31
Vira mendengus kesal. "Payah," serunya cukup keras, sehingga kedua sahabatnya dapat mendengar itu. Dylan di ujung telepon juga dapat mendengarnya. Sambungan belum terputus.
"Gimana?" tanya Ayra dengan cemas. Jika sahabatnya kesal begitu, pasti yang terjadi adalah sesuatu yang tidak ia inginkan. "Apa kata Anita?"
"Dia malah lari, kata Dylan," ujar Vira.
Maritza berdecih. "Jelas banget kalau udah gitu. Pasti dia yang ngejebak kita. Dia udah pertimbangin semuanya. Dia udah tau, kalo kamu bakal otomatis berpikir dia yang menjebak kamu karena nggak ada orang lain yang mungkin ngelakuin itu. Dan, di dalam gudang, kan, nggak ada sinyal buat nelpon, jadi kalau kamu nelpon dia, dia udah kira-kira, pasti kamu udah berhasil bebas. Memang masuk logika. Anita cermat."
Penjelasan panjang lebar Maritza membuat Vira terhenyak, itu menyambar hati Vira, lebih menyakitkan dari petir manapun. Jadi begitu? Anita, yang telah dipercayainya..? Mengkhianatinya?
Dengan perasaan campur aduk, Vira mengangguk pelan. "Bener-bener cermat, ya? Tapi licik."
Tiba-tiba lutut Vira terasa lemas. Ia jatuh terduduk. Maritza dengan sigap menahannya. Masih sangat sulit bagi Vira untuk menerima kenyataan bahwa Anita tidak benar-benar membantunya selama ini. Tapi apakah benar? ia belum mendapat konfirmasi. Belum ada yang menyatakan hal itu benar, dan ia tidak boleh berburuk sangka dulu.
"Hei? Halo, Vira? Kamu nggak apa-apa?" tiba-tiba terdengar suara laki-laki dari ponsel Vira. "Halo.. Masih di sana?"
Vira baru ingat, sambungan teleponnya dengan Dylan belum terputus. Dylan mendengar semua percakapannya.
"Hei, ada apa dengan Anita? Nggak salah denger, kan?" ia bersuara lagi.
"Eh, ehm, ya, eh.. kamu.. nggak salah denger," jawab Vira dengan sedikit ragu. "Tapi.. agak sulit jelasin ke kamu, ada apa dengan Anita. Mungkin ini agak mengejutkan, karena, aku sendiri juga terkejut karena hal ini."
Jeda keheningan cukup lama. Dylan sedang berusaha mencerna kalimat Vira.
Vira menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia sadar kata-katanya tadi pasti terdengar sangat aneh dan tidak jelas bagi Dylan, karena ia tak tahu apa-apa. "Dyl, kamu sekarang dimana dan sama siapa aja?"
"Di warung deket-deket hotel, makan siang. Tadi, sih, ada Anita, Danny sama.. ehm-ehm-nya," jawab Dylan, tidak jelas.
"Ehm-ehm apaan?" tanya Vira dengan bingung.
"Itu... gebetannya," jawab Dylan. Suaranya terdengar seperti sedang menahan tawa.
Percakapan seakan berbelok tajam, menyadarkan Vira akan sesuatu. Adina. Dia ada di sana juga.
"Jadi, ada kamu, Danny sama Adina," Vira menyimpulkan, berusaha untuk terdengar tegas. "Bisa balik ke hotel? Kita kumpul di lobby."
"Hah? Ngapain ngumpul lagi?"
Vira tersenyum simpul. "Ada suatu hal yang harus kita luruskan. Bersama-sama. Semuanya harus mendengarkan, jika Anita tidak ada, tidak apa-apa. Karena pembicaraan kita menyangkut dirinya. Cepet ya, kita tunggu di lobby."
Belum sempat Dylan berbicara lagi, Vira memutus sambungan.
•••
Dylan, Danny, dan Adina duduk di sebuah sofa panjang yang terletak di lobby hotel. Di depan sofa, ada sebuah meja kaca yang berbentuk persegi panjang. Di depannya lagi, terdapat sofa yang sama seperti yang mereka duduki, menghadap ke arah berlawanan. Vira, Ayra, dan Maritza duduk di situ.
Sudah lima menit sejak Vira menceritakan semua yang terjadi kepada yang lain. Lima menit hening, tak ada yang membuka mulut. Vira menggigit bibir, takut ia salah bicara. Tapi ia baru bercerita. Belum sampai tanya jawab dengan mereka.
"Ehm," ia memecah keheningan. "Sekarang aku mau tanya. Ke kalian semua."
Semua menatap Vira dengan antusias.
"Kalian tahu, siapa yang mengirim surat ke Ayra dan Maritza, yang memfitnahku?" tanya Vira.
Hening lagi.
Vira menarik napas dalam-dalam. "Kalian tahu, siapa yang sebenarnya mengunggah foto Adina dan Danny di Instagram sekolah?"
Masih belum ada yang berbicara.
Vira membuang napas, pasrah. "Terakhir, kalian tahu siapa yang menjebakku, Ayra, dan Maritza barusan?"
Lagi-lagi semuanya terdiam.
Sekarang Vira jadi kesal. "Oke lah kalau begitu, terima kasih telah mendengarkan." Ia bangkit dari duduknya, tapi tangannya ditahan oleh Maritza.
"Tunggu," akhirnya orang lain mengucapkan sesuatu. Maritza mendesah. "Bukannya aku udah bilang tadi?"
Vira kembali pada posisi duduknya.
"Anita yang menjebak kita," Maritza mengulangi pendapatnya.
"Dia juga yang mengunggah fotoku dan Danny, sepertinya," tiba-tiba Adina ikut berbicara.
Danny mengangguk menyetujui. "Anita, kan, sekamar sama kamu. Nggak sulit baginya buat mengambil HP-mu, membuka Instagram dan nge-post foto itu."
Vira memiringkan kepalanya. Entah kenapa ia kesal ketika Danny berbicara. Tadi, dengan santainya ia jalan-jalan dengan Adina ketika 'sahabat terbaik'-nya sedang terjebak dalam gudang. "Tapi dari mana dia dapat fotonya?"
"Siapa tahu ia yang memotret malamnya," Dylan angkat bicara. Sepertinya ia termasuk salah satu yang paling shock karena sepertinya ia sudah mulai menyukai Anita. "Meskipun aku masih nggak percaya dia segitunya."
Ayra meringis. "Juga surat fitnahnya. Sama, si 'A' itu pasti dia."
Vira seperti baru menyadari kenyataan yang ada. Ia seperti baru saja terbangun dari tidur yang panjang.
"Jadi?" Vira mencoba berbicara dengan susah payah. Seperti ada sesuatu di tenggorokannya, yang membuatnya tercekat. "Anita... yang dari awal ingin membantuku.. sebenarnya yang ingin menghancurkanku, begitu, ya?"
Ayra tersenyum getir. "Ia pasti punya maksud tersendiri, Vir. Pasti ada alasan dibalik semua ini."
Mata Vira berkaca-kaca. Tangisnya pecah. Maritza merangkulnya. "Tenang, Vir, kita akan bantu kamu selesaiin masalah ini, oke?"
"Oke," Vira mengangguk mantap. "Kesimpulannya─"
"Masalah yang selama ini kamu dapat itu penyebabnya adalah Anita, dan sekarang kita harus mencarinya," potong Dylan, menyebutkan kesimpulan dari percakapan mereka.
Mereka berenam bangkit, bersama-sama, menguatkan satu sama lain, saling membantu untuk menyelesaikan satu masalah pelik ini.
-
OH MY GOD
INI
MASIH
LUMAYAN JAUH
DARI
ENDING
LHO!!
Aih :")
Tunggu terus yaaa :)) jgn takut2 komen laah. Masa 1,47k reads komentarnya dikit bgt. Biar aku makin semangat lanjutinnya gitu lho😂
Haha okelah bye.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Friends? ✔
Teen FictionDi segala persahabatan pasti ada permasalahan. Karena itulah, persahabatan tak selamanya mudah. Pasti akan datang hal-hal yang akan merusaknya. Entah dari orang lain atau dari diri sendiri. Fitnah, kebohongan, hilangnya kepercayaan, semuanya dapat...