Ketulusan

236 29 0
                                    

Sudah seminggu sejak Letta keluar dari rumah sakit. Keadaannya cukup baik dan semakin lincah. Walaupun berat badan menurun.

Al bersyukur karena Letta tak rewel dan mudah di bujuk untuk makan. Selama beberapa hari juga Al tak melihat Q di sekitarnya. Ia bisa bernafas lega walau dalam hati ada setitik rindu yang datang.

Al menatap gemas ke arah Letta, balita itu sibuk dengan boneka Winnie the Pooh. Jika di beri boneka lain ia akan melemparkannya. Namun jika boneka Winnie, Letta lebih suka menggigitnya.

Al menghela nafas panjang, ia harus mencari sosok ayah untuk Letta. Ia tak mau Letta kekurangan kasih sayang. Namun apa mungkin ada yang mau dengan wanita beranak satu.

Sekelebat bayangan tentang ia, Letta dan Q duduk bersama sambil tertawa membuat ia tertegun. Buru buru ia menghilangkan pemikiran tersebut.  Ia tak ingin mengingat lelaki itu.

Kekecewaan itu masih ada, kekecewaan atas ketulusan yang di sia-siakan. Al sadar ia banyak kekurangan. Ia tahu ia egois, namun ia tulus.

Letta mulai menangis rewel karena lapar. Al menggendong Letta dan membawanya ke dapur. Hari ini Al membuatkan Letta bubur Tim dengan hati ayam dan wortel.

Letta sudah tumbuh giginya dan ia mulai mengigit apa saja yang ada di tangannya.
Bel rumah berbunyi bertepatan dengan habisnya bubur Letta.

Dengan santai Al menggendong Letta sambil membukakan pintu. Usaha laundrynya yang semakin pesat membuat Al harus menyewa rumah dan membayar karyawan.

Kini ia di rumah sendiri, dan untuk Tasya ia memilih tidur di tempat usaha sekalian mengawasi karyawan yang ada.

Agak terkejut saat Al membuka pintu rumahnya. Di sana ada Q dan perempuan itu lagi. Perempuan yang sama waktu di kafe.

Al tahu hal ini akan terjadi, entah cepat atau lambat. Jadi tak ada gunanya menunda-nunda untuk berdamai dengan masalalunya.

Dengan sopan Al mempersilahkan mereka berdua untuk masuk. Dengan sopan ia pamit untuk membuatkan minuman.

Letta terlihat mulai mengantuk, dan ia menjadi agak rewel. Ia mengantar minuman tersebut kedepan.

"Tunggu sebentar, anak saya sedang rewel". Tanpa menunggu jawaban Al langsung meninggalkan tamunya.

Setelah agak lama Letta berhasil di tidurkan, namun entah mengapa ia tak mau lepas dari gendongan Al. Anak itu seakan tahu bahwa mama nya sedang butuh pegangan.

"Maaf terlalu lama, silahkan ada yang ingin di bicarakan?". Tanya Al sopan, karena untuk membentengi dirinya sendiri.

"Jangan terlalu formal kak, kenalkan namaku Siska. Adik tiri dari kak Q, aku disini ingin meluruskan jika kami ini saudara kak". Kata wanita cantik itu  sambil menatap Al.

"Ooh, tapi untuk apa di jelaskan. Bahkan saya dan kakak anda sudah tidak memiliki hubungan apapun?." Datar hanya itu yang ada dalam intonasi Al.

"Al please ku mohon dengarkan penjelasan ku. Maafkan aku Al, aku melakukannya karena ada alasan yang kuat". Al hanya mengangguk pelan. Namun tanpa mereka sadari Al memeluk erat Letta.

"Silahkan mungkin dengan begitu anda akan lega dan tidak menganggu saya lagi". Mendengar itu Q hanya bisa bernapas panjang.

Mengubah keputusan Alice adalah hal yang sulit. Jadi ia memilih untuk mengalah saat ini.

"Setelah kecelakaan itu aku bertemu dengan ayahku Al. Ia mengatakan segalanya,  bahwa aku anak dari hasil selingkuhannya. Saat itu dunia ku serasa runtuh. Apalagi selang sehari aku melihat sendiri orang tua Tito datang kerumahmu. Rasanya aku kalah telak.

Baik dari segi fisik maupun keluarga. Jujur mentalku down saat itu. Apalagi hasil pemeriksaan mengatakan bahwa syaraf kaki ku ada yang terjepit. Aku nggak sempurna Al. Aku cacat, rasa malu dan minder menderaku. Jadi keputuskan untuk pergi bersama ayah untuk berobat di Singapura.

Namun mereka berkata bahwa mungkin masa penyembuhanku akan memakan waktu yang lama. Saat kita bertemu terakhir di kafe itu aku membulatkan tekad untuk meninggalkanmu.". Hening tak ada suara baik dari Al ataupun Siska.

Al hanya terdiam memandang kosong kedepan. Batinnya menjerit sakit saat ia kembali diingatkan tentang perpisahan tersebut.

Namun tiba tiba Al tertawa agak kencang. Ia merasa bodoh meratapi kesalahan yang mungkin ia perbuat.

"Saya kira saya yang bodoh disini. Mengharap cinta dari orang yang meragukan saya. Bertahan dengan keyakinan bahwa cinta orang tersebut lebih besar dari rasa ragunya. Saya kira hanya saya yang tak jujur disini. Ternyata andapun menyimpan banyak kebohongan. Dan sekarang saya rasa kita impas. Dan saya lega ternyata kesakitan saya selama ini karena kebodohan saya". Al tersenyum kecut.

"Pergilah anda tahu letak pintu depan kan?". Usir Al secara halus. Namun dengan cepat Q memeluk Al. Memeluk kekasih hatinya. Sedangkan Al mencoba untuk tidak menangis.

"Maafkan aku Al, maafkan aku. Aku mohon jangan usir aku dari hidupmu. Tolong biarkan aku kembali." Al bisa merasakan bahwa Q menangis. Namun hatinya masih terasa sakit dan kecewa.

"Kau punya waktu selama 3tahun ini. Tapi baru sekarang kau kembali. Aku berusaha untuk kuat Q. Tapi batas ku sudah berakhir. Aku bukan lagi Al yang dulu, janji mu yang ku pegang ternyata kau ingkar. Aku kecewa padamu. Jadi ku mohon pergilah sebelum aku membencimu". Al mencoba melepaskan diri. Dan saat itulah Letta menangis.

Melihat kondisi yang tidak menguntungkan, Siska mengajak Q untuk keluar. Ia tak ingin semuanya tambah runyam.

Dan saat Al mengunci pintu ia menangis tanpa suara bersama Letta.

._______.

Gaje ya??? Mau gimana lagi kadang yang namanya ide nggak semulus jalan tol😂🙄😌😫

Billiz 040318

Can I Have It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang