Family

319 36 9
                                    


Al menunduk dalam, semua orang menatapnya tajam. Jantungnya sudah berdegup kencang dari tadi. Ia menunggu siapa yang akan menghakiminya terlebih dahulu.

"Kamu paham kesalahan kamu Al?". Akhirnya Binta angkat suara, masih terdengar datar. Al hanya bisa mengangguk pelan. "Sebutkan!". Tegas Binta sambil menatap anak kesayangannya.

"Al berbohong tentang jadwal kepulangan Al dari seminar". Jawab Al pelan, ia mencoba untuk tetap tegar dan tidak menangis.

"Ayah yakin tak hanya itu kan Al?". Pertanyaan itu sarat akan ejekan. Dan itu sangat membuat Al merasa bersalah.

"Yah bolehkah Al tak menceritakannya? Al mohon...." Pinta Al dengan suara pelan.

"Apa susahnya Al menceritakan semuanya kepada kami. Apa susahnya membicarakan masalahmu dengan kami. Kau anggap kami ini apa. Kenapa harus dari orang lain kami tahu kau di rawat di Singapore". Kini Alvin tak bisa menahan amarahnya.

Ia menyayangkan sifat kembarannya yang tak jujur selama ini. Ia sangat marah karena tahu dari Q. Itu pun mereka kehilangan jejak di Singapura.

Al hanya bisa menangis dalam diam. Ada alasan kenapa ia tak berbagi dengan keluarganya.

"Jujurlah kak, kami selama ini cemas menunggu mu. Bahkan kak Alvin saja bisa merasakan kesakitan mu". Kini Jeje yang angkat bicara.

"Aku... Aku tak mau kalian Melihat sisi lemah ku. Aku tak mau kalian sedih, aku tak mau melihat wajah kalian khawatir".

"Alasan apa itu Al!!!!!..... Selama ini kami kau anggap apa? Kami keluarga mu tempat mu bersandar. Tempat kamu berkeluh kesah. Kalau kamu memang bisa menanggung semuanya sendirian pergilah dari sini". Ucapan Alvin membuat Semua orang terkejut.

Dan Al tak menyangka kalau belahan jiwanya mengatakan hal itu. Rasa sakit langsung menusukkan ke hati Al. Semarah itu kah Alvin padanya. Orang yang paling ia percayai mungkin benar benar kecewa.

Al tahu ia salah, tapi jika begini jadinya mungkin lebih baik ia tak melakukan operasi itu. Lebih baik ia diam sampai vonis menakutkan itu benar benar terjadi.

"Al tahu Al salah, Al egois karena tak mengatakan sebenarnya. Tapi apa Abang tahu kalau Al nggak ingin melihat orang yang Al sayang sedih. Al tahu bagaimana tersiksanya kita menunggu orang yang kita cintai masuk ruang operasi. Bagaimana rasanya melihatnya terbaring lemah tanpa daya. Al tahu dan Al tak ingin kalian mengalaminya lagi". Ucapan itu begitu lirih sebelum ia perlahan berjalan keluar dari rumah itu.

Tak ada yang mencegahnya, Al tak tahu jika begini jadinya. Ia hanya ingin pulang dan melihat senyum mereka itu saja sudah cukup. Apalagi ia tak yakin apakah ia masih normal atau cacat.

Tepat di sampai di depan pagar ia merasa ada yang memeluknya erat. Dekapan hangat seorang ibu membuatnya luruh. Ia menangis sejadi-jadinya.

"Al anak Moma, anak yang kuat. Jangan pergi nak.. Moma sama siapa sayang.. Maafkan mereka, mereka sedang marah. Mereka khawatir Al sama kamu". Vio mencoba meraih tubuh anak perempuannya.

Tadi ia bisa merasakan sedikit kilasan masa lalu Al. Ia melihat wajah pucat anak gadisnya. Kini Vio paham kenapa Al menyembunyikan segalanya. Ia yang hanya sekilas saja panik luar biasa. Apalagi dua lelaki posesif itu. Al yakin Mereka akan gila.

" Mom Al nggak akan pergi kok, Al hanya mau menginap di rumah paman Natan. Biar mereka tenang dulu Mom. Al janji Al akan pulang". Al mencoba membujuk ibunya. Namun Vio tetap menggelengkan kepalanya. Firasatnya tak tenang akan hal ini.

"Nggak Al, kita masuk kedalam sekarang. Badan kamu anget banget, ayo Al Moma akan di samping kamu". Vio masih mencoba membujuk Al untuk masuk.

Sedikit paksaan Al akhirnya masuk ke dalam rumah. Ia merasa lemas dan gemetar, ia lupa makan saking senangnya mau pulang. Al tak ingin menambah kekhawatiran Vio. Ia pun melangkah menuju ke kamarnya tanpa menoleh ke arah ruang tamu.

Sampai di kamar ia langsung merebahkan diri ke ranjang dan berusaha untuk tidur. Sakit kepala dan lemasnya tubuh memaksanya untuk menutup matanya.
Ia ingin istirahat dan besuk ia memeluk Letta kembali.

_____****_______

Al terbangun saat sengatan rasa sakit terasa di tangannya. Saat ia terbangun ia melihat dokter pribadi keluarganya tersenyum menenangkan. "Dasar anak nakal, gara gara kau tengah malam aku harus buru-buru kemari. Jika kau sakit katakanlah nak, kau membuat seluruh keluargamu kebakaran jenggot". Dokter tua itu memeriksa suhu badan Al dengan seksama.

"Ini jam berapa Om?". Tanya Al lemah.
"Baru jam 8 pagi, semalam kau panas tinggi. Dan Binta langsung menarikku dari kasur empuk ku". Curhat sang dokter sambil tersenyum masam.

"Mungkin kecapekan Om, terimakasih banyak om udah mau di repot kan". Al tersenyum lemah. Saat ini badannya masih lemas. Baru ia akan memejamkan mata suara pintu membuatnya kembali menoleh.

Q berjalan ke arah mereka dengan nampan di tangannya. Al tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia begitu merindukan pria yang tersenyum lembut kearahnya. Namun ia tahu semuanya  tak akan sama lagi.

"Kau sudah baikan Al?. Sepertinya wajah mu tak sepucat semalam. Kau mau makan?". Entah mengapa Q menjadi lebih cerewet dari biasanya.

Al hanya menggeleng pelan, keluarganya memang berlebihan. Ia hanya demam biasa tapi harus pakai infus segala. Al menutup matanya dengan tangan kanannya yang bebas. Tubuhnya masih sangat lemas dan ringan.

Al merasakan sebuah kecupan hangat di telapak tangan kanannya. "Jangan pendam sendiri Aii. Aku ada di sini, disini tempat kamu pulang selain keluarga kamu Al. Aku mencintaimu, jangan membuat ku khawatir lagi". Q menggenggam tangan Al erat.

"Kita akan menikah dua Minggu lagi jika kau sudah baikan. Semua sudah siap Al bahkan undanganpun sudah tersebar". Kata kata itu membuat Al shock berat. Saat akan mendebat Q tak memberikannya kesempatan.

"Om Binta sama Moma sudah setuju, gaun pengantin menunggu kamu sehat dan tentunya aku tak mau kehilangan kamu lagi. Terlalu lama aku menunggu dan terlalu lama aku menundanya. Seharusnya saat Om Binta meminta kita menikah. Kita tak perlu menundanya". Mendengar itu membuat Al semakin pusing. Sebenarnya apa yang direncanakan Binta dan keluarganya.

_______******______

Selamat hari raya Idul Fitri.. mohon maaf lahir dan batin.

Billiz benar benar minta maaf karena molornya penulisan karya karya Billiz. Banyak hal yang membuat Billiz nggak bisa update secara rajin hhha.. 

17062018

Can I Have It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang