Pada akhirnya pertengkaran itu berakhir dengan Devan yang mengalah. Karena pada dasarnya laki-laki itu diciptakan untuk melindungi wanita. Eh kok gue nglantur gak jelas gini sih. Gak nyambung pula.
"Sudah selesai kalian berdua?" ucap bu Yesy yang tiba-tiba sudah muncul dihadapan gue.
"Emm..itu anu bu. Ah iya sudah selesai. Kalo begitu kami permisi dulu ya bu."
"Mau kemana kamu?" sela bu Yesy cepat
"Mau kembali ke kelas bu." jawabku cepat, takut-takut semakin terpojokkan. Karena guru ini, termasuk BK yang killer.
"Duduk!" perintahnya cepat yang mau tidak mau harus disetujui.
Duh ini orang mau ngapain sih? Bikin deg-deg ser aja.
"Ada apa ya bu?" tanya Michelle hati-hati
"Kalian gak merasa ada ganjal?" sahut bu Yesy yang sudah duduk dibangku kantin
"Gak ada bu." jawabku menggelengkan kepala.
"Anak jaman sekarang kalo bersalah gak merasa ya. Hebat sekali, " ucapnya sambil bertepuk tangan
Lah emangnya apa yang gue dan teman-teman lakuin?
"Masih belum peka? Ah iya, kamu pekanya lama. Saya maklum kok."
Ini kok jadi ngomong gak jelas sih. Apa hubungannya sama peka coba?
Semua yang ada dikantin menatap bangku kami was-was. Takut jika ada sesuatu hal buruk terjadi. Tak ada yang tahu bukan?
"Ya sudah. Kalo begitu, kalian saya beritahu apa kesalahan kalian. Kesalahan kalian adalah mengganggu kenyamanan kantin. Terutama kamu Kea, kalo teriak tolong dikondisikan." geram bu Yesy pada kami berlima
Gue teriak juga gegara siapa coba? Lah dia sekarang udah gak tau kemana.
"Jadi kalian berlima saya hukum. Hukumannya adalah-"
KRING... KRING
Suara bel tanda masuk akhirnya menyelamatkanku dan yang lain dari hukuman guru BK itu.
"Hukumannya nanti ya bu. Kami mau kelas terlebih dahulu. Bye bu. Sampai jumpa." ucap Sarah sambil melambaikan tangan pada bu Yesy lalu pergi menjauh dari zona bahaya
"Kalian tunggu-" teriaknya dari kejauhan
Setelah sampai di kelas, gue langsung duduk dikursi. Ternyata melelahkan juga, walaupun gak banyak ngomong. Tapi mikirnya itu loh.
"Eh lo tadi ceritanya belum selesai." serbu teman-temanku yang kini sudah mengelilingi bangku tempatku duduk.
"Gimana mau cerita coba. Tadi aja cecunguk kampret itu. Terus bu Yesy datang. Ya gagal lah." cerocosku yang langsung disergah oleh Jennie
"Udahlah cepet jelasin."
"Tadi sampe mana sih?Oh iya sampe ngapain nyia-nyian most wanted kan? Ya terus gue harus bilang gimana ke Devan?Gengsi lah ya." keluhku akhirnya
"Lo lebih mentingin gengsi lo? Mau makan gengsi? Apa mau lo pelihara? Gengsi itu bukan untuk dipelihara." balas Aleta yang langsung menusuk dihatiku.
"Ya terus gue harus gimana?"
"Ya tanya sama nyokap ajalah. Siapa tau dia lebih ngerti." giliran Sarah yang menjawab.
"Gilak. Gak berani gue. Yang ada nanti jadi panjang urusannya."
"Ya terus mau lo gimana?" tanya Michelle akhirnya
"Gue bingung." jawabku sekenanya
"Lo itu harus buat keputusan. Pikirkan konsekuensi dari keputusan lo itu. Jangan gegabah. Kalo saran gue ya, minta tolong ke Devan gak salah kok. Gak perlu gengsi. Karena manusia adalah makhluk sosial yang pasti butuh bantuan individu lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Promises
Teen FictionLebih baik tidak berjanji daripada harus memenuhi janji yang belum tentu akan ditepati. -Keana Aghnilla Henzie- Diam bukan berarti tidak tahu apa-apa. -Devano Addison K.- Nggak selamanya yang buruk selalu buruk begitupun yang baik nggak selamanya se...