SEBELAS

3.2K 376 16
                                    

Kalila begitu saja menjatuhkan gelas Starbucks berisi Caramel Macchiato hot. Membuat lantai keramik kedai kopi terkenal berlogo mermaid ini kotor oleh cairan coklat tersebut.

"Aduh kak. Gak apa-apa? Mau kami ganti baru?" ujar petugasnya. Bergegas menghampiri Kalila.

Kalila hanya terpana menatapi keteledorannya. Gelas yang baru diambil setelah jadi itu terlepas begitu saja dari tangannya setelah Kalila mengintip sekilas isinya. Sepertinya ia sedang tidak fokus.

"Eh," Kalila seperti tersadar dari lamunan. "Eh maaf maaf. Aduh aku gak fokus. Bisa pinjam pel?"

"Gak apa-apa kak. Biar kami yang bersihkan. Mau dibuatkan lagi?"

"Eh oh boleh. Eh ini ya," Kalila langsung menyodorkan kartu kreditnya kepada petugas tersebut. Tanpa menunggu tanggapan, ia masuk begitu saja ke pintu khusus karyawan dan mencari pel. Petugas itu kebingungan. Antara mencegah Kalila masuk atau kembali ke kasir karena sudah banyak pelanggan. Pelanggan yang penasaran akan apa yang terjadi.

Kalila sudah memegang gagang kain pel dan langsung bergerak membersihkan lantai yang kotor karena ketelodarannya. Meski tangannya aktif bergerak kesana kemari (mengabaikan orang-orang yang memandanginya), pikirannya menjelajah kemana-mana. Tadi sekilas dia merinding dan perasaannya tak enak. Ia khawatir terjadi sesuatu. Setelah ini Kalila harus segera menelepon keluarganya.

"Kak, ini minuman barunya," petugas itu menyodorkan gelas baru.

"Oh iya. Terima kasih. Maaf mungkin gak benar-benar bersih lantainya," Kalila menyodorkan gagang pel. Sebagai gantinya, dia mengambil gelasnya yang baru.

"Gak apa-apa, kak. Nanti kami yang bereskan,"

Kalila mengangguk. Setelah mengambil gelas baru dan kartu kreditnya dilemparkan begitu saja ke tas, Kalila menghubungi ibunya.

"Mama,"

"Malam, sayang. Gimana Semarang?"

"Mama baik-baik aja? Papa? Kakak?" Kalila berkata cepat dengan nada suara panik.

"Mama baik-baik aja. Ini lagi nonton sama papa. Kakak kamu juga lagi disini sama Kak Galih. Masih belum pulang setelah makan malam. Kita semua lagi kangen sama kamu. Jadi pulang Senin depan?"

Kalila menggeleng. Kemudian sadar ibunya tidak bisa melihatnya saat ini. "Besok, Ma. Urusanku selesai lebih cepat. Jadi mama, papa, Kak Kirana dan Kak Galih baik-baik aja?"

"Iya. Kita semua baik-baik aja. Memang kenapa sih?" Mamanya jadi penasaran.

"Gak apa-apa. Aku agak penasaran aja," Kalila mengurut dadanya. Menenangkan pikirannya.

"Kamu sendiri baik-baik aja? Sehat? Sudah makan?"

"Aku sehat, Mama. Tadi baru pulang makan sama temen. Sekarang mau balik ke hotel," jawab Kalila, berusaha tenang.

"Ya sudah. Hati-hati ya. Selamat istirahat,"

"Iya, Ma. Love you. Salam buat papa dan Kakak,"

"Love you too, Kalila,"

Kalila menutup telepon ke ibunya. Digigitnya bibir dengan getir. Perasaannya masih tak tenang. Ada satu orang lagi yang sepertinya bisa membuatnya begini. Kalila segera membuka kunci ponselnya. Mencari kontak dengan huruf A.

Tut...

Tut...

***

Tring...

Tririring...

Arthur melirik layar di samping dashboard mobil yang menampilkan nama Kalila. Sambil tetap fokus menjalankan mobil sepulang dari rumah Janice, Arthur menjawab telepon itu.

"Ya, Kalila," ujar Arthur melalui pengeras suara.

"Arthur kamu dimana?" tanya Kalila dengan cemas.

"Aku? Aku di Sudirman,"

"Sudirman? Apartemenmu?"

"Sebentar lagi sampai di apartemenku. Sekarang masih di jalan. Ada apa, Kalila?"

"Kamu baik-baik saja kan Arthur?"

Arthur mengernyit. Dia baik-baik saja. Dia baru berpacaran dengan salah satu perempuan cantik dan itu tidak bisa berarti dia tidak baik-baik saja.

"Aku baik-baik saja. Aku sehat," jawab Arthur mantap.

Kalila tidak menanggapi. Jeda beberapa detik diantara mereka.

"Syukurlah kalau begitu," akhirnya Kalila berkata.

"Kenapa?" Arthur mengulang pertanyaannya. Kenapa Kalila sebegitu cemasnya?

"Gak ada apa-apa. Aku..." Kalila lagi-lagi memberi jeda, ia bingung juga harus menjelaskan apa. "Aku cuma sudah lama tidak mendengar suara kamu,"

Arthur senyum sedikit. "Aku baik-baik saja,"

"Iya. Aku kembali ke Jakarta besok,"

"Bukannya pekan depan? Sudah selesai urusannya?"

"Iya, sudah selesai lebih cepat,"

"Baguslah Kalila. Selamat ya. Hati-hati kembali ke Jakarta,"

"Cant wait to see you, British Guy,"

"Take care, Kalila," hanya itu tanggapan Arthur.

***

Arthur baru pulang setelah bertemu teman-temannya dari Australia dan Singapura yang sedang datang di Jakarta. Seharian berada di luar, menyimpan ponselnya, menikmati obrolan dengan para teman laki-lakinya. Mereka adalah orang yang 'berjasa' mengalihkan perhatian Arthur dari Amy saat kuliah dulu. Bahkan mungkin karena terlalu asyik bersama mereka sehingga Arthur terlambat menghampiri Amy lagi sehingga Amy diraih Lee lebih dulu.

Sudahlah, Arthur menggeleng. Ponselnya dibiarkan begitu saja sampai ternyata baterainya habis. Ia tidak merasa cemas karena pagi tadi sudah menelepon Janice mengabarkan agendanya hari ini. Juga orang tuanya. Dan Bertrand, Bertrand tidak akan mengganggunya dengan pekerjaan di hari Minggu.

Keluar dari lift dan berbelok ke sebelah kiri menuju apartemennya, Arthur tercengang. Langkahnya dipercepat menghampiri sesosok gadis yang sedang berjongkok sambil menenggelamkan wajah diantara tangannya. Sebuah koper besar berdiri di sampingnya.

"Kalila, is that you?" sapa Arthur.

Kalila mendongak. Matanya terlihat lelah. Namun begitu melihat Arthur, matanya langsung terlihat lebih hidup. Dia bangkit berdiri dan langsung memeluk Arthur.

"Oh thanks God,"

Arthur kebingungan 'disergap' begitu cepat oleh Kalila.

"Hei hei Kalila,"

Cepat-cepat Kalila mundur melepaskan pelukannya. Arthur merasa lega karena ia tidak perlu ekstrim menjauhkan Kalila dari dirinya.

"Aku baru mendarat dari Semarang. Aku mau ketemu kamu langsung tapi kamu gak bisa dihubungi. Aku datang kesini langsung dan gak ada respon. Aku cemas..."

Arthur melongo. Terutama karena ekspresi Kalila yang benar-benar kebingungan dan panik.

"Aku keluar dengan teman-temanku. Ponselku kusimpan dan mati.. Lagipula, bukannya kamu seharusnya menuju ke rumahmu langsung?" Arthur kebingungan melihat Kalila berada disini padahal seharusnya ia pulang ke rumah, beristirahat. Bersiap untuk esok hari. Karena itu Arthur segera mengeluarkan kunci apartemennya agar Kalila bisa sedikit beristirahat sebelum pulang.

"Karena berhari-hari tanpa melihat kamu dan aku benar-benar ingin ketemu kamu segera. Aku punya perasaan kurang menyenangkan bahwa kamu akan pergi jauh dari aku,"

***

Feelingnya kuat ya Mbaknya....

Gentleman's Choice - END (CETAK & GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang