26: Drama

238 18 1
                                    

26
Ayra

Aku meringis saat melihat Vira didorong oleh seorang perempuan yang entah siapa. Apa lagi perihalnya? Lagi-lagi aku merasa bahwa ia membutuhkanku, sahabatnya─atau lebih tepatnya, mantan sahabatnya─untuk membantunya di saat seperti ini.

This is wrong. Aku sadar selama ini perilakuku dan Maritza itu salah. Tapi bagaimana caranya mengembalikan semuanya menjadi seperti dulu? Mana bisa aku memutar balik keadaan. Kemarin saja, saat aku mencoba untuk mengajaknya ketemuan, teleponku tidak diangkat.

Apalagi sikap Maritza yang kukuh dengan pendiriannya untuk tidak berhubungan apa pun dengan Vira lagi. Itu agak menghalangiku.

"Woy, ga jawab-jawab sih lo," suara Maritza terdengar. Ia mengguncang-guncang pundakku. "Mau iced fruit punch nggak?"

"Eh, iya iya," jawabku. "Eh, enggak enggak."

Maritza menaikkan alis. "Gimana sih?"

"Gak usah Mar," tolakku sehalus mungkin.

Aku kembali memperhatikan sekitar. Kakak kelas 12 sedang mementaskan drama. Kak Yani sedang berperan sebagai tokoh antagonis.

"Pokoknya ya, kamu itu sudah kelewatan! Tidak usah dekat-dekat denganku lagi!" seru Kak Yani, lalu mendorong seorang cowok yang menjadi tokoh protagonis.

"Ouch," ucapku tanpa sengaja saat cowok itu terjatuh.

Tokoh-tokoh pendamping Kak Yani menertawakan si cowok yang tergeletak di panggung. Aku masih terus memperhatikan drama tersebut, ketika..

BRUK!

Seseorang tak sengaja mendorongku dan Maritza, entah siapa orang itu. Dan iced fruit punch yang tadi sedang diminum Maritza tumpah di atas kepalaku..

"Aaahh!!" jeritku dengan terkejut. Dingin! Iced fruit punch itu lebih dingin dari yang kukira!

"Eh, eh, sorry! Oh my God, Ayra! Maaf....... banget!!" orang yang tadi menabrakku dan Maritza berkata. Aku mengangguk-anggukkan kepalaku yang mulai sakit.

Tunggu. Aku kenal suara itu. Aku mendongak, dan melihat... Vira.

Aku tersenyum masam. "I-iya Vir. Gapapa kok, gapapa."

"Ay, kalo kenapa-napa bilang aja sih," Maritza tiba-tiba berujar. Ia mendelik sinis ke arah Vira. "She did that on purpose."

"No, she didn't," aku menggeleng tak setuju. Vira tak sengaja, kan, tadi?

"I wasn't doing it on purpose, Maritza," Vira yang ternyata mendengar perkataan Maritza, menyahut.

Maritza hanya memutar bola matanya, lalu menyenggol lenganku. "Pergi yok."

Aku menggeleng. "Nanti."

Vira masih berdiri diam disana. Wajahnya penuh perasaan bersalah. "Ayra.. maafin kan?"

"Iyaaa," aku mendekat ke arahnya dan mengangguk. "Santai aja kali─"

"Ayo," Maritza menarikku keluar tanpa menghiraukan Vira yang masih menatap kami dengan nanar.

Drama anak kelas 12 masih berlangsung. Sekarang Kak Yani berjalan pergi meninggalkan cowok yang tadi ia dorong sambil melenggak-lenggokkan tubuhnya, lalu pergi ke backstage sambil mengibaskan rambutnya.

Drama banget, sih? pikirku. Eh, ini emang drama ya.

Lagi-lagi Vira terlihat, dan aku hanya bisa meringis saat sadar bahwa ia sedang terisak. Maritza masih terus menarik tanganku, namun kemudian aku melepaskan pegangannya. Aku memegangi kepalaku yang sakitnya tak keruan. Rasanya aku akan terjatuh atau pingsan sekarang juga. Tapi harus kutahan.

Aku mendesah pelan. Kehidupan yang sebenarnya saja penuh drama begini.

Tersadar akan sesuatu, membuatku berpikir. Apakah aku adalah salah satu tokoh antagonisnya?

Real Friends? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang