Berubah

315 30 4
                                    


Sudah seminggu sejak kejadian di rumah Q waktu itu. Al merasakan perbedaannya, ponsel yang biasanya bising terlihat sepi. Dan kini ia  berada di rumah orang tuanya untuk menitipkan Letta.

Semua ternyata di luar rencana yang ia buat. Dan ia harus menata dari awal lagi. Bukankah ia pandai bersandiwara selama ini. Walaupun agak Sulit memang membohongi Moma nya. Selain karena sebagian ibu, Vio juga di beri kemampuan khusus.

Jadi ia berharap kali ini akan berhasil, ia sudah merencanakan ini jauh jauh hari.

Dan di sinilah ia berpamitan pada Moma nya untuk kebandaraan. Hanya sang ibu yang mengantar. Karena Binta sedang sibuk dengan Letta.

"Mom tolong jaga Letta ya, Al nggak lama kok cuma 3 hari". Al memeluk Vio dengan manja. " Tentu saja Moma akan jaga. Kamu juga hati hati disana. Sering sering kasih kabar. Dan itu si Q jangan di bohongi Mulu". Deg.. jantung Al berdegup kencang, ia hanya menutupinya dengan senyuman.

Ia terselamatkan saat pengumuman pemberangkatan disiarkan. Al kembali menghela nafas lega dan memeluk Vio erat.

Sementara itu keadaan Q bagitu kacau, ia bahkan terlihat kurus dan menyeramkan saat mengajar.

Ia tak bisa menghilangkan kata kata yang Al ucapan kemarin. Kata kata yang paling ia benci. Dan yang mengusik hatinya adalah dengan siapa Al melakukan hal  tersebut.

Al menatap rumah yang terlihat sepi selama beberapa hari ini. Lebih dari seminggu Rumah itu seperti kosong. Q sendiri tak bisa memungkiri jika ia tak bisa begitu saja melepaskan Al.

Ia marah tentu namun ia juga penasaran tentang  alasan Al melakukan itu.

Sebuah pergerakan membuat Q terkejut, Karena yang keluar dari rumah Al hanya Tasya.

"Permisi, Al ada di rumah?". Ia agak Canggung bercakap-cakap dengan gadis muda ini.  Tasya hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Kak Al ke rumah orangtuanya di Malang pak. Sudah sejak 3hari yang lalu". Jawaban dari Tasya membuat Q terkejut.

Apakah Al kembali melarikan diri darinya. Tanpa perduli dengan Tasya ia langsung menelfon Binta untuk mengkonfirmasi.

"Assalamualaikum om, saya mau tanya om. Al ada dirumah Malang om. Kok nomornya tidak aktif". Q agak meringis saat ia berbohong.

"Al sedang seminar di 3 kota Q, Jakarta Bandung dan Palangkaraya. Katanya cuma tiga hari. Tapi tadi sempat kasih kabar kalau mungkin bisa lebih". Jawaban dari Binta membuat Q agak bingung.

Ia merasa tak ada seminar antara kota di cabang seni tari. Kalaupun ada pasti ada pemberitahuan dari group WhatsApp dan email. Ia pun mengakhiri perbincangannya dengan Binta.

Saat ia akan pergi ia masih melihat Tasya yang sepertinya sedang menunggunya. "Kalau ada yang mau di sampaikan bilang saja". Kata Q datar, sungguh ia tak berniat berbicara dengan gadis ini.

"Kak Q ada yang harus kita bicarakan, tapi nggak di sini. Ini bukan soal aku kok, ini soal kak Al". Mendengar nama Al di sebut tentu Q langsung setuju.

_______****________

Akhirnya di sinilah mereka, di kedai kopi terdekat. Tasya sepertinya gugup, ia terlihat ragu ragu. Namun Q tetap diam dan menatap Tasya tajam.

"Kak...ehhhmmmmm... Duuhh... Hmmmm... Kakak ma kak Al pacaran?". Pertanyaan itu sukses membuat Q jengah. Ia malas menjawab sesuatu yang sudah ia jelaskan dulunya.

Saat Q akan beranjak Tasya buru buru mencegahnya. "Kak please dengerin dulu Napa, sewot amat. Aku tau kakak cintanya cuma sama kak Al. Tapi ada kejelasan nggak di hubungan kalian". Kini Tasya juga mulai emosi.

"Bukan urusan kamu, lagi pula kamu sudah tau kalau saya cinta hanya sama Al." Tegas Q dingin, sementara Tasya menghela nafas panjang. Ia mendadak migrain dengan sifat Q yang judes.

"Terserahlah kak, lagipula kalau kakak nggak sama kak Al pun aku nggak masalah. Jadi biar kak Al dapat orang yang bisa dengar penjelasan orang lain dulu". Tasya langsung beranjak dari kursinya.

"Siapa yang suruh kamu pergi?, Duduk!". Buuusseeet itu nada, sumpah bikin mati kutu. Dingin plus nyeremin.

Dengan terpaksa Tasya duduk lagi di tempatnya. Ia menghela nafas panjang, lalu menyusun kalimat.

Dalam hati ia heran kenapa bisa jatuh cinta sama model cowok nyeremin kayak gini. Dan lebih herannya lagi kakak tersayangnya Alice bisa cinta mati ma cowok satu ini.

"Kak Al berubah kak, menurut ku begitu. Kak Al berbeda dengan yang dua bulan lalu. Dua bulan ini kak Al sering uring-uringan dan melamun. Bahkan kadang menangis sendiri. Kadang ia pergi tiba tiba dan menitipkan Letta padaku atau Bu Darmi. Padahal aku tau kak Al nggak bisa pisah ma Letta". Tasya mencoba melihat reaksi yang muncul dari wajah Q.

Namun nihil, ia tetap saja mendapatkan wajah keras dan datar. Ia kemudian mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Ini aku hanya bisa mendapatkan sobekannya saja, tapi disini tertera nama kak Al dan nama rumah sakit. Bahkan selama ini kak Al paling benci rumah sakit". Tasya memberikan sebuah kertas yang Potongannya sudah tidak utuh lagi.

Q sendiri kaget saat melihat kertas tersebut, ia sangat hafal kalau ini  hasil tes darah yang dulu ia sering lakukan. Tapi kenapa Al harus tes darah. Dan dari tanggal surat tersebut baru satu bulan yang lalu.

Ada yang aneh disini, Q tahu ada yang Al sembunyikan. Dan dia akan mencari tahu kebenaranya, entah bagaimana caranya.

___****__

Al meringis pelan saat akan bangun dari tempat tidurnya. Ia memerlukan kamar mandi sekarang namun ia tak bisa bergerak secepat biasanya.

Selesai dengan kewajiban paginya, mata Al terpaku pada kalender di depannya. Hari ini genap 3 Minggu ia di sini. Sendirian tanpa ada yang tahu bahwa ia telah berjuang untuk hidup.

Hampir satu bulan ini ia menonaktifkan segala bentuk sosmed yang ia punya. Dan juga mengganti nomor teleponnya yang dulu. Namun ia terus memantau semua perkembangan keluarganya entah dari sosmed atau yang lainnya.

Ia merindukan Indonesia, ia lebih merindukan Letta, malaikatnya. Ia akan pulang nanti setelah yakin bahwa bekas jahitannya tidak mempengaruhi aktifitasnya.

Bukankah ia harus bersyukur Karena masih dapat mendeteksi dini kista ovarium yang ia derita. Walaupun resikonya lumayan besar. Ia masih bersyukur dokter tidak mengangkat rahimnya.

Walaupun ia merasa cacat sekarang, tapi semua akan baik-baik saja. Ia hanya perlu diam. Dan semua akan membaik.

Waktu bergulir amat lambat, akhirnya ia bisa pulang hari ini. Lama lama di negri orang membuatnya cepat bosan. Walaupun jarak yang  di tempuh tak begitu jauh.

Ia sampai di Bandara Abdul Rahman Saleh sore hari setelah ia transit dari Jakarta. Ia sangat lelah sekarang. Yang ia perlukan hanya memeluk Letta. Ia sudah merindukan putri kecilnya.

Tapi sepertinya ia harus rela agak lama untuk sampai rumah karena jalanan macet. Butuh waktu dua  jam untuk sampai ke rumah orangtuanya.

Ternyata semua orang sedang berkumpul di sini. Namun ada yang berbeda dari tatapan mata keluarganya. Semua terkesan dingin dan datar. Bahkan Jeje yang bisanya cerewet pun ikut diam.

Al sadar satu hal, ada yang berubah di sini. Dan sepertinya ia merasa ketakutan.

____****_____

20042018
Billiz balik dengan cerita gaje lagi hhhe... Awas typo ya😁😁

Can I Have It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang