12. Malam yang dingin, dan keluarga A yang hangat.

601 40 0
                                    

Amrina dikejutkan oleh kedatangan AmirAmirah yang kusut itu, dengan senyum bahagia, Amrina berucap, “aku kira kalian nggak kesini.”
Lalu kedua adik kembarnya itu hanya bergumam aneh, melihat itu Amrina malah mengambil tempat duduk, lalu bercerita panjang lebar pada kedua adiknya itu. mendengar celotehan kakaknya pahit manis di Al-Amanah, Amir tersenyum, lalu berucap, “perkataan aku terbukti.”

Acara nostalgia dan curhat itu terhenti saat Mamah datang mencari Amrina, dengan senyum dan sapaan yang sopan, Amrina menyambut Mamah.
“Nih, kakakmu mau bicara.” Mamah menyerahkan telepon pada Amrina. Dengan girang dia menekan nomor yang ingin ditujunya, Asmira.
“Assalamualaikum.” Amrina member salam.
“Waalaikumussalam. Kaifa haluki anti?” tanya Asmira sambil terkekeh.
“Alhamdulillah bikhoir, wa anti?” tanya Amrina balik.
“same with you, babe,” kekeh Asmira.
“Kak Asmira jarang ngehubungin aku, aku punya banyak cerita,” rengek Amrina.
“Oh iya? Apa aja? Bisa dong certain ke aku,” ucap Asmira.
“Bisa banget,” seru Amrina heboh, lalu berceloteh ria dengan kakaknya itu.

Celotehan Ihsan membuat Ilyas ternganga, tak percaya. Se cepat itu?
“Jadi gimana rencana ane? Ente liburan sama Amrina nggak?” tanya Ihsan pada Ilyas.
“Enggak, lagian katanya Amrina bakal ke Kairo.” Ilyas mengingat sesuatu yang diterangkan oleh Papahnya barusan.
“Berarti ane pake rencana awal,” gumam Ihsan.
“Terserah ente, tepi pastikan nggak ketauan Riayah. Kalau ketauan, kena sidang atau skors itu bahaya,” peringat Ilyas, biar keliatan macho.
“Elah cuman gitu doang, kalem aja,” jawab Ihsan santai, malah lebih macho dari Ilyas.
“Tapi nanti harga diri dia turun di depan senior dan Ustadz Ustadzah, jaddah!” pekik Ilyas kalap, ini reflex.
“Katanya ente serahin semuanya ke ane?” tanya Ihsan penuh selidik.

“Serahin semua ke aku, Amrina,” ucap Asmira. Barusan usai acara curhat curhatan, Asmira member tahu kalau UmmiAbinya sudah berangkat menuju Kairo, yang Amrina khawatirkan adalah tiket pesawatnya.
“Nanti pak Anto nemenin kalian kok, nggak mungkin kalian sendirian kesana,” tambah Asmira.
“Okay deh, kita kesana,” jawab Amrina.
Lalu setelah lama membahas keberangkatan Amrina dan adik kembarnya itu ke Kairo, telepon pun berhenti.

Mamah mengajaknya bersiap untuk pulang ke rumah Ilyas, ya rumah Ilyas, rumah Amrina sudah dikunci dan pekerjanya libur semua, kecuali pak Anto yang ikut ke rumah Ilyas. Rencananya keberangkatan ke sana itu besok pagi.
“Kakak jutek,” panggil Amir, mulai ‘kan songongnya.
“Adek curut,” sahut Amrina.
“Aku serius, kak,” rengek Amir.
“Iye, apa?” tanya Amrina.
“Cara tembak cewek gimana?” tanya Amir.
“Kenapa nggak datengin keluarganya aja? Bilang ‘dianya jangan djodohin sama orang lain’, gitu,” timpal Amirah.
“Iya tuh gentle,” tanggap Amrina.
Amir terdiam, sarannya harus banget gitu, itu ‘kan butuh nyali yang kuat banget.

“Kalau dianya nggak suka gimana?” tanya Amir.
“Ya itu…” ucap Amrina menggantung.
“Deritamu,” tambah Amirah.
Amrina, Amirah, bahkan pak Anto yang sedang menyupir saja tertawa terbahak menertawakan Amir yang notabenya lagi jatuh cinta.

Lalu tiba tiba Amir terduduk tegak, menepuk kakaknya heboh.
“Apaan sih?” gerutu Amrina, risih.
“Amirah ditembak sama cowok yang pinter, ditolak coba, padahal Amirah sering banget minta ajarin atau malah minta contekan,” kata Amir.
“Iya coba kak, dia nembak aku, ternyata alasan ngasih contekan plus ngajarinnya itu karna dia suka sama aku,” tambah Amirah.
“Kenapa di tolak?” tanya Amrina.
“Suaranya jelek,” jawab AmirAmirah berbarengan, Amrina terperangah.
“Cuman itu?” tanya Amrina.
“Iya, lebay banget ya,” timpal Amir.
“Emangnya suara kamu bagus?” tanya Amrina.
Amirah memberenggut, sementara yang lainnya tertawa, lalu terjadilah acara saling bully membully diantara mereka. Pak Anto tersenyum penuh haru, semoga aja pas semua terungkap mereka masih kayak gini.

Malam yang dingin dihangatkan oleh tawa dari anak anak keluarga A membuat rumah keluarga I mendadak menjadi ramai, pasalnya hanya Ilyas yang selalu heboh, tapi kehebohan Ilyas dikalahkan oleh tawa anak keluarga A.
“Papah mau beli bekal kalian buat besok, kalian mau nitip apa buat dimakan malam ini?” tanya Papah.
“Cheese cake tiga,” pesan Amir.
Papah memberikan symbol okay pada mereka bertiga, lalu merangkul Mamah keluar rumah, mau beli makanan atau nge date tuh?

MamahPapah berlaku baik ke mereka, membuat mereka nyaman seperti dirumah sendiri, terutama Amrina, tak seburuk yang ia kira.
“Ke taman belakang, ada yang nyariin.” Ilyas menarik paksa Amrina, membuat adik kembarnya itu kesal, dengan cengiran permohonan maaf pada si kembar Ilyas menggusur Amrina ke taman belakang.
“Will you be mine? Ana tuhibbuka,” ucap lelaki itu.
“Ka… kamu….” Amrina tak bisa melanjutkan kata katanya.
Matanya menelusuri dekorasiannya, dengan badut conan dan suasana conan tercipta, dia mengatakan itu pada Amrina.
“Ana tuhibbuka,” ulangnya.

AmirAmirah mengintip dibalik pintu, romantic juga, Amir jadi puny aide untuk menembak seseorang, pujaan hati Amir yang kece.

*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*&*

Udag aja sampai sini dulu. Siapa coba yang nembak Asya? Ilyas atau Ihsan?

Buat yang nunggu Oublier, entar ya, lagi ngetik wkwk.

Happy reading, jangan lupa voument.

Regrads, TulisanKeju.

759 Words.

Jangan lupa baca:
1.Rainy.
2. I and A.
3. Oublier.
4. Kumpulan Cerpen.

TamengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang