Lima Belas

41 0 0
                                    

Prisia POV

Hari ini hari yang spesial untukku. Ini pertama kalinya aku buat kue sendiri. Setelah hampir dua minggu aku belajar buat kue, hari ini aku memberanikan diri membuatnya sendiri tanpa dibantu Ronal. Kue brownis yang sudah kubuat ini akan aku berikan pada mama, papa, Tia, Ebeth dan pastinya Ronal yang selama ini walaupun menyebalkan tapi tetap dengan sabar mengajariku. Aku masih belum mencicipi kue ini. Aku ingin Ronal menjadi orang pertama yang mencoba kueku. Jadi kalau tidak enak dia yang akan menjadi kelinci percobaannya.

Aku sudah berdiri di depan rumah Ronal. Ini pertama kalinya aku datang bertamu kemari untuk mencari Ronal tanpa suatu keperluan yang penting dan karena paksaan. Aku mengetuk pintu rumahnya. Secara kebetulan, Ronallah yang membukakan pintu. Sepertinya dia baru bangun dari tidur karena dia sibuk mengucek matanya dan rambutnya berantakan.

" Prisia? Tumben kemari. Ada apa?"

" Ini, aku baru buat brownis sendiri. Aku mau kamu cobain kuenya," kataku sedikit canggung.

" Ayo masuk dulu!"

Aku masuk ke rumahnya dan dipersilahkan duduk oleh Ronal sementara Ronal masuk ke dapur mengambil piring dan pisau. Rasanya sangat aneh kesini dengan gayaku yang nampak 'manis' padanya. Biasanya aku dan Ronal sudah seperti anjing dan kucing.

" Tumben sekali kamu baik sama aku sampai ngasih kue begini. Jangan-jangan kuenya sudah kamu kasi racun ya?"

" Sejahat-jahatnya aku, aku gak akan ngeracunin orang. Ini sebagai rasa terima kasih aja karena selama ini sudah ngajarin aku. Dan aku pikir kalau yang ngajarin aku itu harus dapat kue buatanku."

" Oke, aku coba ya!"

Semoga aja kuenya enak. Kalau rasanya aneh pasti Ronal bakal nertawain aku.

" Gimana rasanya?"

" Enak banget! Serius deh! Ini enak banget! Kamu serius kalau buat sendiri?"

" Ya iyalah, kamu pikir aku bohong? Aku aja bahkan belum cobain kuenya."

" Nih, kamu cobain sendiri deh!" Ronal menyodorkan sepotong brownis padaku.

Rasanya memang enak walaupun tidak seperti brownis-brownis lain yang sering kumakan. Ternyata aku hebat juga!

" Kalau makan jangan sampai serakus itu juga kali. Masa belepotan gitu,"

Sebelah tangan Ronal memegang pipiku dan tangan lainnya mengelap sudut bibirku. Aku tidak bisa berkutik kali ini. Aku hanya bisa menatap bola matanya. Baru kali ini aku sadar kalau matanya itu indah. Matanya yang berwarna cokelat terang itu mampu menghipnotis diriku.

" Ehem!" bunyi seseorang menyadarkanku. Ya ampun, itu Peter kakaknya Ronal!

" Ngapain kalian berdua?" tanya Peter menyelidik dengan duduk di hadapan kami. Ronal menggaruk kepalanya, sepertinya salah tingkah. Sementara aku mungkin sudah seperti kepiting rebus karena malu.

" Nggak ngapa-ngapain. Kak, mau coba brownis? Ini buatan Prisia, enak banget lho!" tawar Ronal.

Peter mengambil sepotong brownis dan memakannya.

" Iya, ini enak. Pantesan kamu suka sama Prisia, rupanya hebat masak toh!"

Suka? Apa maksud Kak Peter?

" Kakak ini apaan sih! Gak usah gila deh!" marah Ronal.

Sepertinya akan ada perang dunia, jadi sebaiknya aku pergi dari sini.

" Kak Peter, Ronal, aku pulang dulu ya! Masih ada yang harus aku kerjain."

" Oke, hati-hati! Sering-sering buatin kue ya!" kata Kak Peter.

Aku hanya bisa tersenyum dan pergi dari rumah Ronal.

***

Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang