Shattered

25.8K 2.1K 286
                                    

Di atas kasurnya, Nazla menopang dagu sembari mengamati Andra yang sibuk mondar-mandir. Sepuluh menit lalu, sepupunya itu tiba-tiba datang dengan wajah kusut dan langsung sibuk menelepon seseorang. Fokus Nazla mengerjakan tugas di laptop langsung buyar dan tergantikan penasaran. Walaupun sudah berkali-kali mencoba bertanya, semua pertanyaan Nazla hanya lewat di telinga Andra dan sama sekali tidak mendapat jawaban.

Ulah Andra yang sembarangan melempar ponsel ke arah Nazla sontak membuat cewek itu memekik. Untung saja Nazla sempat menarik tubuh menghindar ke samping sehingga ponsel Andra tidak sampai membuat kepalanya benjol atau bocor.

“Andra! Kira-kira dong kalau ngelempar barang! Sebenernya kamu tuh kenapa sih!” omel Nazla. Dipelototinya sang sepupu yang baru saja membanting tubuh asal ke atas kasur.

Lima menit berlalu, dan Andra masih belum mau menjelaskan. Nazla mendengus. Percuma saja menunggu Andra buka mulut, toh dia memang tidak pernah mau dipaksa. Daripada buang-buang waktu, Nazla kembali berkutat dengan laptopnya. Nanti kalau tingkat frustrasinya sudah mentok, Andra pasti tidak akan tahan untuk tidak langsung bercerita.

“Naz, coba chat Bundanya Kia.”

Permintaan Andra jelas semakin menambah kebingungan Nazla. “Chat? Ngapain?”

Andra menoleh cepat sambil berdecak. “Ck! Udah buruan chat aja!”

Tidak ingin berdebat malam-malam begini, Nazla memilih mengalah. Diraihnya ponsel dari atas nakas lalu segera membuka aplikasi WhatsApp untuk mengirimkan sebuah sapaan selamat malam untuk bunda Kia. Selang semenit, satu pesan balasan masuk dan Nazla segera menunjukkannya kepada Andra.

“Bunda bales nih, mau sampein apa?” tanya cewek yang rambutnya dicepol asal itu.

Sejenak Andra memejamkan mata. “Nothing. Gue cuma pingin tahu Bundanya Kia bisa bales chat atau nggak.” Ujarnya datar. Membuat Nazla mencibir kesal karena merasa baru saja dibuat repot untuk hal yang tidak penting.

“Lo tahu siapa Derril nggak, Naz?” tanya Andra setelah beberapa saat hanya diam dan menatap langit-langit kamar yang bernuansa putih.

Mata Nazla mengedip beberapa kali. Ekspresi yang ia tampilkan ketika menoleh seakan meminta Andra untuk mengulangi pertanyaannya. Cewek itu ingin memastikan saja jika dirinya tidak salah dengar kalau Andra baru saja menyebut nama Derril.

Punya otak cerdas yang diatas rata-rata membuat Andra tidak memerlukan jawaban untuk bisa yakin kalau Nazla pasti tahu tentang Derril. Terbukti dari ekspresi sepupunya yang tiba-tiba berubah tegang. “Ceritain soal Derril. Sebenernya itu cowok siapanya Kia?” tanya Andra langsung. Ia sudah mengubah posisi berbaring menjadi duduk bersila.

“Ceritain dulu kenapa kamu tiba-tiba tanya soal Derril? Dan darimana kamu tahu soal dia?” Nazla mengajukan syarat. Walaupun Kia benar-benar tidak pernah menceritakan apapun belakangan ini, Nazla kira pasti sedang ada masalah diantara cewek itu dengan Andra. Dan Derril mungkin penyebabnya.

Andra mengusap wajah perlahan. Ia meneguk ludah untuk membasahi tenggorokan sebelum mulai bicara panjang soal beberapa hal aneh yang ia sadari sejak Kia jadi kecanduan ponsel dimana-mana. Dan tentang aksi diam-diamnya mengecek ponsel Kia di SPBU tiga hari lalu sehingga ia mengenal nama Derril, juga, mendapat fakta kalau pacarnya sudah membuat beberapa kebohongan.

“Belakangan ini Kia makin susah diajak komunikasi. Setiap gue chat, balesnya pasti lama. Di telpon juga sering banget sibuk. Tadi contohnya.” Adu Andra menutup ceritanya.

“Makanya tadi kamu minta aku chatting Bunda? Buat pastiin kalau Kia bukan lagi telponan sama Bunda?” Sahut Nazla.

Andra mengangguk sekali. “Gue masih diem aja karena awalnya gue pikir Derril mungkin cuma temen biasa sama Kia. Karena selama ini Kia nggak pernah batesin gue buat chat sama siapapun, gue jadi ngerasa nggak berhak negur dia. Tapi gue bener-bener udah nggak tahan, Naz. Masalahnya, makin kesini gue makin merasa tersisihkan.”

Pal In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang