 'nih ceritanya maafin gue? Nggak usah juga nggak pa-pa, toh lo juga udah biasa aja sama gue sekarang. Iya 'kan?"

"Eh, gue mau nanya dong."

"Apaan."

"Kalian berdua emang pernah pacaran beneran, ya?"

Jika bukan karena rasa kepo yang membuatnya tidak konsen dengan pelajaran selama beberapa hari ini, Sabdra tidak akan melontarkan pertanyaan seperti itu. Sungguh memalukan bagi seorang Sandra untuk menanyakan hal yang sesungguhnya tidak penting. Tapi, apa mau dikata, sudah terucap juga. Ia pun juga tak mengerti, mengapa rasa kepo akan hubungan Via dan Aldo di masa lalu itu ada.

Dari ekspresi berbeda yang ditunjukkan Via dan Aldo, Sandra bisa menebak jika mereka berdua pasti ingin menertawakannya. Dan sekali lagi, demi rasa keponya agar terobati, ia rela menahan rasa dongkolnya.

"Kenapa emangnya, San? Lo cemburu?" tanya Aldo dengan nada yang sungguh menyebalkan.

Tak mau ketinggalan, Via pun ikut menggoda Sandra. "Bilang dong, San, kalo cemburu. Biar gue bisa ngontrol sikap gue sama Aldo."

"Udah 'deh, jawab pertanyaan gue aja. Nggak usah ngelantur kemana-mana," ucap Sandra.

"Oke, biar gue yang jawab," sahut Via. "Kita emang pernah pacaran dulu. Nggak lama 'kok, cuma enam bulan trus putus karena gue selingkuh."

Mata Sandra seketika membelalak begitu mendengar kata 'selingkuh' yang dengan entengnya keluar dari bibir Via.

"Selingkuh?" ulang Sandra. Ia takut salah dengar. Karena menurutnya, dibalik seorang Via yang pernah berlaku tidak enak padanya dulu, ia tahu jika Via memang baik dan sebenarnya masih polos. Hanya saja, waktu itu moodnya sedang tidak baik sehingga membuatnya kesal dengan Via yang di hari pertama sudah memberikan kesan tidak baik bagi Sandra.

Sedangkan Via hanya tersenyum kecil. "Kenapa? Nggak percaya, ya? Emang wajah gue ini cocok jadi orang baik, nggak pantes jadi tukang selingkuh," ujarnya bergurau.

"Wajah emang nggak cocok, tapi pengalaman lo membuktikan kalau lo emang tukang selingkuh," sahut Aldo, yang tentu saja bergurau untuk membalas ucaoan Via.

"Baru juga sekali, belum berkali-kali."

"Sama aja, namanya apa kalo nggak tukanh selingkuh? Ya, 'kan, San?"

Sebagai sesama perempuan, tentu Sandra tidak terlalu setuju akan ucapan Aldo. Walau konteksnya bercanda, bisa saja Via tersinggung han hubungan keduanya pasyi kembali renggang.

"Jangan ngomong gitu 'dong. Ucapan adalah doa. Emang lo ngedoain Via biar jadi tukang selingkuh gitu?"

Aldo menggaruk kepala belakangnya sambil meringis. Sepertinya, gurauannya tadi terlalu berbahaya untuk ia ucapkan dengan dua perempuan yang sudah pastu lebih memakai perasaan, bukan logika.

"Nggak gitu juga kali, San, gue akn cuma bercanda."

"Bercanda juga harus tahu aturan dan kondisi."

Aldo menghembuskan napas kasarnya. "Iya-iya, maaf 'deh. Gue bakal lebih hati-hati kalo ngomong."

"Nah, gitu dong."

Sandra kemudian beranjak. "Ya udah, yuk ke kantin. Keburu bel masuk bunyi," ajaknya.

Via mengangguk dan mengikuti Sandra.

"Lo ngajak gue juga, San?" tanya Aldo dengan wajah polosnya.

Sandra berhenti dan menoleh. "Tempat lo 'tuh di kantin, bukan di sini. Udah ayok," jawab Sandra gemas.

Aldo meringis. Memangnya salah, ya, kalau dia ingin di tempat yang sepi. Padahal 'kan, satu-satunya tempat sepi di sini cuma perpustakaan.

❄❄❄

SANDRA (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang