Nazla masih cekikikan ketika melambaikan tangan kearah layar ponsel yang menampilkan wajah Ina dan Kia. Saat sambungan video call mau diakhiri pun, kedua sahabatnya itu masih saja saling berhimpit pipi berebut menguasai screen. Soal narsis, Kia dan Ina memang sama-sama tidak mau kalah.
Sambil menurunkan ponsel dan melepas earphone, Nazla menoleh ke samping kanan dimana seorang Andra sedang duduk menyandar ke bangku bus. Meskipun Andra tampak merapatkan kelopak mata, Nazla tahu betul dia sama sekali tidak sedang tidur. “Nggak usah pura-pura gitu deh! Aku tahu kali kalau daritadi kamu curi-curi kesempatan buat lihat muka Kia!” sindirnya terang-terangan. Dan sangat mempan untuk membuat Andra seketika membuka mata.
“Ck!” cowok itu berdecak. Sok kesal, tapi kentara sekali kalau wajahnya sedikit memerah karena malu terpergok.
Yah, semester akhir yang lambat akhirnya berlalu juga. Meskipun hasil nilai ujian nasionalnya diperkirakan baru akan keluar sekitar seminggu lagi, Andra sudah cukup lega karena ujian tersebut berhasil ia lewati dengan lancar dan jujur. Sebab beban pikiran sudah banyak berkurang, harusnya Andra kelihatan santai dan senang sekarang. Tapi nyatanya, ia malah tidak bisa menikmati rekreasi tahunan ke Bali kali ini. Alasannya satu: karena Kia tidak ikut. Kata Nazla, Kia tidak ingin melewatkan perayaan hari ulang tahun sang bunda besok. Makanya memilih di rumah saja.
“Telepon aja sih Ndra kalau kangen, atau video call gitu?” usul Nazla kemudian.
Pupil mata Andra bergerak cepat menyorot Nazla lurus-lurus. “Semudah itu buat lo. Tapi nggak buat gue.”
Nada bicara Andra yang terdengar uring-uringan membuat Nazla mengernyit. “Loh kenapa? Kamu sama Kia masih nggak saling komunikasi?”
“Gitu lah.”
“Loh kok begitu? Aku kira kalian lagi proses balik pacaran lagi?”
“Nggak. Hubungan gue sama Kia masih sama kayak lima bulan kebelakang. Jauh.”
“Karena? Kia yang udah betul-betul nggak mau lanjut atau kamu yang belum coba ngembaliin status pacaran kalian?”
Napas Andra tertahan karena pertanyaan Nazla. Dan selanjutnya, tanpa menjawab, Andra malah mengalihkan pandangan ke kaca samping dan mengatupkan bibir tanpa berniat meloloskan satu kata pun. Tapi sikap menghindar itu justru memudahkan Nazla untuk menyimpulkan kalau yang membuat hubungan sepupunya dengan Kia masih renggang tidak lain adalah karena Andra sendiri belum mencoba memperbaiki semuanya.
“Kenapa kamu belum coba ngajak Kia balik pacaran lagi? Bukannya selama semester akhir ini kamu udah turutin mau Kia buat putus—maksudnya, break sementara biar sama-sama bisa fokus UN? Nah sekarang UN-nya kan udah selesai.”
Tidak tahan di dedas, akhirnya Andra menoleh kembali. Ia yakin Nazla tidak akan berhenti memberondongnya kalau belum dipuaskan dengan penjelasan yang masuk akal. “Tapi urusan kuliah belum selesai. Jadi gue mau tunggu surat penerimaan dari kampus di Inggris dateng dulu. Dengan surat itu, gue bakal yakinin Kia kalau semua bakal baik-baik aja dan hubungan kita bener-bener bisa dilanjut lebih jauh.” jelas cowok itu panjang.
Sebenarnya, soal restu dari sang papa juga menjadi alasan Andra. Tapi sengaja tidak ia sebutkan karena dari awal Nazla memang tidak tahu soal masalah itu.
Nazla tampak lega. Alisnya yang sejak tadi menaut tajam sekarang sudah lurus seperti biasa. “Itu alasan yang dewasa untuk menunda.” Pujinya tak ketinggalan memberi acungan jempol.
Andra sekedar membalas dengan senyum tipis. “Naz, tapi gue khawatir...” lirihnya.
“Soal kuliah? Ah jangan merendah deh, Ndra... Aku yakin kamu pasti lolos di ujian SAT yang udah kamu ambil!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pal In Love
Teen Fiction[TELAH TERBIT] "Selalu ada luka, diantara persahabatan dan cinta." ÷×+-=Pal in Love=-+×÷ Masuk kelas unggulan di sekolah barunya jelas bukanlah hal yang diharapkan oleh seorang Kia-siswi dari kelas reguler sebelumnya. Kia sendiri malah lebih suka m...