Laura terjaga bersamaan dengan Davin yang menginjak pedal gas. Laura masih bisa merasakan sisa-sisa sentuhan lembut tangan Davin dipuncak kepalanya baru saja. Inderanya pun cukup peka untuk mendengar kalimat---GWS ya, Ra---yang terdengar benar-benar diucapkan setulus hati oleh Davin.
Laura mengerjapkan matanya yang masih menatap lurus keluar kaca mobil.
Rain Drop!
Laura mengatur nafasnya sedemikian halusnya, kepalanya masih bersandar dibantalan mobil, menghadap kekaca jendela, membelakangi pandangan Davin. Sementara Davin terlihat serius dibelakang kemudi.
Sekarang, Laura benar-benar terjaga dalam pejaman matanya. Matanya memang terlihat terpejam, tapi dia sama sekali tidak bisa tidur lagi, perasaan dan sikapnya terlalu kaku sekarang. Bahkan dia merasakan panas yang luar biasa menjalari pipinya sekarang. Begitu dahsyatkah sentuhan Davin pada Inderanya?.
Refleks kedua tangan laura terangkat seketika, dia memegangi kedua pipinya, ada sensasi panas dan dingin yang bercampur disana.
Laura mengatur nafasnya lagi, sembari berjanji tidak akan tertidur lagi jika berada disamping Davin, moment ini terlalu awkward untuknya!. Perlahan tangannya menyentuh dadanya, mencari detak jantungnya disana.
Kenapa rasanya kayak gini? mau copot!
Laura semakin merapatkan matanya, serasa dirinya ingin menjadi kecil sekarang, sekecil debu dan menghilang sekarang juga dari samping Davin. Sekali lagi, ini terlalu Awkward bagi Laura! Bagaimana bisa?
Entahlah! Laura tak bisa menjelaskannya sekarang, hatinya terasa terlalu lemah dan tidak berguna sekarang."Ra, kita udah sampai"
Davin menyentuh hati-hati lengan Laura
"Hkh!"
Laura terlonjak, refleks Davin menjauhkan tangannya dengan canggung
Laura beringsut tanpa menoleh pada Davin, Davin bisa melihat mata laura yang melebar sambil menunduk, melepas seatbelt dan mencoba membuka pintu mobil.
Davin membuka pintu kemudi, keluar dari sana dan membuka pintu belakang mobil, mengeluarkan Kruk Laura dari sana. Sebenarnya, setelah chek up Selasa kemarin, Dokter Hadi menyarankan Laura untuk belajar berjalan tanpa bantuan Kruk lagi. Tapi untuk berjaga-jaga, Laura tetap membawa Kruknya.
Kaki Laura mengalami kemajuan yang lumayan signifikan, mengingat fraktur di jari Laura memang tidak terlalu serius juga, sehingga diminggu ketiga pasca terjatuh sekarang, Laura sudah diperbolehkan melepas Gipsnya.
"Bisa?"
Davin bertanya saat Laura menepis Kruk yang diberikan Davin padanya
"Bisa."
Laura melangkahkan kaki kananya kedepan. Lalu terlihat menyeret kaki kirinya dengan langkah lambat. Melangkah kecil-kecil kearah pintu rumahnya. Davin membiarkan Laura berjalan sendiri.
"Gue balik"
Davin berdiri dibelakang punggung Laura setelah meletakkan Kruk di dekat Sofa
Laura hanya menoleh sebentar dan mengangguk, kemudian berjalan lagi kearah kamarnya dibantu Mbak Lastri.
♡♡♡
"Makasih ya Mas Davin, Ibuk bilang hati-hati dijalan"
Mbak Lastri mengantar Davin keluar.
"Iya mbak sama-sama"
Davin tersenyum, kemudian menyerahkan kunci mobil Laura pada Mbak Lastri sebelum pamit pulang.
Laura menatap langit-langit kamarnya, hari ini langit terlihat sangat terang dengan taburan bintang disana.
Laura menyentuh dadanya lagi, mencoba mencari detak jantung tak beraturan tadi, masih sedikit terasa. Pipinya juga masih terasa hangat, At least, sudah tak sepanas dingin lagi seperti tadi.Gue demam kali ya?
Laura mencoba memejamkan matanya, dia seperti merasakan lagi usapan hangat tangan Davin dikepalanya.
Brengsek Lo, Vin!
Ada yang menggenang dipelupuk mata Laura saat ini, kemudian terdengar isak yang tertahan. Hatinya mencelos, seperti ada yang menikam daging merah didadanya saat ini. Rasanya sakit saat teringat segala gejala aneh panas dingin, lutut lemas dan jantung yang berdetak lebih cepat saat Davin mengusap lembut kepalanya tadi.
Diagnosa paling tepat apa yang harus diberikan pada Laura saat ini selain diagnosa tolol 'jatuh cinta'?. Jawabanya, tidak ada.
Laura terisak, membenamkan kepalanya rapat-rapat pada bantal. Mencoba menolak perasaan 'aneh' dirinya pada Davin.Bukan lo yang brengsek, tapi gue yang tolol.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cappuccino Cup
Novela JuvenilPertengkaran tidak jelas antara Laura dan Senior Se-Prodi nya itu awalnya terasa biasa saja bagi Laura. Karena sudah dipastikan, Laura hanya menganggap Senior Arogan-nya itu tak lebih dari setitik 'debu kecil' yang mengotori baju-bajunya. Tapi mungk...