❄CHAPTER 35❄

27 2 0
                                    

Happy reading, guys!

❄❄❄

"Lo yakin mau dateng, San?" tanya Aldo sekali lagi.

"Iya, Al, astaga! Lo udah nanya lima kali loh!" jawab Sandra dengan nada kesal. Seperti yang ia katakan, Aldo sudah menanyakan tentang keyakinan Sandra untuk datang ke resepsi pernikahan Tino dan Kelly sebanyak lima kali! Padahal, Sandra biasa saja. Malah Aldo yang kelihatan panik sendiri sejak Sandra menceritakan hal ini tempo hari.

"Tapi lo nggak pa-pa 'kan? Gue ikut, ya?" tanya Aldo lagi.

"Nggak pa-pa, Aldo. Masa pernikahan sahabat sama mantan gue sendiri nggak dateng 'sih. Kalo lo mau ikut juga nggak pa-pa. Lumayan gue nanti bisa nebeng sama lo," jawab Sandra sambil nyengir.

Aldo menyentil dahi Sandra. "Lo mah selalu nebeng dari SMA," ujarnya.

Mata Sandra seketika melotot. "Heh! Lo yang ngajakin gue bareng, ya, bukan gue yang minta!" serunya tidak terima.

"Iya, iya, gue yang ngajak bareng," ucap Aldo sambil terkekeh pelan.

"Tapi, Al, emang lo nggak diundang sama Tino?" tanya Sandra heran.

"Kayaknya 'sih nggak. Sampe sekarang gue belum nerima undangannya. Nggak tau lagi kalau nanti. Atau mungkin besok?"

Sandra menggeplak kepala Aldo. "Besok itu acaranya!" ucapnya kesal.

Aldo bohong. Malahan, ia orang pertama yang menerima kabar itu sebelum ketiga sahabatnya yang lain dan Sandra.

"Oh, besok acaranya. Jam berapa emang?" tanya Aldo dengan wajah innocent yang dibuat-buat.

Sandra melempar undangan yang berada di dalam tasnya. "Noh. Baca sendiri."

Aldo mengambil undangan yang dilempar Sandra. Masih terbungkus rapi dengan plastik yang juga masih menempel.

Dari bagian depan, terpampang dengan jelas foto pre wedding mereka. Aldo tersenyum tanpa arti. Ia sudah seperti menonton drama saja jika harus berhadapan dengan realita seperti ini.

Tanpa melihat tanggalnya, Aldo mengembalikan undangan itu pada Sandra. Bisa ia lihat sekilas kalau gadis itu mengusap pipinya. Dan Aldo menyimpulkan kalau Sandra baru saja menangis walau hanya setetes air mata yang dikeluarkan.

Aldo tersenyum sendu melihatnya. Andai ia yang lebih dulu bertemu dengan Sandra, sudah pasti ia akan melakukan berbagai cara agar gadis itu selalu tersenyum. Andai ia yang menjadi pacar Sandra, sudah pasti air mata itu tidak akan keluar dari kedua mata Sandra. Andai Aldo bisa menghapuskan bayang-bayang Tino dari pikiran Sandra, sudah pasti mereka akan bahagia.

Berbagai andai yang lainnya pun muncul secara bergantian, membuat emosinya sedikit tersulut. Namun, ia bisa redam emosinya itu hanya dengan melihat wajah Sandra yang tengah tersenyum ke arahnya. Seperti saat ini.

"Lo kenapa dah senyum-senyum gitu," ujar Sandra.

Hal itu membuat Aldo tersentak. Ah, ternyata ia melamun tadi. Pasti, saat ia melihat Sandra tersenyum ke arahnya tadi itu hanyalah khayalannya saja. Duh, Aldo sudah mulai berhalusinasi.

"Emang gue senyum-senyum tadi?" tanya Aldo sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iyalah, lo pikir gue bohong."

"Bisa aja kan."

"Gue nggak pernah bohong, ya, enak aja nuduh gue bohong."

Sesaat, Aldo terdiam. Namun setelahnya, ia tersenyum dan berkata, "Iya, kalo bohong kan hidungnya pasti panjang. Lah lo, kan nggak pernah bohong, makanya hidung lo dari dulu segitu-gitu aja, ya, San?" Aldo tertawa saat melihat wajah kesal Sandra.

"Lo ngejek hidung gue, iya?! Heh, jangan lupain alis lo tuh sebagian hilang kemana. Cowok kok alisnya tipis gitu," cibir Sandra.

Aldo yang mendengarnya langsung meraba kedua alisnya kemudian menampilkan wajah cemberutnya. "Gue dikasihnya emang cuma segini, mau protes juga nggak bisa. Ah, lo selalu ngejek alis gue, padahal gue cuma sekali loh bahas hidung mungil lo itu."

Sandra tertawa geli. Sambil menyeruput lemon tea miliknya, ia terus menatap Aldo dengan kedua alis yang sengaja ia naik-turunkan-bermaksud untuk mengejek alis tipis milik Aldo. Kemudian dibalas oleh Aldo dengan memencet hidungnya sendiri agar terlihat lebih mancung. Mereka kemudian tertawa bersama. Seolah mengabaikan keadaan di sekitar mereka.

Ah, ingin rasanya Aldo menghentikan waktu untuk saat ini saja. Agar ia bisa lebih lama melihat senyum dan tawa lepas dari seorang Sandra. Sebelum gadis itu kembali sedih karena melihat dua orang yang ia sayang akan menikah besok.

❄❄❄

Banyak yang mengucap hamdalah saat semua orang kompak berkata 'sah' dengan lantang. Begitu pula dengan Sandra, walau hatinya terasa perih, namun ia mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Lagipula, acara akad ini sudah selesai dan mereka sudah dinyatakan sah sebagai suami istri.

Jadi, tidak ada yang bisa dilakukan Sandra jikalau tiba-tiba niat jahat menghinggapi otaknya.

"San, lo nggak pa-pa kan?"

Sandra tersentak dari lamunanya. "Eh, i—iya, Al, gue nggak pa-pa kok. Santai aja, nggak bakal kesambet gue. Hahaha..."

Aldo hanya tersenyum saat Sandra tertawa. Ia tahu, tawa itu hanyalah tawa palsu. Bukan tulus dari hati.

Ia kemudian mengajak Sandra untuk keluar sebentar. Menghirup udara segar untuk menghilangkan sesak di dada.

Setelah kejadian di mana ia memukul Tino, ia tidak lagi bertemu dengannya. Selain untuk menstabilkan emosinya, ia juga tidak ingin memiliki niat jahat jika bertemu dengan Tino.

Jadi, lebih baik mereka tidak bertemu dulu untuk beberapa bulan. Hingga pada acara ini lah, mereka kembali bertemu. Hanya saling bertatapan, tanpa mau untuk berbicara. Begitu pun dengan gadis yang tengah mematung di sampingnya.

Huft... Aldo sudah katakan jika mereka tidak apa-apa kalau tidak datang. Toh, ini hanya akan menyakiti hatinya dan juga Sandra saja. Namun, bukan Sandra namanya kalau tidak keras kepala.

"Aldo," panggil seorang wanita berbusana kebaya modern.

Aldo menoleh. "Kenapa?" tanyanya.

"Bisa bicara sebentar?"

Aldo hanya mengangguk dan berjalan duluan. Untungnya, semua sahabatnya datang sehingga ia bisa menitipkan Sandra pada mereka.

Aldo berhenti di depan sebuah kolam ikar dengan air mancur di tengah-tengah. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Ia tetao menghadap kolam, enggan untuk sekadar berbalik dan menatap wanita yang telah membuatnya berubah.

"Mama senang kamu bisa hadir," ujar wanita itu, yang merupakan mama dari Kelly alias mama tirinya.

Aldo menarik sudut bibirnya. "Saya hanya menemani Sandra," balasnya.

Walau ia kini sudah kembali ke rumah Papanya dan berdamai, namun ia belum bisa sepenuhnya menerima wanita yang tengah berdiri di belakangnya ini sebagai mamanya. Namun, sebagai seorang anak, ia tetap menjaga sopan santunnya.

"Iya, nggak pa-pa, yang penting Mama bisa lihat kamu ada di sini."

Setelahnya, wanita itu pergi. Menyisakan Aldo yang setia menatap air mancur di depannya.

❄❄❄

Masalah Kelly dan mamanya sudah terselesaikan sebelum acara akad ini terselenggara. Ternyata, hanya salah paham saja. Perubahan sikap Rena alias mamanya Kelly terjadi karena ia masih mencoba untuk beradaptasi dan mengusahakan agar suaminya nyaman di rumah dengan menyuruh Kelly melakukan ini itu. Ia tak menyangka jika hal sekecil itu bisa berubah menjadi panjang lebar.

Namun, sekarang ia bisa bernapas lega karena masalah mereka benar-benar salah paham saja.

❄❄❄

SANDRA (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang