20: Kangen

256 20 1
                                    

20
Maritza

Aku dan Ayra bersamaan masuk ke dalam kamar kami, kamar 237. Koperku kuletakkan di salah satu sisi kasur, lalu aku segera merebahkan diri. Capek juga ya, duduk selama tiga jam di dalam bus?

"Ah... Pegel duduk gua," keluhku. Ayra mengangguk mengiyakan.

Ayra ikut tiduran di atas ranjangnya. Ia menatap ke langit-langit kamar kami.

"Sepi ya."

Aku menoleh ke arah Ayra. Maksudnya? Kok tau-tau dia bilang gitu?

"Sepi ya cuma berdua."

Oh. Sepertinya aku tau kemana arah pembicaraannya.

"Kalau aja hal itu nggak terjadi, pasti kita udah ngerengek-rengek ke Pak Iwan biar kita bisa sekamar bertiga.

"Terus akhirnya Pak Iwan ngebolehin. Dan kita sekarang disini bertiga. Ga cuma berdua."

"Iya iya. Bertiga sama Vira kan maksud lo?"

Ayra menoleh ke arahku. "Ya... Iyalah."

"Udah tau dia benci sama kita. Kenapa masih dipikirin. Dia itu fake friend, Ay," ucapku.

Ketenangan mengisi kamar kami cukup lama. Ayra masih memandang ke atas. Suasana begitu sunyi sampai detik jarum jam tangan analogku terdengar. Aku dapat mendengar Ayra mendesah.

"Tapi kita juga fake friend," kata Ayra akhirnya.

Aku mengerutkan kening, bingung banget. Kok jadi kita? "Lah, kita salah apa coba?"

"Kita ga mau dengerin dia. Kamu sadar ga? Vira sering keliatan sedih sendirian gitu, ngeliatin ke arah kita sambil senyum maksa. Setiap dia berusaha ngomong, kita jutekin. Kita asal marah-marah, Mar. Kita ga nanya dari sisi dia. Kita ga nanya alesan dia benci kita. Itu pun kalo dia beneran benci sama kita."

Gue jadi tambah bingung sumpah. "Dari mana lo dapet pemikiran itu, Ay? Perasaan kemaren-kemaren..."

"Ya gue baru inget-inget aja soal itu. Terus kepikiran lagi," jawab Ayra dengan suara lebih pelan dari sebelumnya. "Kita nih aneh ya Mar. Kadang ngomongnya lo-gue kadang aku-kamu."

Aku terkekeh. "Sebenernya kan dulu kita ngomongnya lo-gue. Tapi karena..."

"Karena Vira. Karena Vira yang polos banget dulu itu. Kita jadi ikutan ngomong pake aku-kamu. Iya gak?" tanya Ayra. Mengingatkanku pada masa-masa itu lagi. Awal-awal kami saling kenal.

"Hahaha. Iya," aku tertawa kecil.

"Aku kangen kita bertiga, Mar," Ayra langsung to the point.

"Aku kangen Vira."

Sebenarnya aku ingin setuju. Namun gengsi. Buat apa kangen sama orang yang membenciku?

"Ngapain sih kangen sama dia."

"Loh... Perasaan tadi udah agak senyun-senyum. Sekarang jutek lagi. Aneh amat sih lo Mar."

Aku terkekeh. "Udah lama kita sahabatan, baru tau itu?"

"Yaa, gak juga... Cuma... Kayanya kamu ga setuju sama aku tadi."

Sebenernya aku setuju Ay. Setuju banget malah.

"Mar, gue mau ajak Vira ketemuan. Di kafe deket sini aja. Ada kan dibawah?"

Aku tersentak. "Hah?!"

Ayra mengambil HP-nya. Ia menekan sebuah nomor, lalu terdengarlah suara yang menandakan "calling."

"Iya. Biar dia─dan kita─bisa jelasin semuanya. Dengan baik-baik."

Real Friends? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang