27: Petunjuk

232 18 2
                                    

SURPRISE!
1K+ reads!
Thank you😘
Banyak yg request biar aku ngelanjutin cerita ini lagi, so, aku lanjutin. Tapi ini bukan main story-ku sekarang ya. Kalo ada ide aja di update.
Dan sekarang agak banyak POV-nya author ya. Kalo di bawah jumlah bab gaada nama, berarti POV-nya author.
Semoga suka💓

27

Ayra dan Maritza kembali ke kamar. Mereka tidak tahu kalau Vira mengikuti mereka. Ia merasa bersalah, dan ia harus bertanggung jawab dengan apa yang ia perbuat. Ia sudah tau apa yang akan dilakukannya, dengan bantuan Anita.

"Mar," Ayra memanggil nama sahabatnya itu dengan lirih. Ia memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut, meninggalkan rasa nyeri.

"Udah Ay, ganti baju sana," Maritza mendorong Ayra dengan pelan ke kamar mandi. "Kamu jadi basah semua gara-gara Vira."

Ayra tersenyum masam. "Bisa gak, berhenti dulu salahin Vira-nya? Lama-lama kasian dia tau."

Maritza menyorot Ayra dengan pandangan yang tidak mengenakkan. "Kasian? Ya ampun." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, dan Ayra pun masuk ke kamar mandi.

Tak lama setelah Ayra masuk, terdengar ketukan pintu. Maritza awalnya enggan untuk membukanya, namun ketukan itu kemudian semakin keras dan disertai bel. Ia pun merasa terganggu, dan segera membukanya dengan malas.

Ketika pintu terbuka, terlihatlah sosok Vira di ambang pintu.

Itu membuat Maritza semakin malas.

"Ngapain sih? Ganggu banget lo," Maritza berdecih dan hendak menutup pintu lagi, tapi Vira menahannya.

"Maritza."

Tanpa ia sendiri inginkan, tangan Maritza merinding. Ia sadar. Ia rindu panggilan lembut dari sahabatnya itu. Namun ia tetap tidak berbalik. Hanya diam sambil membelakangi Vira.

Vira tersenyum getir. "Aku bisa jelasin semuanya. Semua yang terjadi selama ini. Tapi cuma bisa kalau kamu mau dengerin."

Hati Maritza mulai luluh. Ia berbalik, menghadap ke orang yang seharusnya langsung ia ajak masuk. Orang yang seharusnya ia panggil sahabatnya.

Terdengar suara pintu kamar mandi dibuka, dan Ayra keluar dengan baju yang berbeda. Ia terbelalak melihat ada Vira di ambang pintu, berhadapan dengan Maritza.

"Vira?" panggilnya. "Masuk aja."

Yang dipanggil tersenyum dan berjalan masuk. Maritza menggigit bibir, perasaannya bercampur aduk.

Ayra dan Vira duduk di sofa, sedangkan Maritza bersila di atas kasurnya. Vira menarik napas dalam-dalam.

"Aku mau kasih kertas ini ke kalian," ucapnya. Ia mengeluarkan selembar kertas dari sakunya, dan memberikannya ke Ayra.

Ayra menerima kertas itu. Disana tertulis beberapa kalimat yang membuatnya sedikit bingung. "Ini petunjuk ke sebuah tempat gitu?"

"Emm.. Iya. Itu tempatnya bagus banget," jawab Vira sambil tersenyum.

"Hm," Maritza menatap Vira dengan was-was. "Ngapain suruh kita kesana?"

Alih-alih menjawab, Vira justru menarik pergelangan tangan Maritza dan Ayra. "Aku enggak suruh kalian kesana. Kita kesana bareng-bareng. Ayo."

Vira berjalan ke luar kamar, masih sambil menarik tangan Maritza dan Ayra. Ayra mengikuti saja, lain dengan Maritza yang memberontak. Ia melepaskan tangannya dari genggaman Vira.

"Kalo nggak mau digandeng bilang dong," kata Vira. Ia mengalihkan pandangannya ke Ayra yang masih membawa petunjuk tadi. "Baca petunjuk pertamanya, Ay."

Ayra mengerutkan kening, kemudian membacanya. "Belok ke kanan, lalu jalan 87 langkah."

Vira menuntun Ayra dan Maritza untuk berbelok dan melangkah delapan puluh tujuh kali.

"Selanjutnya?" tanya Vira.

"Masuk ke lift, lalu jalan 137 langkah," jawab Ayra, yang kemudian membelalak.

Maritza mendengus. "Lo mau ngerjain kita Vir?" tanyanya dengan malas.

Vira tersenyum. "Udah, lihat aja deh."

Real Friends? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang