Kembali Ke Jakarta

95.2K 5.2K 241
                                    

Setelah hari pertama habis untuk membereskan ini itu di rumah baru, hari kedua ini Kia punya kesempatan untuk jalan-jalan ke taman di daerah perumahan bersama tetangga barunya yang bernama Alfryda. Kia dan Alfryda saling kenal sejak kemarin malam saat Alfryda dan Mama-Papanya datang berkunjung membawa makanan sebagai tanda perkenalan dengan tetangga baru. Sifat Alfryda yang sangat luwes dalam urusan pergaulan membuatnya mudah mengajak Kia berteman akrab.

"Jadi, kapan lo mulai masuk sekolah? Kata lo semua administrasinya udah diberesin, kan? Nggak sabar nih gue, siapa tahu kita bisa sekelas..." tanya Alfryda sebelum menjejalkan sesuap siomay ke dalam mulut.

Kia menelan batagornya cepat-cepat kemudian minum karena harus menjawab. "Lusa, mungkin... Kalau nggak ada hambatan..."

"Hambatan dari susah bangun pagi maksudnya?"

Tebakan Alfryda memancing tawa Kia. "Tau aja, lo!"

"Tau, lah. Gue juga gitu soalnya, haha..." Alfryda ikut tertawa. Beberapa saat setelahnya Kia dan Alfryda asyik kembali menikmati makanan masing-masing sambil menikmati keramaian di sekitar.

"Oh, ya, Ryd... Lo kenal Nazla nggak? Dia sekolah di SMA gading juga loh..." celetuk Kia tiba-tiba.

"Nazlea Fereadilla?" Alfryda menjawab dengan pertanyaan, bermaksud memastikan saja.
Kia mengangguk membenarkan.

"Kenal lah. Nazla itu famous kali di sekolah. Eh, btw, lo kok tahu Nazla?"

Karena dapat pertanyaan yang menuntut cerita begitu, Kia habiskan dulu batagornya yang tinggal sesuap, setelahnya gadis itu menjawab panjang lebar, menceritakan masa kecilnya di panti dan menjelaskan persahabatannya dengan Nazla juga Ina yang hilang kabar. Alfryda tampak begitu senang mendengarkan.

"Sebenernya dari hari pertama di Jakarta gue udah ngebet banget pengen ketemu Nazla, tapi sayang dia lagi ada acara keluarga di luar kota dan baru pulang lusa. Karena pas banget sama hari gue mulai sekolah, ya udah deh kita janjian ketemu di sekolah aja."

"Btw, gue baru tahu Nazla famous? Iya sih dia emang cantik, tapi sifatnya kan agak pemalu dan kalem gitu-"

"Nazla pacarnya Evan. Anak basket, aslinya yang famous si Evan, setelah pacaran, Nazla ikut famous juga. Meskipun mereka nggak pernah pamer-pemer kemesraan lewat medsos, menurut orang-orang mereka itu couple goals banget!" seloroh Alfryda, sudah mengerti tentang keheranan Kia.

"Astaga... serius si Nazla punya pacar?" Kia menganggapi sambil tertawa geli. Bukan apa-apa, biasanya Nazla selalu menghindar kalau ditanya masalah cowok, ternyata sahabatnya itu diam-diam malah sudah tidak single lagi.

Alfryda mengangguk mantap, "Nazla pacaran sama Evan dari kelas sepuluh malah."

"Masa? Wah parah, dia belum cerita ke gue sama sekali, Ryd!" gerutu Kia.

"Nggak enak kali, cerita sama sahabatnya yang masih jomblo, nanti lo merasa ngenes lagi, hahaha!"

Kia memutar mata melihat bagaimana Alfryda menyemburkan tawa. "Kayak lo punya pacar aja!" cibirnya membuat Alfryda otomatis mencebik.

****

Wajahnya Kia tampak masam, dan tak gembira saat ia mengikuti langkah kepala sekolah menuju kelas XI-IPA1-kelas barunya. Keputusan sekolah yang memasukkan dirinya ke kelas yang notabene adalah kelas unggulan itu benar-benar membuat Kia badmood. Bukan apa-apa, ia jelas tahu kalau keputusan itu semata-mata hanya karena ia adalah anak dari sahabat dekat sang kepala sekolah. Toh faktanya nilai Kia di sekolah lama standar-standar saja.

Kia menghela napas panjang, ditatapnya ruang kelas yang di atas pintunya terpasang tulisan XI-IPA1, Gue bakal tua sebelum waktunya karena harus masuk ke istana para kutu buku ini... Kia membatin ngeri. Bayang-bayang tumpukan tugas dan tuntutan belajar ekstra mulai menghantuinya.

Ah, andai saja tadi Bundanya tidak kelewat senang saat tahu Kia akan masuk unggulan, Kia pastikan dirinya akan langsung merengek pada Ayahnya untuk pindah ke kelas reguler yang sama dengan Nazla. Hanya saja, Kia terlalu tidak tega harus merusak kebahagiaan sang Bunda.

"Nak, Kia, mari masuk..."

Suara kepala sekolah menyeret Kia dari lamunannya. "I-iya, Om... Eh, maksudnya-pak kepala sekolah..."

Kepala sekolah sempat terkekeh ringan mendengar kecanggungan Kia. Tanpa bicara apa-apa lagi pria itu mendahului masuk dan Kia membuntutinya dari belakang. Gadis kelas 11 SMA itu diam saja saat kepala sekolah bicara dengan guru yang sedang mengajar. Hanya sempat meringis kaku pada Alfryda yang melambai-lambai dari tempat duduk paling belakang. Keinginan tetangganya benar-benar terwujud sekarang.

Kepala sekolah menyerahkan Kia kepada Bu Fatim sebelum pamit kembali ke ruangannya lagi, kebetulan wanita itu memang wali kelas XI-IPA1 sendiri. Selanjutnya seperti biasa, tradisi perkenalan untuk murid baru dimulai.

"Ngg... Pagi semua. Kenalin, Elila Kiandra. Panggil aja Kia. Pindahan dari Surabaya. Semoga kita bisa jadi teman baik..." ia memperkenalkan diri dengan sedikit kaku. Sebenarnya Kia adalah tipe remaja kocak dan gokil di depan orang dan lingkungan yang sudah dikenal. Tapi untuk memulai membiasakan diri dengan semua orang dan lingkungan baru seperti ini, Kia akan selalu butuh sedikit waktu dan juga bantuan.

Tidak seperti perkiraan Kia, kelas tidak berubah gaduh karena celetukan usil minta nomor HP atau tanya sudah punya pacar atau belum. Hanya dua cowok saja yang iseng tanya seperti itu, Alfryda tidak mau ketinggalan berteriak menyuruh Kia duduk di sebelahnya, sedangkan lainnya memasang wajah serius. Jadi begini ya, keadaan sarangnya orang-orang jenius? Kia tercengang.

Bu Fatim mempersilakan Kia memilih tempat duduk karena memang ada beberapa tempat kosong di belakang. Kia tanpa pikir panjang memilih duduk bersama Alfryda, setidaknya ia tahu tetangganya tidak sekutu buku penghuni lain. Diam-diam Kia mulai bertanya bagaimana Alfryda bisa menjadi salah satu bagian dari keluarga besar kelas ini, padahal, dari tampang dan gerak-geriknya Alfryda terlihat biasa saja, hampir seperti Kia sendiri.

Kegiatan belajar mengajar dimulai kembali. Kia berdecak ketika LCD menyala dan tiga teman sekelasnya maju untuk memulai presentasi. Dengan tak bersemangat gadis itu mengambil sebuah buku tulis dan tempat pensil karena di hari pertama sekolah ini memang hanya itu yang ia bawa.

Alfryda terkikik menyadari Kia sedang menekuk wajah. "So, gimana menurut lo soal kelas baru ini?" ia mencoba berbasa-basi.

"Kayaknya bagus..." Kia tak menoleh, "Bagus untuk menyiksa otak. Dan bagus untuk mempercepat penuaan." Caranya tersenyum kecut membuat Alfryda hampir tidak bisa menahan tawa.

(TBC)

Pal In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang