ENAM

4.3K 429 20
                                    

"Sudah tidur?" tanya Arthur pada wanita cantik berambut merah yang sedang duduk dengan mata mengantuk.

"Hmm," Janice mengerjapkan matanya. Ia menyibakkan rambutnya ke belakang lalu memandang Arthur dengan lebih jelas melalui layar kamera.

"Belum, Arthur. Kalau sudah, ini siapa yang sedang mengobrol denganmu?" kata Janice pelan. Dia menyangga dagunya dengan sebelah tangan sementara tangan satunya memegang ponsel yang sedang tersambung dengan facetime.

Arthur tertawa. "How's the first day of seminar?"

"Menarik. Menyenangkan. Pengisinya benar-benar ahli di bidangnya. Tadi seharian berisi materi, untungnya penyampaiannya menarik. Hanya saja setelah seminar kami terlibat banyak obrolan sehingga aku baru sampai di hotel selarut ini," Janice menjelaskan. Wajahnya terlihat lebih berbinar dari tadi ketika Arthur pertama melihat wajahnya.

"Besok agendanya apa?"

"FGD, ada sebuah topik yang akan kami bahas. Materinya sudah aku baca dalam pesawat menuju kemari,"

Arthur mengangguk. Janice memang penuh persiapan.

"Kamu, sedang apa kamu di Jakarta? Sudah makan?"

Arthur memundurkan kamera sehingga menunjukkan lokasi keberadaannya. "Aku sedang di kantor. Tadi makan siang dengan Bertrand dan sekarang sedang menunggu meeting,"

"Bagaimana kabar Marina?" Janice mendadak teringat pada istri Bertrand, temannya yang merekomendasikan Arthur pada Janice.

"Baik. Syukurlah Marina baru dinyatakan hamil. Penantian mereka akhirnya selesai. Itulah kenapa tadi Bertrand sukarela menraktir kami semua,"

Janice tersenyum lebar. Karena itu wajah mengantuknya jadi lebih menggemaskan. Arthur menggelengkan kepala.

"Aku akan menelepon Mariana nanti. Aku harus ucapkan selamat secara langsung,"

"Dia pasti akan senang,"

"Dia pasti sudah sangat senang sekali,"

Keduanya saling melempar senyum. "Ya sudah. Kamu beristirahatlah. Sudah jam berapa disana?"

"Jam 10 malam disini. Kamu juga selamat bekerja ya Arthur,"

"Selamat istirahat, Janice,"

Selama sedetik mereka saling memandang. Janice yang pertama menutup sambungan Facetime. Setelah sesi Facetime ditutup, Arthur refleks tersenyum, melepaskan headset lalu bersandar ke kursinya.

Janice mengingatkannya pada Amy.

***

"Halo semuanya!" sebuah suara ceria mengagetkan seluruh orang di ruangan meeting ini.

Arthur mendadak merasa bulu kuduknya meremang. Perlahan dia menoleh ke arah pintu dan melihat Kalila berdiri di ambang pintu. Memandang bersemangat ke seisi ruangan. Arthur mengernyit. Kenapa dia ada disini?

"Hai British Guy!" sapa Kalila sambil melambai penuh semangat. Seisi ruangan yang berisi tim corporate lawyer dan klien mereka, memandang ke arah Kalila menyapa. Mau tidak mau Arthur tersenyum menanggapinya.

"Halo, Kalila. Kaget melihat kamu disini," balas Arthur dengan ramah.

Kalila tersenyum lebar. Melangkahkan kaki cepat-cepat ke samping Arthur. Meski di sebelah Arthur kedua kursinya sudah diduduki orang lain, dengan cueknya Kalila menarik salah satu kursi kosong dan menyelipkan diri di samping kanan Arthur. Mau tidak mau para rekan di samping Arthur bergeser agar Kalila bisa muat duduk disitu. Ia menaruh laptop dan buku catatan bersama tasnya di meja lalu memandang Arthur dengan mata berbinar.

"Er, aku gak tahu kamu masuk tim ini," Arthur memulai. Meminta bantuan kepada Pak Kusno sebagai rekan senior lawyernya. Sementara Pak Kusno hanya tertawa tanpa suara.

"Aku pindah ke tempat kamu mulai kemarin. Aku langsung ditugaskan Bertrand di tim Pak Kusno dan itulah kenapa aku ada di sini sekarang," tutur Kalila dengan ceria. Seakan-akan hanya mereka berdua yang ada di ruangan ini.

"Well, selamat bergabung kalau begitu," Arthur tersenyum sedikit dan mengangguk.

"Thank you. It is nice to get closer to you," senyum Kalila semakin lebar. Arthur berharap bahwa itu berarti bahwa Kalila memang senang bekerja dengannya. Tidak lebih.

***

"Bagaimana perkembangan dengan Janice?" Marina, si calon ibu, tersenyum lebar pada Arthur sambil menuangkann teh untuk suaminya. Jam pulang kantor namun Bertrand dan Arthur masih bekerja. Marina datang untuk menemani suaminya.

Arthur tertawa. "Perkembangan apa yang kamu ingin aku sebutkan, Marina?"

Marina mengangkat bahu. Menyesap teh sambil duduk di samping Bertrand. "Kamu bisa bercerita soal apa saja tentang kamu dan Janice, Arthur,"

Arthur mengusap rambutnya. Perhatiannya teralih sebentar dari pekerjaannya di laptop menjadi fokus kepada Marina. "Janice orang yang menyenangkann diajak mengobrol," Arthur memulai. Marina memandang suaminya, Bertrand pura-pura tidak tahu tapi ujung bibirnya terangkat sedikit.

"Laluuu?" Marina memancing.

"Dia cantik,"

Bertrand bersiul. Marina langsung menyenggol lengan Bertrand dan tertawa.

"Hanya itu?"

"She's smart," Arthur berkata mantap.

"She's a doctor, Arthur. Of course she's smart," Bertrand memutar bola matanya. Marina melempar pandangan galak kepada Bertrand. Biarkan saja Arthur mengeluarkan berbagai pujian untuk Janice. Betrand berpaling kembali ke laptopnya.

"Sudah berapa kali kalian jalan bersama?" Marina bertanya. Naluri keponya semakin tinggi. Ia mencondongkan tubuhnya semakin dekat kepada Arthur tanda dia semakin tertarik.

"I didn't count," Arthur mengangkat bahu. "Tapi ya sudah beberapa kali kami memang makan bersama, menonton..."

"Berciuman?" Bertrand menyela.

"Bertrand," Marina memperingatkan.

"I'm just asking," Bertrand mengangkat kedua tangannya.

"Arthur bukan kamu ya. Pertama kita ketemu aja langsung cium aku," kata Marina.

"Dan kamu suka itu," gantian Bertrand mengingatkan. Marina tersipu. Arthur tertawa.

"Interaksi kami paling jauh hanya sampai bersalaman," kata Arthur kalem. Dia menyeruput kopinya dan kembali bekerja.

"Serius, Arthur?" Marina menatapnya tak percaya.

"Halo! Masih ada orang yang disini?"

Kalila muncul di ambang pintu ruangan Bertrand. Melongok ke dalam dengan wajah ceria. Siapa menyangka sekarang sudah pukul 8 malam kalau melihat Kalila yang masih super segar seperti pukul 8 siang. Arthur yang sudah tahu suara siapa itu, memilih untuk tidak menoleh dan terus memandangi laptopnya.

"Halo, Kalila," sapa Bertrand ramah.

Bunyi high heels Kalila membuat Arthur tahu bahwa Kalila datang mendekat.

"Serius banget?" Kalila menepuk pundak Arthur dan menunduk. Hingga wajahnya berada tepat di samping wajah Arthur.

She's smells so good, pikir Arthur. Yang langsung diusir jauh-jauh pikiran tersebut.

"I got lot of things to be done, Kalila," kata Arthur tanpa menoleh sedikitpun. Ia tahu, kalau ia menoleh ke sebelah kirinya, ia bisa langsung mencium pipi Kalila.

"Well, me too," Kalila menghempaskan diri di kursi tamu ruangan Bertrand, di samping Arthur. "Boleh aku bergabung menyelesaikan pekerjaanku disini juga?"

"Silakan," Bertrand tersenyum. "Kalila, perkenalkan ini MArina istriku. Marina, perkenalkan ini Kalila, lawyer baru kami."

"Halo," Kalila mengulurkan tangan kepada Marina yang dibalas dengan senyum dan jabatan tangan Marina. "Kalila, lawyer baru sekaligus calon istri Arthur Watson,"

***

Gentleman's Choice - END (CETAK & GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang