22.Amrina benci Ilyas.

567 38 0
                                    



Ilyas malah berjingkrak senang karna Amrina memanggilnya, saking senangnya, dengan baju yang serapih mungkin dan parfum yang se wangi mungkin, dia berjalan menuju gedung Mahrom dengan senang, setelah mendekati gedung Mahrom Ilyas mulai memasang wajah cuek.

"Boleh minta tolong enggak?" tanya Amrina setelah Ilyas duduk di bangku sebelah tanpa memandang Amrina.

"Tolong apa?" tanya Ilyas tak acuh.

"Beliin bakso di kantin ikhwan empat bungkus, eh Ummi mau enggak?" tanya Amrina menatap seseorang yang giliran hari ini menjaga gedung mahrom, Ummi Maya.

"Enggak, Rin. Biar kamu sama temen-temen kamu yang ngidam aja," kekeh Ummi Maya.

Selanjutnya Ilyas pamit ke kantin membelikan empat bakso untuk Amrina dan kawan-kawan, dan empat bakso lagi untuk Ilyas dan kawan-kawan, karna Ilyas juga mau. Kalau bisa pesen sih, Ilyas mau bakso rasa enggak jadi sayang Amrina, tapi kata ibu penjual baksonya enggak bisa. Ternyata, se ngeselin apapun Amrina, Ilyas tetep sayang.

Benar benar malapetaka.

Malapetaka kalau Ilyas tanpa Amrina.

Sekembalinya Ilyas dari kantin, dengan delapan bungkus bakso enak itu terjadilah awkard moment yang terbentuk.

"Makasih," ucap Amrina.

Ilyas hanya mengangguk.

"Yas, kamu berhasil." Amrina tiba-tiba teringat sebuah niat awal dia memanggil Ilyas, terlebih dari acara ngidam bakso.

"Berhasil?" ulang Ilyas tak paham.

"Berhasil buat aku menderita kemarin, berhasil buat aku nangis bulan kemarin, berhasil buat aku down kemarin, berhasil ngaduin semuanya ke Ummi Maya kemarin, kamu berhasil, Yas. Aku down banget kemarin, aku kacau, untung aku punya Hana, Marwa sama Intan. Kalau enggak, kamu pasti seneng banget." Amrina tersenyum kecut.

"Bukannya ane udah minta maaf waktu itu? dan ente samasekali enggak permasalahin itu, malah ente bilang enggak apa apa," tanya Ilyas, rahangnya mengeras. Diam-diam Ummi Maya menguping pembicaraan.

"Kamu enggak sadar kalau ucapan aku itu sebuah sindiran?" tanya Amrina sarkastik.

"Tapi nothing problem kemarin, kenapa malah ente ungkit ungkit lagi?" kesal Ilyas.

"Selamat ya, kamu berhasil. Abi aku udah enggak ada, tapi Abi bilang, dia bakal terus jagain aku dari jauh. Abi bilang, aku bakal nemuin orang yang bakal ngejalanin tugas Abi dengan baik. So, kamu enggak mungkin bisa bikin aku down lagi," ujar Amrina dengan suara bergetar, tanpa Ilyas tau, Amrina ingin menghilangkan sesuatu yang ada di otaknya.

"Jangan bilang ente masih suka sama Ihsan?" tanya Ilyas.

Ummi Maya paham, ini masalah mereka, maka dia keluar membiarkan mereka menyelesaikan masalahnya, tapi memantau dari luar.

"Ihsan udah ketemu mantannya, aku ternyata cuman pelariannya untuk sementara, aku cuman tempat singgah dia, dia udah nemuin tempat dia tinggal, tapi itu bukan aku. Dan aku paham, bukan Ihsan tamengnya." Air mata Amrina jatuh, bukannya dia tak terima, tapi ada hal lain yang dia sesali, yaitu, kenapa harus orang sebaik Ihsan yang menjadikannya pelarian?

"Jangan nangis, Rin. Plis ane enggak bisa liat ente nangis." Ilyas gelisah mendengar isak tangis Amrina.

"Bukannya seneng?" tanya Amrina sarkastik.

"Seneng apanya? Ane enggak bisa liat ente nangis, Rin. Sesek dada ane, ente tau enggak selama acara cambuk itu berlangsung ane kemana? Ane pergi dari kerumunan itu, ane enggak bisa liat ente disakitin, dada ane sesek, Rin. Amrina, Allah udah nyadarin ane, selama ini ane egois, ane enggak bisa jaga amanah dari MamahPapah buat jagain ente, maafin ane," ujar Ilyas kalap.

TamengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang