❄CHAPTER 11.2❄

43 3 0
                                    

Happy reading, guys!

❄❄❄

Suasana jalan yang biasanya sepi dan gelap itu pun kini berubah menjadi ramai dan sedikit bercahaya. Terdengar deruan motor dari segala arah.

Aldo menepikan motornya. Ia bingung. Di mana Tino? Apakah ia sudah balapan duluan? Ah, ini semua gara-gara cewek sialan itu. Kalau saja dia tidak menarik tubuhnya dan meminta maaf, pasti sekarang ia sudah ikut balapan ini.

Aldo mengacak rambutnya frustasi. Ia merogoh saku celananya guna mencari sebuah benda persegi panjang di sana. Namun, benda yang dicarinya itu tak kunjung ia temukan.

"Astaga! Hape gue tadi 'kan gue taruh di ka-aw!"

Aldo memegang tangan kanannya yang terbalut perban. Kemudian meniupinya sebentar.

"Heh! Lo dari mana aja 'sih?! Kita tungguin sampe setengah jam juga!" seru seseorang dari belakang sambil menepuk punggung Aldo.

"Iya, gue kira lo nggak jadi ikut," sahut seseorang di sebelahnya. Aldo menoleh ke samping kanan juga kiri secara bergantian. Dan saat matanya menatap lurus ke depan, ada dua cowok yang sedang berjalan menuju ke arahnya.

"Jadi, kalian udah balapan dong?" tanya Aldo.

"Yo'i, abisan lo lama 'sih," jawab Sofyan.

"Yaaahh..." ucap Aldo lesu. Padahal, sudah lama ia ingin kembali memacu motornya di arena balapan. Dan saat kesempatan itu sudah ia dapatkan, ia malah merusaknya.

Rendi menepuk bahunya dua kali. "Tenang. Kita balapan di sini seminggu dua kali 'kok. Malam Minggu besok kita balapan lagi. Kalo lo mau ikut, jangan telat datengnya. Gimana?"

"Oke. Gue nggak bakal telat."

"Eh, tangan lo kenapa?" tanya Tino.

"Oh, gue abis nonjok dinding pos satpam," jawab Aldo santai.

"Kurang kerjaan banget lo nonjok dinding," ucap Rendi.

"Biasa. Lagi emosi gue. Oh ya, terus sekarang mau ngapain 'nih? Pulang?"

"Jangan dong. Gimana kalo ke rumah gue aja?" usul Sofyan.

Vero-yang dari tadi hanya diam saja dengan wajah datarnya- mengangguk setuju. Lalu, ia berlalu untuk mengambil motornya.

"Yok ah!" sahut yang lain.

❄❄❄

Aldo kembali melihat pantulan tubuhnya di cermin. Baju yang sengaja ia keluarkan, dasi yang tak ia pakai, lengan bajunya yang semula lanjang kini ia lipat sampai siku, serta sepatu kets dengan warna putih. Tak lupa dengan topi yang ia pakai secara terbalik.

Ah, ia rindu dengan stylenya yang ini. Dan akhirnya, sekarang ia bisa memakai kembali stylenya.

Ceklek

Aldo membuka pintunya. Dan pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah budhenya dengan mulut menganga serta mata yang membulat.

"Eh, Budhe," sapanya sambil menunjukkan cengirannya.

Sementara Budhe-masih dengan wajah terkejutnya- menaruh punggung tangannya di kening Aldo. Tidak panas.

"Ini Aldo 'kan?" tanya Budhe. Matanya mengamati Aldo dari atas sampai bawah, kemudian menggeleng tak percaya. "Kamu nggak kerasukan 'kan?"

"Iya lah, Budhe, siapa lagi? Masa tetangga sebelah?"

"Tapi 'kok..."

"Ya udah Budhe, Aldo sarapan dulu ya, Budhe udah masak 'kan?" tanya Aldo seraya pergi meninggalkan budhenya yang masih mematung di tempatnya.

Di meja makan, sudah tersedia nasi beserta lauknya yang sederhan. Aldo memandanginya sebentar sebelum ia duduk dan memulai aksi sarapannya.

Jika ia masih berada di rumah orang tuanya dulu, pasti ia hanya akan makan roti isi selai, dan itu pun hanya sepotong. Tapi sekarang tidak lagi. Ia bersyukur telah memutuskan untuk keluar dari rumah itu dan tinggal di rumah budhenya.

"Aldo, kamu nggak berangkat? Ini udah jam setengah delapan loh," tanya Budhe cemas sambil sesekali melirik jam yang terpajang rapi di dinding.

"Bentar, Budhe, aku 'kan masih sarapan," jawab Aldo santai sambil tetap mengunyah makanannya. Ia tidak peduli sekarang sudah jam setengah delapan atau jam sembilan sekalipun.

"Tapi kamu udah te-"

Drrrtt drrrt

Aldo menggeser warna hijau di layar ponselnya. "Halo?"

"Eh, lo di mana 'sih?! Gue udah setengah jam nungguin lo 'nih?!"

Aldo meringis sambil sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya. "Woles 'sih, masih pagi juga. Kalo udah sore gitu baru lo boleh bilang gitu. Emang sekarang lo di mana?"

"Gue sama yang lain udah di pos ronda belakang sekolah. Bentar lagi kita mau cabut, jadi lo langsung aja. Nggak usah ke pos, takutnya nanti lo malah ketangkep sama guru yang biasanya muterin sekolah cuma buat nyari murid yang bolos."

Aldo manggut-manggut paham mendengar ucapan seseorang dari seberang sana. "Oke," sahutnya.

Setelah menghabiskan sarapannya-dan perutnya sudah terisi penuh, ia pun pamit pada Budhe.

"Budhe, aku berangkat dulu ya."

"Iya, ta-"

"Aku pake motor ninja yang kemarin, Budhe."

Setelah meminum air putih, Aldo langsung melesat keluar dan pergi meninggalkan rumah budhenya.

Dengan kecepatan tinggi, ia pergi membelah jalanan pagi ini dengan amat sangat semangat. Pasalnya, hari ini ia akan bolos sekolah dan rencananya ia bersama Tino and the genk akan nonton bioskop. Kebetulan, ada film horor dan action yang sangat sayang jika ditinggalkan. Maka dari itu, mereka lebih memilih untuk nonton bioskop daripada mendengarkan ocehan guru-dan sisanya tertidur.

***

Haiiii...!!! Double update for today! Yay!

Ini chapter 11.2 adalah lanjutan dari chapter 11 ya... Kenapa aku bikin chapter 11.2? Karena di chapter 11 ceritanya masih berlanjut, klo aku lanjutin di sana nanti kebanyakan dan kalian bakal bosen bacanya.

So, aku bikin chapter ini. Semoga suka ya...

Oh ya, kalau misalkan kalian nemu penulisan atau nama yang salah, bisa comment ya, biar nanti aku betulin. Thank you...

SANDRA (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang