EMPAT BELAS

3.1K 369 23
                                    

Arthur segera memundurkan badannya menjauhi Kalila.

"What are you doing?" kata Arthur, bukan marah, ia hanya kaget dan tak percaya. Ia juga merutuki dirinya sendiri karena pertahanannya melemah dan menyebabkan Kalila bisa menciumnya begitu. Ia terlalu terhanyut akan ingatannya dengan Amy disini. Saat mereka berdua mengobrol hingga larut. Termasuk ketika ia melihat Amy menangis sambil memegang foto Lee. Disini. Semuanya disini.

"Kamu gak suka?" tanya Kalila polos. Ia menatap Arthur langsung ke matanya. Tidak ada ekspresi kaget ataupun malu-malu. Hanya kebingungan.

Arthur berbalik masuk kembali ke dalam. "Kamu bawa mobil sendiri atau harus aku antar pulang?"

Saat Arthur berkata begitu Kalila tahu dia diusir secara halus. Tahu bahwa Arthur tidak menyukai perbuatannya. Tahu bahwa Arthur menolaknya.

"Aku bawa mobil sendiri," Kalila berkata pelan. Dia berjalan melewati Arthur, menuju tasnya yang diletakkan di kitchen table. Tanpa berkata apa-apa lagi Kalila membuka pintu dan pulang. Ia tidak menangis. Kalila Restyaning Tjandika tidak akan menangis karena hal seperti ini saja. Tapi jujur, hatinya teriris. Arthur mungkin kaget. Tapi Arthur menolaknya.

"Ya ampun," di depan lift, Kalila berjongkok. Menyesali perbuatan nekatnya tadi.

Di dalam kamar, Arthur masih diam. Melihat Kalila keluar begitu saja dari apartemennya tanpa bicara apa-apa lagi.

"Damn," Arthur menggosok mukanya. Lagi-lagi menyesali kenapa dia bisa lengah. Dia bersalah pada pacarnya sekarang, Janice. Dia juga bersalah pada Kalila.  Daripada pusing, Arthur memilih masuk ke kamarnya dan tidur.

***

Hari pertama kembali bekerja di tahun yang baru. Arthur datang pagi-pagi sekali karena dia harus menyiapkan berkas untuk dibawa berkunjung ke Kusuma Corp dengan timnya. Untuk siang nanti berangkat ke Makassar. Ada klien yang harus diurus.

Siapa sangka di kantor ternyata ada yang datang lebih pagi dari dirinya. Saat Arthur masuk ke
kantor, yang pertama dilihatnya adalah Kalila sedang berdiri membawa mug.

"Eh," kata Arthur refleks.

"Hai, Arthur. Happy new year. Semoga tahun ini jadi tahun yang lebih baik lagi," ujar Kalila dengan sopan. Dia bahkan membungkukkan tubuhnya seperti orang Jepang. Ekspresinya datar.

"Oh. Selamat tahun baru juga Kalila," balas Arthur. Karena bingung harus menanggapi apa lagi, Arthur kembali berjalan menuju ruangannya.

"Malam tahun baru kemarin tidak ada yang terjadi antara aku dan kamu kan?" ujar Kalila dari belakang Arthur.

Arthur membalikkan tubuhnya. "Iya, tidak ada apa-apa,"

Kalila mengangguk. Arthur juga. Paham bahwa mereka berdua sepakat untuk tidak membahas insiden tersebut. Mereka akan pura-pura tidak terjadi apa-apa.

Setelah Arthur masuk ke ruangannya, Kalila duduk di kursinya sendiri. Memainkan segelas teh di tangannya. Bohong kalau ia tidak mengingat ciuman singkatnya dengan Arthur. Bibir Arthur yang tebal terasa begitu pas saat Kalila menyentuhnya.

"Ah. Lets find another way. Ini gak semudah menginginkan baju baru karya desainer terkenal," kata Kalila dengan penuh semangat.

***

Arthur membuka pintu kamar hotelnya di Makassar setelah penerbangan dari Jakarta dan perjalanan menuju hotel. Langkahnya terhenti sejenak ketika menerima telepon.

"Ya, Janice," ujar Arthur. Sambil menyeret koper, menjaga pntu tetap terbuka, dan menelepon, Arthur masuk ke dalam kamar hotel. Menyimpan beberapa barang di meja lalu duduk untuk menerima telepon dari Janice dengan lebih baik.

Gentleman's Choice - END (CETAK & GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang