Delapanbelas

441 44 0
                                    

Ponsel Davin berdering saat dia memakai tergesa helm dikepalanya,

L, Widya : Mama bilang lo udah nggak ada kewajiban antar-jemput gue lagi mulai hari ini. Gue udah sembuh total.

Dahi Davin mengernyit

Arogan : Serius?

L, Widya : Ribuanrius

Davin tersenyum kecil

Arogan : Okey 👍

Laura menghembuskan nafasnya lega. Satu masalah selesai, Laura tidak menyangka akan semudah ini memutus koneksi yang terjalin antara dirinya dan Davin. Dalam hati Laura bersyukur, karena dia tidak perlu berusaha dengan susah payah untuk menyembunyikan perasaannya yang 'mungkin saja' mencuat dihadapan Davin dalam bentuk berbagai macam sikap salah tingkah sialan jika mereka harus berdekatan.

Baiklah, Laura sudah memutuskan untuk membuang jauh-jauh perasaan 'aneh', 'sialan', dan 'tolol' nya pada Davin, Laura yakin, dengan intensitas pertemuan dan kedekatan yang berkurang, Laura akan dengan mudah membuang perasaannya pada Davin. Yah. Begitulah cara Laura memangkas habis tunas-tunas 'perasaan'nya pada Davin yang baru tumbuh agar tak mengakar hebat dalam hatinya. Dengan cara yang menurut Laura paling mudah, menjauh. Apakah mungkin berhasil? Lets see..

Laura duduk dimeja makan bersama Mama Widya dan Papa Utomo. Papa Utomo baru pulang dari perjalan bisnis kemarin malam. Mama Widya sibuk mengangsur berbagai macam lauk dan sayur kemeja makan dibantu Mbak Lastri. Sementara Papa Utomo masih serius dengan Koran paginya.

"Pa," Laura moncoba mengawali obrolan

"Ya, sayang?" Papa Utomo melihat Laura sekilas dari balik korannya

"Kaki Laura udah baikan sekarang, Laura juga udah belajar jalan, yah meskipun jalannya masih kecil-kecil sih"

Papa Utomo Tersenyum, Mama Widya duduk disebelah suaminya itu

"Alhamdulillah" Mama menipali ucapan Laura

"Jadi tadi Laura udah bilang sama Davin kalau nggak usah antar jemput Laura mulai saat ini, Laura kan udah sembuh"

Papa Utomo dan Mama Widya bertukar pandang

"Udah bisa nyetir sendiri?" Papa Utomo bertanya

"Belum sih, Laura pake uber aja nggak apa-apa"

Papa Utomo manggut-manggut

"Yah udah terserah kamu aja"

Yes!

Laura bersorak dalam hati

"Eh tapi masa gini doang akhirnya?"

Laura dan Papa Utomo saling pandang, meminta penjelasan ucapan Mama Widya

"Maksud Mama, harusnya kita terimakasih loh sama Davin"

Papa Utomo mencerna ucapan Istrinya

"Papa setuju sama Mama, sudah seharusnya kita berterimakasih sama Davin, selama ini kan dia sudah dengan konsisten mau repot-repot antar-jemput dan bantu kamu dikampus,"

Tok-Tok,

Ponsel Laura menyala

"Laura berangkat yah Pa, Ma, Ubernya udah didepan"

Laura bangkit mencium punggung tangan Papa dan Mamanya

"Mama anter kedepan,"

Mama Widya melangkah disamping Laura tanpa membantunya berjalan, Karena Laura sudah ngotot duluan tidak mau menerima bantuan dari siapapun, mulai sekarang dia benar-benar ingin belajar berjalan sendiri seperti sedia kala.

Cappuccino CupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang