Bersyukur

554 46 0
                                    

Q selesai mencuci piring dan alat masak saat Al masuk ke dalam rumah. Mopi langsung mengekori Al dari pertama kali masuk. Al menggendongnya dan mengajaknya duduk di depan tv. Rumah Q masuk ke dalam gang namun uniknya masih banyak pepohonan. Jadi tak begitu panas, berbanding terbalik dengan kamar kost Al yang harus pakek Ac biar sejuk. Jam menunjukkan jam 2 siang, tumben Al baru kelihatan.

"Dari mana neng kusut banget mukanya?". Tanya Q sambil meletakkan segelas air putih. "Habis dekorasi kafe baru di malioboro, capek Q. Motor pakek mogok segala tadi". Keluh Al sambil bersandar di bahu Q. "Kenapa tadi nggak minta jemput Al, kan tahu sendiri hari Sabtu aku banyak kosongnya". Tanya Q sambil mengelap kening Al dengan tissue.

Al hanya menggelengkan kepalanya. Prinsipnya jika bisa mandiri kenapa harus tergantung pada orang lain. Hal yang Vio ajarkan dari kecil. Memang ia manja namun pada waktu dan saat yang tepat. "Udah makan Al, aku masak sayur gudeg sama sambel trasi". Tawar Q sambil mengusap kening Al lembut.

"Udah makan tadi, dapat uang makan, Q usapin sini". Al mengarahkan tangan Q pada kepalanya. Dan dia memposisikan paha Q untuk bantal. Q hanya menurut, ia mengusap kening Al pelan. Ia harus bersyukur memiliki kekasih seperti Al.

Sekarang banyak gadis yang hanya mengandalkan kecantikan atau harta orangtuanya. Tapi tidak untuk Al, saat di kampus Al akan terkesan cuek dan masa bodoh. Yang penting baju dan celana yang ia kenakan sopan dan bersih.

Tapi jika sudah di Malang, Al akan berubah menjadi gadis anggun dan modis. Katanya percuma nghits dikota rantau, kita juga nggak bakalan tinggal disana. Q sendiri pernah merasa minder saat pertama kali datang kerumah Al.

Mungkin bagi kebanyakan orang rumah Al termasuk sederhana untuk ukuran seorang dokter ternama. Tapi jika orang seni yang masuk ia akan kagum. Banyak sekali barang seni dan lukisan karya pelukis ternama. Salah satunya Etna dan Jevani, yang merupakan pelukis handal.

Di rumah Al, Q merasakan apa yang selama ini ia rindukan. Yaitu keluarga, besar di panti asuhan. Sekolah dengan membanting tulang, dan berjuang mendapatkan beasiswa. Membuat Q lebih menghargai perjuangan orang lain.

Pekerjaannya sebagai koreografer tari masih sangat tidak mencukupi untuk memberikan Al rumah. Jika mereka menikah nanti. Memang ia mempunyai bisnis sampingan sebagai tenaga pengajar di sebuah Smp swasta sebagai guru tari.

Belum lagi pihak kampus yang sepertinya tidak akan menggunakan tenaganya lagi. Untuk saat ini sebenarnya ia ingin melanjutkan pendidikannya yang tertunda karena biaya. Namun ia masih berfikir ulang untuk itu.

Sekarang ia lebih fokus menabung untuk meminang dan menghidupi keluarganya nanti. Usianya tak lagi muda untuk kuliah. Sekarang ia akan fokus mencari pekerjaan yang menetap. Memang untuk makan dan kebutuhan sehari hari ia cukup. Tapi jika untuk dua orang ia tak yakin.

Al tumbuh di keluarga yang serba berkecukupan, selama hidupnya pasti jarang merasakan susahnya makan. Tapi ia berjanji bahwa ia akan memberikan yang terbaik untuk Al nya.

.........

Al terbangun saat matahari mulai tenggelam, saat ia melihat jam. Agak kaget karena sekarang jam 5 kurang 10 menit. Sementara ia melihat Q tertidur dengan posisi terduduk. Al bangun secara perlahan, ia mengamati wajah kekasihnya.

Lelaki yang berhasil mendapatkan hatinya, Al serius mencintai Q. Tentang Tito, Al sudah tak merasakan apapun. Apa yang dikatakan Alvin benar. Tak semua yang pertama itu yang terbaik. Kadang kita perlu jatuh dulu untuk mendapatkan yang lebih baik. Dan semua terbukti, Al mendapatkannya. Orang yang mencintai dirinya apa adanya.

Al bukan gadis cerdas dalam akademi, ia bisa loncat kelas karena prestasinya dalam seni tari. Bukannya sombong, ia termasuk penari terbaik di Indonesia. Dan itu yang membuat kenapa ia sekarang bisa meneruskan gelar S2 nya. Dulu ia lari ke Jogja, bersama Kanaya untuk menghapus lukanya.

Can I Have It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang