10. Perang dingin

637 47 0
                                    


Hana terlalu ingin tau urusan Amrina, seperti penguntit yang membuat Amrina risih, banyak tanya dan menyebalkan, itulah yang Amrina katakan kemarin pada Hana, alhasil hal itu membuat teman satu asramanya malah menyindirnya selama seminggu, hal ini membuat Amrina jengah, kenapa semua se drama ini? Amirna muak.
“Amrina,” panggil Marwa dingin.
“Iye,” sahut Amrina tak kalah dingin.
“Hana salah apa sama kamu?” tanya Intan.
“Nggak salah,” jawab Amrina kalem.
“Terus kenapa kamu malah bilang gitu? Hana perduli sama kamu, dia pengen ngerangkul kamu,” jelas Marwa.
“Aku lagi nggak suka aja digituin, lagi mau sendiri,” jawab Amrina.
“Hidup lo tuh nggak bisa sendiri!” pekik Marwa.
“bahasa,” peringat Amrina.
“Kamu tau nggak sih, muka kusut kamu.”
“Tangisan kamu.”
“Sikap cuek kamu.”
“Awalnya kita pengen ngerangkul kamu.”
“Tapi kamu egois, mikirin diri sendiri, cuman pulang yang kamu inget.”
“Kamu nggak liat kita.”
Unek unek teman satu asramanya keluar untuk Amrina sore itu.

“Kalian nggak tau, gimana rasanya aku yang dipaksa sama UmmiAbi, aku yang ditolak di SMA impian, aku yang introvert dan takut sama hal baru harus tinggal disini, aku nggak bisa dong terima gitu aja! Kalian nggak paham dan malah mau ngerecokin aku. UmmiAbi jadi jarang kesini, kalian yang ditengok terus. Nggak ada yang berpihak sama aku.” Amrina menangis sejadi jadinya mengeluarkan isi hatinya yang selama ini dia pendam. Lalu teman satu asramanya tak ada yang berani menjawab, Amrina nangis lagi.

Teman satu asramanya kesal pada Amrina yang makin kesini malah makin susah didekati, dia selalu menyendiri, menangis, membaca buku, tanpa berbicara dengan mereka (kecuali darurat), dan lagi-lagi mereka kesal, Amrina malah mengeluhkan hal yang seharusnya tidak perlu lagi, masih tentang rasa tidak betahnya Amrina ‘kan? Kenapa tidak pergi saja sekalian. Ayolah, teman-temannya itu sangat kesal pada sikap egois Amrina, kapan dong Amrina betahnya?

*&*&*&*&*&*&*&*

Kalau boleh jujur Amrina lelah sama perang dingin itu, amrina tak nyaman saat berada dikamar. Memang Amrina yang salah, terlalu tertutup, tapi teman satu asramanya juga tak mau paham keadaan Amrina.
“Amrina kenapa murung terus?” tanya Ummi Maya, (kalau kalian kepo kayak Hana) sekarang Amrina sedang ada di perpustakaan.
“Ummi, pernah enggak perang dingin sama temen satu asrama?” tanya Amrina tiba tiba.
“Oh, perang dingin. Itu biasa sayang, diantara kalian harus ada yang memulai buat minta maaf dan terbuka. Emang susah sih, tapi seengkanya kamu coba dulu. Inget sayang, minta maaf yang tulus.”

“ Nggak usah cari siapa yang salah dan siapa yang benar. Tapi yang kita pikirkan adalah bagaimana caranya pertemanan asrama itu terjalin baik, temen se asrama adalah temen terbaik, jangan kamu sia siain.” Ummi Maya member nasihat yang cukup mengena pada hati Amrina.
“Makasih, Ummi.” Amrina tersenyum, tanda terimakasih.

Mungkin ini waktunya Amrina untuk membuka hatu buat Hana, Marwa, dan Intan. Kalau dipikir sih, Hana enggak salah. Mungkin benar, Amrina terlalu egois dan memikirkan diri sendiri. Tapi kalau teman satu asramanya tidak memafkannya bagaimana? Iya sih, seharusnya Amrina menerima takdir, seharusnya Amrina tak secengeng itu, seharusnya Amrina tak se egois itu, dan masih banyak kata seharusnya. Benar kata Amir, kalau Amrina takkan tahan disini dengan sikap waspada dan tertutupnya. Amrina harus minta maaf.

“Hey!” seru Ihsan, selalu mengagetkan.
“Ngagetin aja,” kesal Amrina.
“Maaf, ane tadi nguping acara curhat ente sama Ummi Maya. Bener kata Ummi Maya, ente harus coba dulu,” terang Ihsan.
“Kalau ane nggak dimaafin gimana?” tanya Amrina.
“Perang dingin gitu bertahap, nanti juga bakal lelah sendiri,” tanggap Ihsan.
“Ane tadi susah payah masuk sini, kejedot mulu,” kesal Ihsan.
Amrina tersenyum geli, Ihsan selalu bisa membuat hati Amrina membaik, selalu membuat Amrina bisa se tenang ini, yah mungkin Amrina sudah jatuh pada gombalan Ihsan.

Kalau bisa diilustrasikan, mungkin sudah ada gambar lope lope diantara Ihsan dan Amrina. Kalau saja Amrina tau jantung Ihsan sepuluh kali lebih cepat berdetak saat dekat dengan Amrina. Kalau saja Ihsan tau suara hati Amrina yang terus memuji kebaikan Ihsan.
“Semangat ya Amrina,” Ihsan menyemangati Amrina.
Sementara Amrina tak bisa menjawab terlalu sibuk menenangkan jantungnya yang ber telolet ria. Aduh Ihsan apaan sih, bikin telolet aja kamu, gimana kalau Amrina telolet, terus jadi telolet deh.
“Ane pergi,” pamit Ihsan menyisakan senyum yang ada dibayangan Amrina. Aduh, telolet Amrina gila karna Ihsan telolet.

Dengan senyum yang berkembang untuk pertamakalinya Amrina masuk ke kelas, bukan karna dia tau siapa pembunuh di novel Sherlock Holmes, atau karna happy ending di novel yang dibacanya, bukan karna itu, tapi senyum Amrina karna seorang Ihsan. Melihat Hana yang terus memandangnya, Amrina sebisa mungkin memasang wajah serius, lalu menghampiri tempat Hana.

“Hana,” panggil Amrina, Hana menatap Amrina lekat.
“Kenapa?” tanya Hana.
“Maafin aku,” ucap Amrina.
“Buat?” tanya Hana.
“Sikap aku selama ini, kasar dan nyebelin. Aku janji nanti aku mau terbuka sama kamu,” janji Amrina.
“Udah aku maafin kok,” jawab Hana tulus.
“Makasih.” Amrina memeluk Hana penuh haru.

Ketukan pintu meng instrupsi acara pelukan antara Hana dan Amrina, terlihat muka jenaka Ummi Ani,
“Jangan teletubisan disini ya, main teletubisnya nanti aja kalau udah pulang,” pesan Ummi Ani. Amrina dan Hana pun mengangguk paham lalu menggerutu, ih, merusak suasana aja. Nggak ngerti nih Umminya.

*&*&*&*&*&*&*&*

Sepulang sekolah Amrina langsung berceloteh ria meminta maaf pada teman satu asramanya, sekarang Amrina ternganga saat teman sekamarnya malah mengacuhkan ucapan permintaan maafnya yang panjang lebar itu, kan sakit hati Amrina.
“Udah, mungkin mereka masih agak dongkol. Tengangin dulu aja,” pesan Hana.
Ingin sekali Amrina bilang kalau dia sudah capek capek bicara panjang lebar, eh malah di cuekin. Emangnya Amrina patung apa? Kan kesel.

Amirah tiba tiba memberikan surat untuk Amrina, sejak kapan dia disini?
“Aku salam, sampe minum, kakak diem aja. Jadinya aku ditemenin kak Hana,” kesal Amirah.
“Eh maaf,” sesal Amrina.
“Buka cepetan, orangnya mau balesan sekarang,” titah Amirah. Dengan sigap Amrina membaca suratnya, aduh Ihsan.

“Assalamualaikum. Gimana? Udah bilang? Apa jawabannya? Ane tunggu, nggak sabar. Ihsan yang kece.” Baca Amrina dalam hati. Lalu setelah itu Amrina menulis balasan yang berisi menceritakan se detailnya, seenggaknya, Ihsan alasan Amrina tinggal disini.

“Nih. Semangat ya, Amirah,” kekeh Amrina.
Amirah malah membalas dengan cibiran untuk Amrina. Amirah tau, Amrina jatuh cinta untuk pertama kalinya, kalau Amrina sakit hati, maka Amirah akan mengambil tindakan untuk menghajar Ihsan.

Gitu gitu juga Amirah itu sabuk hitam. Sementara Ihsan sabuk pramuka!

-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-&-

Gatau mau bilang apa. Thanks ya yang udah vote atau baca dsb lah. Wheheh.

Aku ngantuk euy. Besok Oublier ya.

1034 Words

Jangan lupa baca:

1.Rainy.
2. I and A.
3. Oublier.
4. Kumpulan cerpen

TamengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang