Maybe You're Too Good

37.7K 2.2K 543
                                    

Jangan pelit comment ya💙💙💙

.
.
.

Lambaian sumringah tangan Kia mengiringi laju mobil yang ditumpangi bundanya. Acara pengambilan laporan hasil belajar memang baru saja selesai dan Kia senang sekali karena nilai di raportnya semester ini naik cukup pesat dibanding yang sebelum-sebelumnya.

“Oke. Berarti tinggal lihat peringkat pararel di mading. Semoga naik banyak juga!” gumam Kia sebelum bergegas berbalik dan berlari kecil menuju mading sekolah.

Seperti yang Kia duga, koridor penuh sesak dengan siswa-siswi yang saling berebut untuk melihat peringkatnya. Karena mereka-mereka yang sudah selesai memfoto kertas pengumuman banyak yang egois tidak mau segera mundur agar bisa bergantian, alhasil suasana pun jadi agak ricuh. Kia saja sampai susah bernafas dengan bebas saat berdesak-desakan.

Walaupun tidak bisa maju ke barisan paling depan, akhirnya Kia dapat tempat berdiri di jarak setengah meter dari mading. Cewek itu mulai menyipitkan mata untuk mencari-cari namanya. Kalau boleh jujur, ia benar-benar sedang khawatir sekarang. Tentu saja Kia ingat betul bagaimana kejadian-kejadian tidak mengenakan yang harus ia terima di kenaikan kelas lalu, dan seumpama kali ini nilainya lagi-lagi keluar dari lingkaran anak unggulan, Kia tahu betul seberapa dirinya akan semakin dibenci banyak orang.

25. Elila Kiandra | XII-IPA1

Kelopak mata Kia mengedip lucu setelah berhasil menemukan namanya di kertas pengumuman yang memuat nama-nama peringkat lima puluh besar sekolah. Sekitar tiga detik kemudian, setelah yakin kalau matanya tidak salah lihat, Kia memekik tiba-tiba dan langsung mundur ke belkang untuk loncat-loncatan heboh sendiri. Mendapat peringkat 25 jelas berarti ia berhasil menggeser nilai cukup banyak orang, termasuk beberapa anak unggulan sendiri. Bagaimana mungkin Kia tidak senang soal itu? Ia saja tidak berharap semuluk itu tadi.

“Widih senengnya yang masuk duapuluh lima besar!” dari belakang Kia, Alfryda tiba-tiba muncul dan merangkul bahu Kia. “Traktirannya ditunggu!”

Kia nyengir. “Santai, santai... Pasti lo dapet kok!” janjinya.

“Asik! Pokoknya kapanpun gue tagih harus langsung cus ke mall ya, biasa, bayarin nonton...”

“Hm... Ketebak banget! Tapi oke aja sih, berhubung gue lagi seneng hehe...”

Sekarang Alfryda yang loncat-loncatan girang. Maniak film itu bahagianya memang sederhana sekali. Cukup dengan dijanjikan tiket nonton gratis.

“Btw, lo jangan lupa berterima kasih sama pacar. Gimanapun, si Andra yang udah banyak bantu lo soal nilai.” Pesan Alfryda sambil membetulkan ikatan rambutnya yang sedikit kendur. “Ya udah, gue mau ke lapangan dulu nemenin calon suami main basket! Bye!” habis ambil kesempatan menjitak asal ubun-ubun sahabatnya, Alfryda ngacir begitu saja dengan lari kecilnya yang tampak centil.

“Astaga, kasihan banget si Azka di jodohin sama cewek model Alfryda begitu! Musibah pasti!” Kia geleng-geleng sendiri. Pastinya sedikit kesal karena jitakan tadi.

Alfryda tidak terlihat lagi setelah berbelok di persimpangan koridor, disaat bersamaan Kia melangkah ringan meninggalkan pijakannya untuk segera pergi ke tempat parkir. Ia yakin Andra sudah menunggu disana. Soal berterima kasih yang dikatakan Alfryda tadi, Kia setuju sekali. Daripada tempat les, pacarnya yang jenius itu memang lebih banyak membantu. Andra bahkan tidak pernah keberatan untuk datang malam-malam saat Kia bilang dirinya kesulitan mengerjakan tugas.

“Pa, nggak bisa gitu dong! Papa! Pa!”

Dibelakang sebuah mobil putih, kedua kaki Kia refleks berhenti setelah mendapati Andra protes entah mengenai hal apa pada papanya yang justru tampak acuh. Pria dengan setelan jas itu bahkan langsung masuk ke dalam mobil kemudian membanting pintu dan melaju begitu saja.

Pal In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang