Lempar Kode

39.3K 3.1K 422
                                    

"Yuhuu! Cewek cantik here!"

Kia memutar bola mata jengah ketika Alfryda yang baru saja masuk ke kamarnya membating diri ke atas kasur, mulut cewek itu tidak berhenti mengunyah snack kentang yang entah ia dapat dari mana.

"Ck! Kebiasaan banget, deh, bawa makanan ke kasur gue!" gerutu Kia, sebenarnya tidak benar-benar marah sih.

"Ye... Biarin lah! Kan biar vacum cleaner lo nggak nganggur, haha!" balas Alfryda santai. Tak ayal, pemilik kamar ikut tertawa.

Menemukan ponsel Kia di sampingnya, Alfryda jadi kepikiran sesuatu. Ia lantas menjeda keasyikannya menonton sinetron di televisi yang terpasang di dinding untuk memutar tubuh ke belakang dan mengajak Kia bicara. "Kayaknya udah lumayan lama gue sama lo nggak main taruhan high score piano tales?"

Kata 'piano tales' memancing Kia meninggalkan sejenak kesibukannya dengan laptop dan membalas tatapan Alfryda.

"Gimana kalau kita bikin taruhan lagi sekarang. Kalau lo bisa ngejar high score terbaru dalam tiga hari, gue traktir lo jajan seminggu di kantin sekolah. Tapi kalau lo gagal, lo harus bayarin gue nonton?" tawar Alfryda, menantang Kia.

Biasanya, setelah tantangan dicetuskan, Kia akan langsung meraih tangan Alfryda, menjabatnya penuh keberanian sambil bilang setuju. Tapi kali ini hal itu sama sekali tidak terjadi, Kia hanya menggeleng malas kemudian jemarinya menari kembali di atas keyboard laptop. Dan reaksi tersebut jelas sangat aneh di mata Alfryda. "Lo nggak mau? Kenapa? Takut kalah lagi ya...?"

"Bukan gitu!" Kia langsung membantah. "Masalahnya gue tuh udah pensiun main piano tales. Game itu udah di uninstall sejak seminggu yang lalu..."

Alfryda tampak mengerjapkan mata beberapa kali. Ia masih terdiam mencoba meyakinkan diri sendiri kalau telinganya tidak salah dengar barusan. "PENSIUN?! UNINSTALL?! KENAPA?!" cewek itu memekik heboh lima detik kemudian.

Kata tanya 'kenapa' memaksa Kia kembali mengesampingkan laptop karena Alfryda tidak akan membiarkannya tenang kalau belum mendapatkan penjelasan yang ia mau. Semua masalah di sekolah yang selama ini belum ia bagi dengan Alfryda pun mulai Kia bahas. Dan untuk alasan uninstall piano tales, cewek itu menceritakan tentang pembicaraan empat matanya dengan Andra di dalam perpustakaan tujuh hari lalu.

"Astaga... Kenapa lo baru cerita ke gue sekarang sih, Ki...?" komentar Alfryda setelah Kia selesai bicara. Ia bergerak memposisikan diri di samping Kia untuk merangkul bahu sahabatnya. "Gue juga kok nggak peka ya kalau lo dapet banyak tekanan di sekolah?"

"Don't blame at yourself, Ryd..." ujar Kia, tak mau membuat Alfryda merasa bersalah.

"Hm... Tapi lo tenang aja Ki, bilang ke gue siapa yang suka ngomongin lo itu, nanti biar gue labrak, terus jepret mulutnya pake strapless!"

"Apaan deh, Ryd, kenapa lo malah pingin ngelabrak mereka? Orang mereka nggak salah kok, yang mereka omongin itu seratus persen fakta kali..."

"Ki..."

"Kenapa? Mau disangkal gimanapun nyatanya dalam masalah ini yang jahat emang gue, kan? Wajar kalau mereka yang merasa haknya terampas karena kehadiran gue benci dan marah ke gue."

"Tapi masa lo mau diem aja di tekan terus sama orang-orang?"

"Kayak kata Andra... gue nggak perlu repot-repot ngurusin mulut orang-orang itu karena mereka akan bungkam dengan sendirinya pas gue udah bisa membuktikan kalau gue emang pantes ada di unggulan. Jadi... daripada buang-buang waktu, lebih baik gue buru-buru berubah. Lebih serius belajar dan nggak nge-game mulu biar bisa tingkatin prestasi. Gue bener-bener nggak mau jadi jahat beneran soalnya..."

Alfryda tidak tahu harus bilang apa lagi sekarang. Cewek itu terus menatap Kia kagum sambil tersenyum. Rasanya baru kali ini ia melihat Kia begitu bijak dan dewasa, tidak seperti biasanya yang terkesan santai dan masa bodoh.

Pal In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang