Mom is calling.
Telepon dari ibunya mampu membuat Arthur mengalihkan sejenak perhatiannya dari keperluan membalas dua pesan dari wanita-wanita yang akhir-akhir ini mengisi harinya. Mengisi hari sekaligus membuat dirinya sering kebingungan. Tanpa menunggu lama, Arthur segera mengangkat telepon dari negeri seberang tersebut.
"Yes mom?"
"Me and your father are about to arrive in Jakarta in the next two hours. Get yourself ready for dinner," ujar Clarissa Watson. Wanita keturunan Jawa dan Manado yang dulu aktif di bidang perbankan. Namun sekarang lebih banyak beraktivitas social sembari menemani suaminya di Singapura.
"Dinner? With who?" Arthur mengusap kepalanya. Kadang orang tuanya memang senang melakukan segala sesuatu dengan mendadak. Mendadak pindah ke Singapura, mendadak ke Jakarta, mendadak membangun bisnis baru.
"You will find out soon," kata ibunya.
Kalau sang ibu suri sudah bertitah, maka tidak ada yang bisa menolak. Ben Watson sekalipun, sang ayah. Apalagi Arthur. Mau tidak mau dia harus setuju atau dikutuk jadi anak durhaka.
"Okay, Mom,"
"See you, Arthur," kata ibunya dengan tegas. Telepon ditutup dan Arthur tidak menunggu lama lagi. Segera ia menyelesaikan kegiatannya berpakaian, mengambil barang-barang dan segera turun.
***
"Feeling better?" Tanya Arthur pada Janice dalam perjalanannya menuju laundry. Ia ingat belum membalas pertanyaan Janice dan sekarang adalah waktu yang tepat. Sebelum bertemu orang tuanya dan ia akan terlalu focus menghabiskan waktu dengan mereka.
"Better than yesterday," kata Janice pelan. Arthur bisa mendengar nada suara Janice masih terdengar lemah.
"Ah, about dinner. Bagaimana kalau kita dinner dengan orang tuaku? Mereka sebentar lagi mendarat di Indonesia," Arthur mengusulkan sebuah ide yang tiba-tiba terlintas di benaknya. Janice mengajaknya makan malam. Begitu pula orang tuanya. Kenapa tidak mereka malam bersama? Toh Janice juga pacarnya. "It's a good chance for you to meet my parents."
"You want me to meet your parents?" Janice terkejut. Apakah ini artinya Arthur bersedia mengajaknya ke jenjang yang lebih serius? Seperti saat Janice mengajak Arthur makan malam di rumahnya. Saat itu Janice memang berniat menjadikan Arthur seseorang yang special. Yang juga membantu Janice melupakan masa lalunya.
"Ya. Kamu mengajak makan malam. Orang tuaku juga. Kenapa tidak sekalian saja?" kata Arthur dengan santai. Membuat Janice menghela nafas. Pundak yang tadinya tegak karena merasa Arthur ingin serius, mendadak turun kembali.
"I'm not feeling really well," gumam Janice. Ia tidak mau kalau Arthur mengajaknya hanya karena ia ingin menggabungkan dua agenda menjadi satu. Bukan mengajak Ajnice bertemu orang tuanya karema berminat untuk berhubungan dengan benar-benar serius.
"Katanya tadi sudah lebih baik?" Arthur tidak paham.
"Iya. Tapi tidak cukup baik untuk makan malam dengan orang tuamu," kata Janice pelan tapi cukup tajam.
"Baiklah. Maaf kalau begitu. Kita belum bisa bertemu malam ini. Besok aku ke klinik ya,"
"Aku ijin tidak masuk besok," Janice berkata cepat.
"Oke aku ke rumahmu," Arthur berkelit. Yang bisa dia kenali dari suara Janice adalah dia sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Sehingga sebisa mungkin Arthur bersikap sebaik-baiknya.
"Oke,"
"Oke,"
Keduanya terdiam.
"Salam untuk orang tuamu," Janice angkat bicara lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gentleman's Choice - END (CETAK & GOOGLE PLAY)
Romance#97 in Romance, February 4, 2017! :)) Selepas bercerai dengan cinta pertamanya, Arthur memilih untuk tetap sendirian. Ia ingin lebih memahami diri dan perasaannya sendiri sebelum menjatuhkan hati pada wanita lain. Namun sebagai most eligible duda k...