Amrina membuka pintu kamarnya, bibirnya melengkung ke atas, tersenyum bahagia. kakaknya, Asmira benar benar datang hari ini. Ia langsung berhambur memeluk kakaknya itu,
"Aku kangen," ucap Amrina.
"Aku juga," jawab kakaknya. Setelah itu Amrina mengajak Asmira masuk ke asramanya.
"Amrin, ini cupcake dari Ummi," ucap Asmira sambil meletakkan banyak cupcake di meja belajar Amrina. Tiba tiba Amrina memberenggut.
"Kenapa cuman kak Asmir doang yang kesini?" tanya Amrina.
"Semuanya sibuk," jawab kak Asmira sambil melihat sekeliling.
"Sibuk? Cuman kakak doang nih yang nggak?" tanya Amrina tak percaya.
Mendadak Asmira terpaku, tak tega mendengar ucapan adiknya itu, maksud Asmira bukan seperti itu, tapi hal lain yang tak Amrina dan dua kembar tau.
"Kak Asmir kok diam aja?" tanya Amrina.
"Aku sekalian mau ke Jiddah lagi," ucap Asmira.
"Jiddah? Oh gitu." Amrina sengaja mengeluarkan nada kecewanya.
Melihat jam tangan, Asmira menghela napas, ini waktunya.
"Amrina, kakak harus pergi," sesal Asmira. Mata Amrina membelalak, secepat ini, sepuluh menit?
"Aku ikut kakak ke parkiran," putus Amrina, membuat mau tak mau Asmira menurutinya.
Selama jalan menuju parkiran, baik Amrina maupun Asmira tak ada yang ingin memulai pembicaraan. Pikiran mereka kalut.
"Amrin, maafin kakak ya. Duh jadi awkard banget, kakak takut apa yang kakak ucapin ngehancurin mood kamu," ucap Asmira sebelum masuk mobil. Amrina menggerutu, bahkan dari gerak geriknya saja sudah membuat mood Amrina hancur, sejak kapan kakak kesayangannya itu jago menghancurkan moodnya?
"Iya nggak apa-apa. Hati hati, Kak." Amrina berusaha memasang senyum manis, walaupun matanya agak berkaca-kaca.
"Assalamualaikum." Pamit Asmira.
Mobil kakaknya itu pun melaju, dan tes tes, ah kenapa sih nggak bisa nahan air mata gini? Asmira benci keadaan ini.
Dengan gontai Amrina pun berjalan kembali ke daerah Akhwat, kalau dilihat dari sisi positifnya sih, Amrina jadi tau gerbang keluar yang dijaga ketat oleh lima satpam. Daerah gabungan ini juga bisa jadi tempat cuci mata, tapi Amirna nggak mikir kesitu, Amrina cuman mau dirumah. Langkahnya terhenti saat melihat gedung putih di depannya, kini Amrina punya tempat pelarian terbaik se Al-Amanah, perpustakaan. Langkah Amrina semangat menuju gedung putih itu, yah walaupun masih ada tetes air mata karna ditinggal kakaknya tadi.
Amrina punya alasan tinggal, yaitu perpustakaan.
Amrina dikagetkan oleh ibu-ibu yang berkacamata dibalik computer itu, melihat ekspresi kaget Amrina, ibu-ibu itu menyengir kuda.
"Ahlan wa sahlan. Ana Maya, anti bisa panggil ana Ummi Maya. Berungtung hari ini jadwal Akhwat berkunjung kesini," sapa ibu itu, Ummi Maya.
"Ahlan... bik, Ummi," jawab Amrina gugup. Setidaknya sapaan ahlan wa sahlan sudah diajarkan Jiddah dulu.
"Tunggu, kamu santri baru? Mau membuat kartu member perpustakaan?" tanya Ummi Maya.
"Iya Ummi, aku santri baru," jawab Amrina.
"Mau membuat kartu member?" tanya Ummi Maya lagi.
"Mau," jawab Amrina. Ummi Maya tersenyum simpul, lalu menyodorkan selembar data untuk diisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tameng
Spiritualité13 January 2017 (CERITA INI JUGA TERSEDIA DI AKUN GWP RESMI PUNYA KEJU) Bagi A, seorang I adalah orang yang selalu bahagia diatas penderitaannya. Bagi I, seorang A adalah orang yang selalu menganggu ketenangannya. Apalagi MamahPapah I malah menitipk...