❄CHAPTER 16❄

55 2 1
                                    

Happy reading, guys!

❄❄❄

SANDRA

Bohong bila Sandra mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa.

Bohong bahwa Sandra tidak menangis saat Aldan berada di kamarnya dan memeluknya.

Bohong bahwa ia merasa tidak apa-apa jika Tino memutuskannya.

Nyatanya, setelah Aldan keluar dan mengunci pintu kamarnya, ia kembali menangis. Menangis hingga pagi, dan sialnya ia juga tak bisa tidur malam itu. Jadilah ia sekarang dengan kantung mata yang hitamnya sudah melebihi panda juga sembab.

Setelah berkali-kali mencuci mukanya di kamar mandi saat mandi serta mengeringkannya, Sandra memakai bedaknya dengan sedikit tebal pada bagian di bawah matanya untuk menutupi kantung matanya.

Setelah menyandang tasnya di punggung serta mengikat tali sepatunya, Sandra keluar dari kamarnya dan menuju meja makan yang terletak bersebelahan dengan dapur untuk sarapan.

Hari ini, ia meminta Aldan untuk mengantarkannya. Karena ia malas untuk menunggu bis datang, juga Kelly yang biasanya datang pagi-pagi sekali untuk numpang sarapan serta berangkat bersama kali ini tidak datang. Entah ke mana gadis itu. Sandra sungguh merindukannya.

Juga Tino yang akhir-akhir ini- sebelum memutuskan Sandra-yang datang untuk menjemputnya dan mengajaknya ke danau sebelum mereka benar-benar berada di sekolah.

Ah, andai waktu bisa diputar kembali. Pasti ia akan berlama-lama dengan Tino, menghabiskan seluruh waktu luangnya dengan cowok itu, dan membuat kenangan-kenangan manis bersamanya.

"Sandra? Kamu kenapa? Kok tumben pagi-pagi udah ngelamun aja." Sebuah suara lembut menyadarkan Sandra. Ia hanya menggeleng sebagai jawaban dan mulai memakan sarapannya yang sebelumnya sudah disiapkan oleh ibunya.

"Iya, tumben kamu ngelamun. Ada masalah?" Herman pun ikut bertanya sembari membuka lembaran koran yang dibacanya.

Sandra lagi-lagi menggeleng sebagai jawaban dan tersenyum tipis.

"Oh iya, pacar kamu yang namanya Tino itu ke mana? Tumben dia nggak jemput kamu," tanya Lina.

Raut wajah Sandra berubah menjadi murung seketika. Ia menunduk untuk mengambil napas kemudian menghembuskannya secara perlahan.

"Kita udah putus, Bu," jawab Sandra sambil tersenyum tipis--walaupun hatinya masih saja berdenyut sakit saat ia mengatakannya.

Lina yang memang tidak tau pun tercengang dan berdiri untuk menghampiri Sandra. Lina duduk di kursi kosong dekat Sandra dan mengelus pelan rambut serta bahu anaknya itu.

Sementara Herman yang sudah tau-karena cerita dari Aldan--hanya mengedikkan bahunya dan melanjutkan aktivitas membacanya.

"Maaf, Ibu nggak tau soal itu," ucap Lina menyesal.

Sandra mengangguk dan tersenyum pada ibunya. Lina membalas senyuman itu dan kembali ke kursinya, yaitu di samping suaminya alias Herman.

Lina menyenggol lengan suaminya dengan sengaja.

Herman menoleh dan menaikkan sebelah alisnya. "Apa?" tanyanya.

"Kenapa nggak bilang kalo Sandra udah putus?"

"Aku aja baru tau Aldan tadi pagi, jadi ya nggak sempet ngasih tau kamu lah."

SANDRA (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang