"Ra, WA gue nggak di read sih?"
Olyn yang baru melintasi koridor melihat punggung Laura, berlari kecil mengejar langkah Laura.
Laura berhenti seketika dan menoleh kearah Olyn yang sudah berada disampingnya.
"Ya Ampun, gue sampe lupa belum cek Handphone gue"
Laura merogoh tas selempangnya, mengacak benda apapun yang ada disana agar bisa menemukan Ponselnya.
Olyn ikut melongok kearah tangan Laura yang masih bergerilya didalam tas selempangnya
"Semalem Handphone gue low bath, Tuh kan gue tadi pagi lupa charge, nih masih low bath"
Laura berusaha menghidupkan Ponselnya, tidak berhasil.
"Biasaan beb, kali ada chat urgent nggak bisa lihat kan sekarang?"
Laura menarik bibirnya vertikal sambil manggut-manggut "Lo WA apa?"
"Si Davin nge-line gue tadi pagi buta nanyain WA-nya dari semalem nggak lo read"
"Davin?"
Olyn melihat Air muka terkejut Laura disana
"Iya Davino Wijaya Putra"
"Ngechat apa sih dia? nggak penting kali"
"Duh mbak itu su'udzon kapan diberesinnya? Negtink mulu sih?"
Laura nyengir masam
"Nih bales pake handphone gue, kali aja urgent, pagi-pagi buta loh dia nge-LINE gue tadi"
Olyn menyodorkan Ponselnya kearah Laura.
Jeda,
Laura hanya melihat Ponsel ditangan Olyn tanpa meraihnya.
Laura mengigit bibir bawahnya dari dalam.Olyn menyipitkan matanya, Olyn bisa melihat dengan jelas ada yang tidak beres dengan Laura sejak kejadian dua hari yang lalu, Olyn mengingat lagi bagaimana adegan saat Tiba2 Davin meraih tangan Laura dan menyelipkan paper cup berisi Sosis bakar itu pada Laura.
"Ah nanti deh gue bales."
Ada semburat merah dipipi Laura. Buru-buru Laura memasuki kelas sebelum Olyn menyela dan menghentikan langkahnya lagi.
"Eh, nanti kpn sih Ra?" Olyn mengejar Laura yang terlihat melepas tas selempangnya
"Ya nanti, nitip yah beb, gue mau ke toilet sebentar,"
Laura menepuk-nepuk tasnya yang tergeletak diatas meja, belum sempat Olyn menjawab dia sudah berjalan cepat meninggalkan Olyn yang kini tengah geleng-geleng kepala.
Ting-
Ponsel Olyn menyala
Ma Love : Nice day babe 😙
Olyn melihat Pesan Bima di ponselnya sebelum membuka laman Linenya.
Davino Wijaya: Hp nya Laura masih low bath Vin dari semalem, dia lupa charge.
Diruangan lain yang terlihat sepi,
Drrrt-
Jemari lentik itu membuka chat baru di ponsel hitam metalik itu.
Tapi selanjutnya, dia menemukan chat lain yang lebih menarik dari pada chat yang baru masuk beberapa detik yang lalu itu.♡♡♡
Laura merapatkan selimut yang membungkus tubuhnya, mencari titik-titik ternyaman disana dengan matanya yang terpejam. Ada beberapa Barisan kalimat yang terlintas lagi dikepalanya.
Arogan : Sorry, gue salah ngirim chat
Arogan : Itu Chat buat Cella, bukan buat lo
Laura membuka matanya, membuang nafas sejenak kemudian mengusap mukanya yang tidak basah.
Ya Udah sih dia bukan ngajak gue, tapi Cella.
Laura membatin, mencoba menenangkan pikiran dan hatinya yang entah sejak tadi sore setelah membaca chat dari Davin menjadi gelisah tak jelas sampai sekarang.
Tidak hanya gelisah, Laura juga seperti merasa kecewa dan marah, Setelah matanya berbinar membaca ajakan Davin ngopi di Pokecoffe, tidak sampai sedetik dia mendapat chat baru dari Davin yang mengatakan bahwa dia salah mengirim chat padanya, tentu saja dia kecewa dan marah.
Tapi tunggu, marah? apa dia berhak untuk marah? bukannya tadi pagi Olyn sudah mengingatkannya untuk membalas chat dari Davin tapi dia yang menolaknya karena alasan yang tidak jelas. Ya. Laura tidak mendengarkan saran Olyn agar membalas chat dari Davin karena dia... katankanlah Laura gengsi! Dan sekarang dia kecewa dan marah? dia sama sekali tidak berhak untuk itu.
Laura memijit pelilis matanya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ya Udah sih kalau emang salah kirim kenapa pake repot-repot nge-Line Olyn pagi-pagi buta tanyain kenapa Chatnya belum gue bales dari semalem?"
Laura ngomel sendiri,
"Segitu takutnya gue bakal dateng ke Pokecaffe dan hancurin acara ngedate lo sama cewek lo itu?"
Laura makin sibuk mengomel sendiri.
Hening, hanya terlihat mata merah Laura diantara remangnya cahaya kamar itu.
Dada Laura sesak, detik selanjutnya hanya isak samar Laura yang terdengar bersama air yang membasahi pipinya.
Lo udah gila, Ra. Gila.
Laura menangis sambil mencaci dirinya sendiri.
♡♡♡
Davin melirik angka digital yang terus merangkak berpindah arah di pergelangan tangan kirinya itu sambil sesekali melongok kearah pintu masuk pokecaffe yang berada duaratus meter dari tempatnya berdiri saat ini.
"Belom cabut, Bro?" Seseorang menyapa Davin didepan pantry
"Ini mau cabut" Davin tersenyum sekilas sambil melepas apron dari tubuhnya.
"Okey, Thanks" Laki-laki tegap itu melengang pergi kearah pintu disamping pantry. Tapi langkahnya terhenti saat teringat sesuatu,
"Gue lihat Cecillia didepan, nggak lo ajak masuk?"
"Cella?" Davin balik bertanya pada laki-laki dengan muka oriental itu
Laki-laki itu manggut-manggut
"Gue cek kedepan dulu, sekalian cabut, Thanks balik Bro," Davin melayangkan tangan kekarnya dan disambut jabat tangan laki-laki berkacamata itu.
Davin tersenyum simpul saat melihat Cella yang berdiri bersandar membelakangi mobilnya. Rambut sepunggungnya bergoyang-goyang tertiup angin, dia seperti terlihat menulis sesuatu di Ponselnya saat Davin menepuk halus pundaknya.
"Cel, ngapain malem-malem disini?"
Cella memutar tubuhnya kearah Davin sangat dekat
"Ini tempat umum pak, bukan tanah kavlingan Lo" Cella tertawa renyah
Davin membalas tawa itu "Udah lama?"
"Baru,"
"So? nggak ada penjelasan kenapa Lo bisa tiba-tiba ada disini? mau ngopi?"
Cella menggeleng setelah Davin berkata " Tapi, Sorry gue nggak punya tiket barcode buat lo,"
"Enggak, gue habis dari kampus anter paper ke Dosen gue,"
"Selarut ini?"
"Larut?" Cella tertawa " Masih jam sembilan pak,"
Davin tersenyum hangat, melihat Cella yang hari ini terlihat lebih ceria dari biasanya setelah insiden dua minggu lalu saat dia melihat mantan kekasihnya berada dirumah Laura.
Berbicara tentang Laura mengingatkan Davin pada sesuatu, tentang 'apa' yang harus diketahui Davin dan Cella, Ya. Apa hubungan yang terjalin antara Laura dan Abiyan sampai mereka bisa berada dalam satu mobil yang sama malam itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cappuccino Cup
Fiksi RemajaPertengkaran tidak jelas antara Laura dan Senior Se-Prodi nya itu awalnya terasa biasa saja bagi Laura. Karena sudah dipastikan, Laura hanya menganggap Senior Arogan-nya itu tak lebih dari setitik 'debu kecil' yang mengotori baju-bajunya. Tapi mungk...