Empat Belas

39 0 0
                                    

Ebeth POV

Sepertinya hari sial untukku sudah datang. Hari ini aku lupa membawa payung sehingga aku terpaksa harus menunggu disini. Semua anak sepertinya sudah pulang dan hanya menyisakan diriku sendiri. Biasanya aku tidak pernah lupa untuk membawa payung. Andai saja Pak Botak tidak memanggilku ke kantor dan memberiku ceramah gratis, pasti aku tidak akan ada di situasi seperti ini. Aku bahkan tidak tahu kapan hujan ini akan reda.

" Ebeth!" Aku segera melihat siapa yang sedang memanggilku. Rupanya Hansel sedang berdiri di sampingku sambil membawa payung. Bagaimana bisa aku tidak menyadari kehadirannya?

" Hansel, kamu masih disini?"

" Iya, aku baru saja mau pulang. Kamu belum pulang?"

" Belum. Tadi aku dipanggil Pak Hans lalu waktu mau pulang malah hujan dan aku lupa bawa payung."

" Mau ikut denganku?"

" Ah, jangan! Aku tidak ingin merepotkan."

" Apa kau yakin akan menunggu terus disini? Aku tidak tahu kapan hujannya akan reda, hanya saja mungkin akan sangat lama."

Apa yang dikatakan Hansel memang benar. Saat ini hujannya masih tetap saja besar. Tawarannya benar-benar menggiurkan.

" Aku bawa mobil ke sekolah hari ini, jadi kita tidak akan kebasahan. Rumahmu dimana?"

" Aku tinggal di perumahan Greenville dekat sini."

" Ayo aku antar!"

Sepertinya aku tidak punya pilihan lain selain ikut dengan Hansel. Aku akhirnya mengikuti Hansel. Dia berbagi payungnya denganku. Entahlah, aku merasa seperti sedang beradegan halnya di film-film. Aku baru tahu kalau ternyata Hansel punya mobil karena setahuku dia ke sekolah dengan motor.

Di mobil, Hansel memutar lagu-lagu instrumen gitar. Mungkin dia memang suka dan bisa bermain gitar. Suasananya menjadi canggung. Hansel sibuk menyetir dan aku sibuk menetralkan pikiranku. Di hadapanku ada kilat yang terus menyambar. Hansel begitu berani menyetir di tengah hujan seperti ini. Lalu tiba-tiba suara guruh terdengar sangat besar dan mengagetkanku. Secara spontan aku berteriak dan sepertinya itu membuat Hansel ikut kaget.

Hansel memberhentikan mobilnya di pinggir jalan.

" Kamu nggak apa-apa?" tanyanya.

" Nggak. Aku hanya takut saja, jadi spontan teriak."

Aku mengambil nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya agar bisa kembali tenang.

" Ini diminum dulu," Hansel menyodorkan sebotol minuman yang sepertinya selalu ada di mobilnya. Aku mengambil botol tersebut dan meneguk air di botol tersebut.

" Makasih, Hansel."

Hansel kemudian melajukan kembali mobilnya. Kali ini aku harus menahan ketakutanku.

***

Kenapa aku jadi senyum-senyum begini ya? Mengingat kejadian tadi sore dengan Hansel membuatku tak tenang. Ternyata Hansel yang tak banyak bicara namun pintar itu orangnya baik, menyenangkan, dan perhatian. Aku rasa dia tidak kalah keren dengan Troy. Troy juga pernah berbuat baik padaku. Waktu itu hari pertama masuk SMA dan aku terjatuh saat disuruh berlari keliling lapangan. Troylah yang kemudian memapahku hingga ke UKS. Dia juga yang merawat lukaku karena katanya dulu waktu SMP dia ikut PMR.

Troy tipe lelaki yang menyenangkan dan banyak bicara karena itu dia menjadi terkenal ramah satu sekolah. Sementara Hansel adalah anak baru yang pendiam dan tidak banyak bergaul sehingga tidak banyak orang yang juga mengenalnya. Beberapa anak perempuan angkatanku sering berbisik membicarakan Hansel. Berhubung salah satu hobiku adalah mendengarkan gosip maka aku tahu kalau mereka diam-diam suka dengan Hansel. Harus diakui Hansel itu tampan, tapi terlalu dingin dengan orang lain. Karena itu banyak perempuan yang menjadi takut mendekatinya.

" Beth!" mama memanggilku. Aku segera keluar kamar.

" Ada apa, ma?"

" Ada yang nelpon nyariin kamu."

" Siapa ma?"

" Diangkat aja dulu. Nanti kamu pasti tahu."

Aku pun meraih gagang telepon.

" Halo!"

" Hai, ini Ebeth?" tanya laki-laki dari seberang sana.

" Iya, ini siapa ya?"

" Ini aku Jackson,"

Jackson? Apa aku tidak salah dengar? Apa ini hanya khayalanku? Bagaimana bisa dia meneleponku setelah sekian lama?

" Ini Jackson teman SD ku?"

" Iya, ini aku. Kamu apa kabar?"

" Kabarku baik. Kamu sendiri gimana?"

" Kabarku juga baik. Aku kangen banget sama kamu."

Kangen? Dia bilang dia kangen banget sama aku. Wah!

" Lusa aku akan balik ke Jakarta. Kamu tunggu aku ya!"

" Kamu serius? Aku pasti nungguin kamu kok!"

Aku malah selalu menunggu kamu disini.

" Iya, aku serius. Rasanya gak sabar untuk ketemu kamu. Minta nomor handphone mu?"

" Baiklah. Catat baik-baik ya!" Akupun menyebutkan nomor teleponku.

" Makasih ya... Nanti kalau aku sudah sampai, aku akan kabarin kamu. Sudah dulu ya! Bye!"

Telepon ditutup dan aku berjalan ke kamar. Jantungku masih belum berhenti berdebar dengan cepat. Apa yang aku impikan akan jadi kenyataan. Sebentar lagi aku bisa ketemu dengan Jackson. Aku sepertinya harus meralat ucapanku kalau hari ini adalah hari tersial, karena ini adalah hari terbaik selama hidupku. Bisa dekat dengan Hansel dan dapat kabar dari Jackson yang sudah lama kunantikan.

Hem, apa aku jatuh cinta dengan Hansel pandangan pertama? Tapi bagaimana dengan Jackson? Dia adalah laki-laki impian ku semasa dulu dan yang sampai sekarang masih aku rindukan. Ya ampun! Aku seperti ABG labil nih!

***

Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang