Mischa menatap malas ke arah Al yang mulai merajuk. Sudah 6hari ini Al di rawat di rumah sakit. Ia baru akan keluar dua hari lagi. Tapi si pasien mulai bertingkah menyebalkan.
"Misch... Please help me.... Aku pengen pulang. Udah kangen ma baby Letta". Kini setelah Al tak berhasil membujuk Q. Ia membujuk Mischa. Karena ia tahu sahabatnya ini sangat tak bisa menolaknya.
Sementara itu Mischa hanya mendengus kesal. Ia merutuki dirinya sendiri karena begitu lemah dengan wajah Al yang memelas.
"Tapi aku nggak mau kena tonjok Q,Al. Kan kamu tahu itu orang udah sangar abis kayak macan sekarang. Kemana perginya si pendiam Q ku yang dulu". Keluh Mischa dengan nada manja.
"Tenang aku yang bakal tanggung jawab Misch. Kamu akan aman kalau sampai wajah tampan mu itu lecet akan ku bayar".
"Nggak usah bayar cin.. tapi ijinin ane ma Letta seharian penuh gimana?". Ini termasuk syarat berat. Ia tak biasa jauh dari Letta. Bahkan saat sakit pun ia memaksa Tasya untuk Video call setiap jam nya.
"Ok. Tapi harus sekarang aku keluarkan dari rumah sakit ini". Dan tentu itu disambut senyum bahagia dari Mischa.
Dan di sinilah tak sampai tiga jam Al sudah pulang kerumahnya. Sementara Q memang belum ia kabari. Ia sengaja tak menganggu aktivitas Q yang mulai padat mengajar dan seminar.
Ia juga tak ingin merepotkan Q, Karena selama ini Q selalu menungguinya. Sementara Letta di titipkan ke ibu Darmi. Hanya beliau yang dekat dengan Letta selain Al.
Dan besuk ia harus rela Letta bersama dengan Mischa seharian penuh. Ia merindukan Baby kecilnya. Namun ia juga belum yakin kalau Letta tak tertular. Walaupun kata dokter ia sudah aman hanya tinggal pemulihan. Tapi tetap saja rasa ragu itu ada.
Kini Al kini hampir terlelap saat sebuah kecupan mendarat di keningnya. Namun ia tak ambil pusing, ia hafal aroma ini. Walaupun bertahun-tahun berlalu namun aromanya masih sama.
Sebuah usapan lembut di dahinya menghantarkan ia ke alam mimpi yang sudah menanti.
____****_____
Al terbangun saat matahari telah terbenam. Ia tertidur cukup lama sepertinya, dan kini ia perlu mandi.
Perlu agak lama untuknya membersihkan diri. Namun ia merasa segar setelah mandi dan keramas. Rambutnya yang mulai memanjang terasa agak lepek.
Ia lalu berjalan ke arah dapur karena lapar. Namun pemandangan yang sedikit mengejutkan ia dapatkan. Disana Tasya memeluk Q erat. Dan sepertinya Q tak menolak walaupun tak membalas.
Ada seseorang yang mencubit hati Al hingga terasa amat nyeri. Namun ia juga sadar tak ada satu statuspun yang mengikatnya dengan Q. Jadi Q bebas menentukan pilihannya.
Dan jika memang Tasya yang beruntung ia akan rela. Toh Tasya memang lebih baik dari dirinya.
Al menutup pintu kamar dengan perlahan. Setitik air matanya mendesak keluar dan ia mencoba menahannya. Saat ini ia membutuhkan Letta untuk ia peluk. Namun tak ada yang bisa ia lakukan.
Dengan perlahan ia duduk bersandar di tembok sisi ranjangnya. Ia mulai memikirkan lagi akan kehadiran Ayah Letta dan suami di kehidupan mendatang.
Sepertinya itu pilihan yang buruk, jadi ia akan mempertimbangkan lagi.
Entah berapa lama ia terduduk dengan pandangan kosong. Ia tersadar saat seseorang membelai lembut pipinya. Saat ia mencari siapa yang menganggu lamunannya ia tersenyum kecil.
"Kenapa kau hobi sekali membuatku panik Al. Kau belum waktunya keluar rumah sakit, dan sekarang kau keramas. Ya Tuhan bagaimana kalau kau sakit lagi". Omelan Q membuat Al tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Have It?
RomansaTentang Alice, tentang hidupnya, tentang cinta,tentang perjuangan, tentang asa dan impian serta cita citanya. Kehilangan,memberi,menerima cinta. Yang minta sequel nya Me and My brothers. Entah kenapa punya Alice yang mau aku angkat. Untuk Alvin ma J...