"Hei," Janice menyapa Arthur begitu Arthur sampai di tempat mereka janji bertemu malam ini.
"Hai. Menunggu lama?" Arthur menyalami Janice (belum berani untuk melakukan lebih dari itu) dan duduk di depan dokter cantik itu.
"Nggak. Aku baru sampai juga. Kamu dari mana?"
"Dari kantor. Tadi setelah meeting di Thamrin, aku kembali ke kantor mengerjakan beberapa hal. Gimana pasien kamu hari ini? Masih ada yang pura-pura sakit?"
Janice tertawa. Menyeruput kopi sebelum menjawab pertanyaan Arthur. "Herannya, selalu ada yang seperti itu."
"Tentu, siapa yang melewatkan kesempatan bertemu dokter cantik, baik hati, dan pintar?" Arthur tersenyum.
"Kalau kamu bermaksud menyanjung aku, terima kasih lho, aku benar-benar tersanjung,"
"You deserve it," gumam Arthur lalu mengambil buku menu dan mulai memesan. Janice mendengar itu tapi dia juga memilih untuk kembali membuka buku menu. Hanya sekedar memastikan salad mana yang akan dia pesan.
"Arthur, aku akan berangkat ke Los Angeles minggu depan," Janice memulai pembicaraan setelah pramusaji mencatat pesanan mereka.
"Oh ya? Dalam rangka apa?"
"Ada seminar tentang jantung di sana. Aku memang dokter umum, tapi ga ada salahnya aku mencoba untuk mengambil kesempatan itu. Untungnya aku diterima mengikuti seminar itu,"
"Bagus. Kamu pasti bisa belajar banyak kan disana?"
Janice mengangguk. "Aku akan lama disana. Seminggu,"
"Hmm, pasien-pasien kamu pasti akan merasa kehilangan,"
Sekarang Janice tertawa. Menampilkan gigi yang rapi dan putih. Rambutnya tersibak sekilas dan Arthur sangat ingin membelai helaian rambut tersebut.
Tapi ditahannya.
"Sedikit waktu dan jarak untuk menentukan bagaimana sebenarnya perasaaan kita terhadap sesuatu," kata Janice.
"Kita lihat saja" Arthur nyengir. Janice juga tak memancing lebih lanjut.
"Kamu mau ikut kesana?" Janice menawarkan.
"Er, butuh waktu untuk mengurus visa dan menjelang akhir tahun pekerjaanku cukup banyak. Jadi..."
"Aku tahu aku tahu..." Janice mengangkat tangan, tersenyum lagi. "Tapi berarti kamu harus bangun lebih lama. Karena perbedaan waktu..."
Arthur mengerti. Janice menginginkan komunikasi mereka tetap terjaga.
"Itu hal yang mudah. Aku bisa tidur hanya 3 jam sehari,"
Janice tersenyum lebar. "Tanpa terlalu banyak kopi dan minuman berenergi kan?" Janice menyangga dagu dengan kedua tangannya, memandang Arthur seperti kucing.
"Tentu. Kesehatan nomor 1, terutama setelah ada bu dokter yang terus mengawasi aku,"
***
Kalila memainkan benda kotak kecil berwarna pink di tangannya. Sesungguhnya dia 'cukup' kecewa karena benda itu akhirnya kembali padanya. Dia harus mencari alasan lain untuk bertemu British Guy-nya.
Setahun lalu, untuk pertama kalinya Kalila merasa dia menginginkan seorang laki-laki. Biasanya dia hanya selalu menginginkan barang terbaik, tas, mobil, make up, pakaian, pendidikan. Hingga dia selalu berada di dereta terdepan Fashion Week di berbagai kota dan berangkat ke Leiden untuk kuliah hukum. Tidak lama setelah dia menyelesaikan S1 di UI. Namun ketika dia ikut dalam sebuah acara gathering dengan para lawyer setahun lalu itu, dia akhirnya tahu dia punya hal lain yang dia inginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gentleman's Choice - END (CETAK & GOOGLE PLAY)
Romance#97 in Romance, February 4, 2017! :)) Selepas bercerai dengan cinta pertamanya, Arthur memilih untuk tetap sendirian. Ia ingin lebih memahami diri dan perasaannya sendiri sebelum menjatuhkan hati pada wanita lain. Namun sebagai most eligible duda k...