17

232 22 0
                                    

Ini kenapa gak sakit sama sekali. Gue langsung membuka mata melihat apa yang terjadi. Ternyata benar ada yang nolongin gue. Dan yang nolongin ternyata adalah Devan, aku menatapnya dan mata kami bertemu, aku merasa tenggelam dalam mata hazel tersebut. Terbuai akan kelembutannya, namun juga tegas.

"Lo berat." ucapnya memecah tatapanku

"Ye, siapa suruh nangkap gue?" balasku meremehkan

"Seharusnya lo itu berterima kasih sama gue, kalo gak gue tangkap mungkin lo udah nyosor tanah."

"Iyadeh, makasih. Yaudah yuk buruan masuk, udah gak nahan ni."

"Sabar napa."

Gue dan Devan akhirnya memutuskan untuk duduk didekat jendela. Katanya sih biar bisa melihat orang yang lalu lalang. Emang itu bocah rada aneh. Perlahan tapi pasti gue pun membuka buku menu, melihat menu apa aja yang cocok. Kayanya ayam penyet sama lalapan cocok deh. Gue pun menutup buku menu tersebut lalu menyodorkan ke arah Devan.

"Lo pesen apa?" tanyanya yang kini sudah berdiri

"Ayam penyet, lalapan, es teh, oh iya tambahin nasi 2 porsi." tuturku lalu Devan melenggang pergi.

Sepeninggal Devan, tiba-tiba ada sesuatu yang bergetar diatas meja.

Drrt drt drt

Aku bingung antara mau ngangkat atau tidak. Bukannya apa-apa, ntar dikira lancang.
Tapi lama kelamaan aku jengah juga. Daritadi Devan gak balik-balik sementara iphonenya tetap berbunyi. Akhirnya aku memberanikan diri melihat caller id. Disana tertera unknown.

Siapa ini? Batinku ingin tahu

"Halo?"

"HALO?LOH KOK LO PEGANG HPNYA KAK DEVAN?LO SIAPANYA KAK DEVAN?" Teriak suara dari seberang.

"Maaf ini siapa ya?" tanyaku kalem, gak mungkin juga kan ikut teriak-teriak kaya gitu.

"HA? LO GAK LIAT CALLER ID-NYA?" Jawabnya cepat

"Disini caller id-nya unknown. Jadi ini siapa?" ucapku akhirnya

"Gue itu Miranda, calon pacarnya. Lah elo siapanya?" akunya padaku yang mulai sedikit tenang

Cih. Baru juga calon, tapi sombong.

"Ih kepo deh lo. BYE." Ucapku lalu menutup panggilan teleponnya

TUT..TUT..

Dari arah berlawanan Devan dan pelayan datang membawa pesanananku. Aku langsung menatap makanan itu tajam, bagaikan pemburu yang ingin memakan hasil buruannya.

Saat aku mau mengambil ayam tiba-tiba dicegah oleh Devan

"Et...tunggu dulu. Lo lupa sesuatu."

"Apasih?" tanyaku tak sabaran

"Sebelum makan itu harus berdoa." titahnya. Aku pun langsung menundukkan kepala dan mulutku berkomat kamit mengucapkan doa.

"Et...belom boleh makan." cegahnya sekali lagi.

"Apalagi sih?"

"Sebelum makan itu harus cuci tangan terlebih dahulu." Perintahnya yang sudah seperti emak mengingatkan anaknya.

"Ya Allah, Devan lo itu persis kaya mak gue tau gak? Sebelum makan pasti nyuruh ini, nyuruh itu. Dan bla bla.." Geramku pada sikap Devan ini.

"Itu juga demi kebaikan lo kali. Masih untung gue ingetin"

"Iya, siap bos."

Saat aku mau mengambil makanan langkahku dihentikan lagi.

"Lo mau makan itu semua sendirian?"

PromisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang