28: Terjebak

218 16 3
                                    

28
Vira

Aku menuntun Ayra dan Maritza sesuai dengan petunjuk yang diberikan Anita. Setiap belokan dan langkah, tak ada yang kulewatkan. Mungkin dua orang yang mengikuti ini sedang memandangku seperti ketika mereka melihat orang gila. But who cares?

Ini semua ide Anita. Dulu ia bilang ia akan membantuku, dan sekarang ia membuktikan itu. Anita memintaku untuk mengikuti petunjuk yang ia berikan kepadaku. Ia bilang ini akan membawa kami ke sebuah tempat indah yang telah dihiasnya, dibantu dengan Dylan dan Danny. Katanya, aku harus membuat Ayra dan Maritza kesal dulu, dan setelahnya mereka akan jadi sangat gembira. Menurut perkiraannya, setelah rencana ini berhasil, kami akan menjadi tiga serangkai seperti dulu lagi. Maksudku ─ bersahabat kembali. Mengingat statusku dengan mereka sekarang adalah 'mantan sahabat'.

"Ngerjain kitanya masih lama gak sih?" Maritza mendengus. Dari tadi ia terus mengeluh. Berbeda dengan Ayra, ia diam dan menurut, seakan sedang menebak-nebak skenario yang telah kurancang. Ia sepertinya penasaran, namun wajahnya juga memperlihatkan sesuatu yang lain. Tapi aku tak tahu apa.

Senyum tipis tergambar di wajahku. "Tinggal satu petunjuk lagi, kan? Sini kubacain." Ayra pun menyerahkan kertas tadi ke aku.

Lagi-lagi Maritza mendengus. Ayra menyikutnya sambil berbisik, "Ngeluh aja kamu mah, capek aku dengernya."

Saat mereka sudah tenang, aku menarik napas dalam-dalam, lalu kubacakan petunjuk terakhir.

"Lihat ke bawah, belok ke kiri, lalu berjalan tiga langkah."

Aku mulai memeragakan gerakan itu, lalu mereka mengikutiku, sama seperti tadi. Dalam hati aku bersorak, tak sabar ingin melihat kejutan seperti apa yang dibuat Anita. Panggung dengan lampu-lampu? Pemandangan alam yang indah?

"Vira!" bentak Maritza. "Lo nih kenapa? Ngapain anterin kita ke tempat beginian pake petunjuk panjang-panjang? Bego!"

Penasaran, aku naikkan kepalaku yang tadi menunduk, lalu kulihat apa yang ada di depanku.

Tunggu dulu.

Mengapa yang ada malah sampah, barang-barang tak terpakai, dan tumpukan-tumpukan kertas yang berdebu? Dinding-dinding ruangan 'dihiasi' sarang laba-laba, dan dapat kudengar Ayra mulai bersin di belakangku saking kotornya tempat ini.

Apakah ini sebuah gudang?

Tapi mengapa... Anita mengantarkan kami ke gudang..?

Cklek!

Tiba-tiba ruangan menjadi gelap gulita.

"AAAAAA!!" terdengar teriakan refleks dari Ayra dan Maritza.

Sedangkan aku hanya dapat membelalak dengan bingung.

BRAK!

Sekarang suara pintu ditutup ─ hah? Suara apa tadi?!

Pintu gudang ini ditutup dari luar?!

Mengapa jadi seperti ini?

Aku terduduk di lantai gudang yang dipenuhi debu dan kotoran. Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu, tapi lidahku terasa kaku, mulutku serasa terkunci. Otakku masih berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi. Bagaimana bisa...

Mulai kudengar omelan dari Maritza. Lalu sahutan dari Ayra yang berusaha menenangkan sahabatnya itu. Tapi aku seakan tak bisa mendengarnya.

Tanganku tergerak untuk menumpu tubuhku. Aku mengangkat tubuhku dan bangkit, kemudian berjalan ke pintu gudang yang tadi tertutup secara tiba-tiba. Kuputar kenopnya. Tak bergerak. Berarti pintu ini terkunci dari luar.

Real Friends? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang