Perlahan

295 30 2
                                    

"Mammamamammmammma....... Mmmmaaaaaaaaaaa!!!!". Al terkejut saat ia mendengar Letta yang mengoceh tak jelas sambil menarik rambutnya. Ada rasa haru saat ia mendengar bayi itu memanggilnya mama.

"Mama... Ayo Ndut bilang mama.. mam". Pancing Al dengan penuh harap.

"Maaaaa.. maaaa.. maaaaam". Tiru Letta sambil memukul pipi Al dengan gemas. Tak tahan dengan tingkah lucu anaknya Al langsung menciumi perut Letta sampai Letta kegelian.

Terdengar dering telepon membuat aktivitas mereka terhenti. Dengan malas Al menjawab panggilan tersebut. "Kenapa Q?". Tanya Al  tanpa basa-basi. Terdengar nada ragu Q menjawab pertanyaan Al.

"Mau ajak kamu makan di luar, kamu nggak sibuk kan?".
"Daripada makan di luar mending kamu bungkus aja lauknya makan disini. Letta lagi nggak mau pisah sama boneka barunya". Mendengar hal itu Q langsung menurut saja.

Ia tak mau membuat Al membatasi pertemuan mereka lagi. Jadi ia memilih untuk mengalah.

Tak sampai satu jam Q sudah berada di ruang tamu Al. Di sini berbeda dengan terakhir ia datang bersama adiknya.

Lantainya kini berlapis dengan puzzle beranekaragam gambar. Yang kebanyakan gambar boneka Winnie the Pooh. Dan kini ia di temani oleh Letta yang sibuk mengigiti mainan karetnya.

Gigi Letta sudah tumbuh 4 dan mungkin anak ini sedang mencobanya. Tak lama kemudian Al keluar sambil membawa nampan nasi, piring, dan minuman dan buah-buahan.

"Q tolong ajak Letta cuci tangan dulu. Kau bisa?". Al mulai sibuk mempersiapkan makanan. Q hanya mengangguk dan menggendong Letta yang dari tadi sudah merengek.

Tak sampai 10 menit Q sudah kembali ke ruang tamu. "Kenapa jendelanya di buka Al, bukankah ruangan ini ber AC?". Tanya Q heran. "Aku tak suka bau makanan tidak keluar dari rumah Q. Dengan begini angin bisa membawanya keluar. Ayo sayang kita mamam". Sejenak Q tertegun tapi saat ia sadar panggilan itu untuk Letta Ia tersenyum miris.

"Al makanlah dulu, Letta biar dengan ku". Al menggeleng pelan. "Letta tak akan mau jika aku tak ikut makan bersamanya Q. Jadi biar begini saja tak apa". Al mulai menyuapkan bubur ke mulut Letta. Dan benar saja saat Al mulai mengunyah makanannya Letta juga mengunyah buburnya.

Mereka makan dengan tenang, bahkan Letta pun yang biasanya rewel juga ikut tenang. Selesai makan Al menyalakan televisi untuk mengisi keheningan.

Dan acara favorit Letta sedang di putar. Si Tom and Jerry membuat fokus bayi tersebut ke layar tv. Sementara Q mulai mengupas jeruk dan sesekali menyuapkannya pada Al.

"Bagaimana kabar cafe Q? Masih berjalan?". Tanya Al sambil mengusap lembut perut Letta. Sedangkan sang bayi bersandar dengan nyaman di tubuh ibunya.

"Berkembang pesat Al, bahkan kami sudah membuka anak cabang sebanyak 4 lokasi. Ya walaupun masih kalah dengan induknya". Penjelasan itu membuat Al tersenyum senang.

"Kau sendiri mengapa tak mengajar?". Q mulai memainkan rambut Al yang mulai memanjang. "Letta butuh aku, dan yah usaha laundry ku cukup maju. Jadi mungkin aku tak mengajar lagi". Al tak merasa risih dengan perilaku Q. Dia cukup menikmatinya, ia yakin Q tak akan melampaui batas-batas yang ia berikan.

Letta mulai rewel karena mengantuk. "Usap kepalanya Q, akan ku buatkan susu". Al mulai menuju dapur. Tak lama kemudian ia kembali sambil membawa Boneka Winnei the Pooh. "Bisa tolong tutup jendelanya Q, dan nyalakan AC nya 23 derajat saja". Pinta Al sambil menidurkan Letta di sofa yang lebih luas dan lapang.

Q yang selesai dengan tugasnya merasa terharu saat melihat Al berbaring di sebelah Letta. Wanita itu menepuk-nepuk pelan pantat Letta yang gemuk. Sambil bersenandung lirih dan menciumi kening sang bayi.

Tak lama Letta mulai terlelap, Al melepaskan dot susunya dan mengambil selimut tipis. Yakin posisi Letta sudah nyaman Al menghampiri Q yang duduk di sofa.

Mereka hanya tersenyum Canggung. Al mengalihkan pandangannya kearah TV yang masih menyala. Cukup lama mereka terdiam hingga sebuah gerakan di sebelahnya membuat Al menoleh.

Mereka saling menatap dengan jarak yang dekat. Al tahu Q mulai gelisah dan tak nyaman entah apa yang ada di fikirannya. Namun Al hanya diam, ia tak mau memulai duluan.

"Aku merindukanmu Al, sangat merindukanmu. Biarkan begini dulu." Q memeluk Al dari samping. Kepalanya bersandar di bahu Al.

Q mulai mengeratkan pelukannya, dengan gemas ia menarik tubuh Al sampai di pangkuannya. Karena tak ada perlawanan, Q mulai berani menelusupkan kepalanya di sela sela leher Al. Wanita ini kini memiliki aroma yang berbeda. Bedak bayi dan minyak telon lebih mendominasi. Namun Q tak keberatan, ia lebih nyaman dengan aroma ini.

"Q...". Panggil Al lirih, ia tak tahu kenapa ia bisa  pasrah saat ini. Perlakuan ini terlalu ekstrim. Al belum siap ia merasa gugup dan malu.  Bukannya menjawab Q malah genjar menciumi leher dan cuping telinga Al.

"Q please... Berhenti...". Al merutuki suaranya yang mulai melemah. Sial ia bisa merasakan gairahnya melonjak naik. Ini harus berhenti, ia tak ingin ada penyesalan.

"Maaf Al maaf,, sial aku begitu merindukanmu hingga tak bisa menahan nafsuku". Q menatap Al dengan penuh penyesalan.

Al menatap mata Q, perlahan ia mengusap pipi lelaki itu. " Perlahan, kita mulai semua dengan perlahan Q. Kita mulai semua dari awal. Dari pertemanan dan setelah itu biarkan semua berjalan apa adanya". Q tak bisa menolaknya karena ia tahu sangat sulit meluluhkan hati Al.

Kini mereka hanya berpelukan sambil menautkan kedua tangan mereka.

____*****____

Al sedang memeriksa pembukuan usaha laundrynya. Agak heran saat ia melihat Tasya hanya diam tak secerewet biasanya.

"Kamu ada masalah?". Tanya Al singkat, namun hanya di balas dengan hembusan nafas.

"Ceritalah, kakak ada disini sebagai orang tua dan sahabatmu". Al menutup buku tersebut dan memfokuskan diri ke arah Tasya.

Letta yang masih sibuk dengan biskuit di kedua tangannya tak mau ambil pusing. Ia lebih menikmati rasa baru yang ia dapatkan saat mengigit sesuatu.

"Kak aku jatuh cinta pada dosen baru. Aku yakin kakak tahu. Orang yang ikut seminar itu. Yang jadi pembicara setelah kakak". Kalimat itu membuat Al agak terkejut. Dia tahu yang Tasya maksud adalah Q. Namun ia lebih baik diam dulu.

"Dia bagai tokoh Rama di pewayangan Ramayana kak. Namun sosoknya dingin dan tegas saat berhadapan dengan mahasiswi. Namun saat berinteraksi dengan mahasiswa ia lebih terlihat manusiawi dan hangat. Aku ingin mendekatinya namun aku takut di tolak". Tasya menghembuskan nafasnya lagi.

"Jangan jangan dia hombreng kak, yah kan sayang ganteng ganteng hombreng". Awalnya Al hanya tersenyum kecil namun saat mendengar kalimat itu. Mati Matian ia menahan tawanya. Q homo, darimananya orang dia masih suka ngusel ngusel Al kalau ketemu.

"Noh panjang umur yang kamu bicarain datang". Al menunjuk ke arah parkiran. Dimana Q datang sambil membawa beberapa bungkus pakaian kotor.

"Di baik baikin Sya kali aja dia bisa kepincut. Aku ke belakang dulu". Al dengan sigap melarikan diri. Ia tak mau ketemu Q dulu oleh karena itu ia menghindar.

Ia belum siap jika jantung berdebar kencang saat bertemu dengan Q.

_____*****_______

23032018
Billiz tima

Awas ada typo,😁

Can I Have It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang