18
ViraTak terasa... Sudah waktunya menghadapi ujian akhir. Wah, semester depan aku sudah kelas 9! Sulit dipercaya. Harus lebih giat belajar nih.
"Eh Vir," panggil Danny. "Ini lho, aku lupa rumusnya."
Yak, benar, sekarang kami sekelas (akhirnya sekelas juga ya?) di Kelas Matematika. Memang jadwal kelas Matematikaku cukup banyak, jadi kadang bertemu Danny kadang tidak. Sistem di sekolah kami adalah moving class, jadi ya gitu deh.
"Itu gampang elah..." jawabku, tanpa memberi tahu apa rumusnya.
"Dih, gitu ya, ga mau bantu?" sindir Danny. "Yaudah deh..."
Aku menaikkan bahu. "Bentar lagi udah mau ujian, belajar. Jangan cuma ngerengek minta jawaban sama sahabatmu."
"Hmm."
Danny terlihat acuh tak acuh. Kadang kupanggil dia tidak menjawab. Ada yang aneh dengannya akhir-akhir ini. Ia seperti... Tidak fokus pada pelajaran dan tidak mendengarkan kalau diajak bicara.
"Kamu kalo mau ujian belajar nggak?" tanyaku. Random emang. Aku sering gitu, tanya-tanya pertanyaan yang random.
"Kadang," jawabnya dengan pendek, lagi.
"Kok kadang?" tanyaku lagi. "Harusnya selalu dong."
"Males."
Ini lah sifat yang paling aku nggak suka dari Danny. Malesan. "Kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini mikirin apa?"
Akhirnya Danny menoleh ke arahku. Namun langsung berbalik lagi. "Adina..."
"Hah?" tanyaku. "Siapa?"
"Eh enggak," Danny menggelengkan kepalanya.
"Kamu bilang apa tadi?" ulangku. Sesungguhnya aku dengar, cuma ingin memastikan.
"Bukan apa-apa..." Danny meringis. "Lupakan."
Aku menghela napas. Ya sudah lah.
Adina... Siapa lagi itu?
•••
"Sudah siap semuanya?" tanya Bu Rida pada kami semua.
"Siap Bu!"
"Baik, Ibu akan bagikan lembar kerja Ujian Kenaikan Kelas, mata pelajaran Bahasa Indonesia."
Bu Rida mulai membagikan lembar kerja. Aku melirik soal-soal yang ada di halaman pertama. Tidak sulit, batinku. Hanya butuh teliti saja.
Tak lama, semua anak telah mendapat lembar kerja masing-masing.
"Silahkan mengerjakan."
Semua anak langsung mengerjakan dengan cepat. Dari gerak-gerik tangannya mereka seperti sudah mulai menyilang-nyilang bagian pilihan ganda. Terburu-buru banget. Lain denganku. Aku mengerjakan pelan-pelan, asal semuanya terjawab. Biasanya kalau cepat-cepat jadi kurang teliti.
Saat sisa waktu tinggal lima menit, aku sudah selesai mengerjakan dan memeriksa ulang pekerjaanku. Kuperhatikan sekeliling kelas. Sebagian besar sudah selesai, dengan lembar kerja dibalik di atas meja. Namun ada seorang anak perempuan yang belum selesai, gerak-geriknya mencurigakan.
Ia seperti kode-kodean dengan temannya yang ada di depannya, namun temannya itu tak begitu menggubrisnya. Anak itu menghela napas dengan kesal, lalu beralih ke samping kirinya... Oh, samping kirinya adalah Danny.
Lagi-lagi ia seperti memberi kode, kali ini ke Danny. Bedanya, Danny menanggapi. Ia membalas dengan bahasa isyarat yang tidak kumengerti. Anak itu tersenyum dan mengangguk. Dari mulutnya, terlihat ia seperti mengucapkan "makasih." Lalu Danny mengacungkan jempol.
Aku mengerutkan kening. Apa maksudnya ya? Siapa dia? Mengapa Danny bisa mengenalnya, sedangkan aku tidak?
Aku curiga. Sepertinya ada yang nggak beres disini.
-
It's me again hahahah. Cuma mau bilang aku ganti username dr swiftiewrites jadi v-iction. Kalo swiftiewrites cocoknya kan nulis fanfic taylor gitu. Tapi kan aku ga nulis fanfic disini, aku nulis fiksi. Makanya aku gantinya jadi v-iction karenaa.... Ah udahlah baca aja di "about"-ku.
And enjoy the story! ♡ - V xx
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Friends? ✔
Fiksi RemajaDi segala persahabatan pasti ada permasalahan. Karena itulah, persahabatan tak selamanya mudah. Pasti akan datang hal-hal yang akan merusaknya. Entah dari orang lain atau dari diri sendiri. Fitnah, kebohongan, hilangnya kepercayaan, semuanya dapat...