2. Amrina aja terus sampai mampus, bosen.

1.1K 65 0
                                    


“Amrina jadi tanggung jawabmu juga.” Bahasanya membuat Ilyas makin sesak.
“Ya jelas dong….” Ilyas menggantungkan ucapannya, MamahPapah tersenyum berharap.
“Jelas nggak mau.” tambah Ilyas lalu bangkit. Amrina aja terus sampai mampus, bosen.

*&*&*&*&*&*&*&*

  Ilyas meneguk air minum yang baru saja dia ambil, semalam suntuk Ilyas tak bisa tidur, karna saking kesalnya, maka dia bermain drum usai Isya sampai jam menunjukkan jam 11 malam, jelas Ilyas masih mengantuk, tapi pasti ada penghalang untuk tidur lagi.
“Ilyas, sudah sholat Subuh?” Tanya Mamahnya Ilyas.
Ilyas hanya mengangguk lalu membalikkan badan, malas bicara.
“Ilyas, Mamah tau kamu masih marah. Tapi, keputusan itu nggak bisa diubah, keluarga A berarti banget buat kita, dari dulu, dari awal kita kenal.” Mamahnya menatap Ilyas penuh harap, Ilyas hanya mendengus.
“Yaudah, nanti juga mau nggak mau kamu bakal ngelakuin apa yang kita mau. Sekarang kamu beresin ruang music kamu, semalem kamu belum beresin lagi, apa apaan itu drum sampe pindah tempat, sampah dimana mana, ih cepet beresin!” Mamah mendadak cerewet seketika, Ilyas mendengus lalu mengangguk, lagi.

  Benar kata Mamahnya, ruang music ini tak layak disebut ruang music, efek dari kekesalan Ilyas soal Amrina kemarin, dengan tulus Ilyas mengangkut drum dan menyapu bahkan mengepel ruang music, membuat ia tak punya waktu untuk tidur lagi.
“Ilyas, HP kamu nih bunyi. Mamah sampe kaget denger nada teleponnya,” kesal Mamah Ilyas usai lari lalu memberikan HP kepada anak sematawayangnya. Ilyas baru ingat, ia belum mengganti nada teleponnya usai menjahili Reyhan, nada teleponnya kan masih suara kunti.
Woy!” suara Rey, ternyata sudah diangkat.
“Hm?” Ilyas hanya bergumam.
“Sok kalem, biasanya marawisan di tengah jalan,” ucap Rey sok tau.
“Iye ape?” sahut Ilyas, menurutnya dia terlalu sok bisa bahasa betawi.
“Ane, Rian, Ares, mau kerumah ente,” kata Reyhan, membuat mood Ilyas mendadak naik.
“Yes! Bagus bagus sini, ane beresin ruang music buat kalian,” kata Ilyas penuh semangat.
“Okey, siap siap deh,” kata Rey, mendadak Ilyas ingat kebiasaan Rey.
“Ente nggak jalan sama Hana?” ucap Ilyas mengingat Rey punya rutinitas bareng sahabat kecilnya itu.
“Lagi selek, nanti ane cerita.” suara Rey mendadak lesu.
“Okay, cepetan woy cepetan! Ane nggak sabar nunggu kalian, dan akhirnya ente bisa kumpul juga sekarang, secara ente ‘kan susah banget kalau kumpul minggu minggu begini, pasti jalan bareng Hana. Bah, ane nggak sabar deh nunggu kalian…” ucapan Ilyas dipotong oleh Rey.
“pantesan mereka pada males nelepon ente. Kalo ditelepon nyerocos terus ngabisin pulsa.” Ilyas baru ingat, kalau Rey sangat sayang pada pulsanya.

Rey memutuskan sambungan telepon secara sepihak, Ilyas tersenyum. Dia sadar, untuk ukuran cowok, dia terlalu seperti penjual ikan asin di pasar, bahkan lebih dari itu. Tanpa berniat memikirkannya lagi Ilyas kembali membereskan ruang musiknya, menyambut teman teman terbaiknya, bahkan dengan hal kecil yang mereka lakukan, bisa membuat mood Ilyas membaik, semoga saja selalu membaik. Usai membereskan ruangan music Ilyas menghela napas saat Papah memanggilnya, apa lagi, sih?.
“Ilyas, tolong antarkan ini ke rumah pak Joko, sama pak Doni. Sekalian titip ini ke rumahnya pak Ayyub, itu loh, Abinya Amrina. Tolong ya, kalau kamu nggak mau, nggak akan papah sponsorin lagu kamu lagi, nih,” Ucap Papahnya, emangnya tukang pos?.

*&*&*&*&*&*&*&*

Amrina sudah siap dengan pakaian dan kebutuhannya, dia harus cepat. Semalam, saat kak Asmira datang, disambut dengan isakan dan curhatan Amrina semalam suntuk, saking kesalnya, maka dia memaksa kak Amrina untuk mendengarkannya lagi usai isya sampai jam menunjukkan jam 11 malam, jelas Amrina masih mengantuk, tapi dia harus cepat cepat pergi kesana.
“Amrina, kamu nggak sarapan dulu?” Tanya Abi, Amrina hanya mengangguk lalu ikut makan, tanpa suara, dia masih kesal.
“Mau kemana kamu?” Tanya Ummi, Amrina hanya mengangkat bahu, malas menjawab.
Amrina khusyuk menikmati roti yang dia buat, dengan mantap dia beranjak dari meja makan.
“Amrin mau ke toko buku dulu. Butuh penenang. Assalamualaikum.” pamit Amrina, yang sebelumnya menekan kata ‘penenang’. Amrina tak sepenuhnya bohong, dia memang benar akan pergi ke toko buku, usai dari SMAN 3.

TamengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang