2

14K 891 11
                                    

Ae Ri POV

Bukan aku yang menginginkan semua ini terjadi. Tetapi dia. Ya, pria itu yang memulainya duluan. Dia yang duluan mengakuiku sebagai kekasihnya, dia juga yang seenaknya tanpa menanyakan persetujuanku. Apa dia sudah tidak waras?

Semenjak kejadian tempo hari, hubunganku dengan pria itu mulai semakin dekat. Hingga terjadilah sebuah pernikahan yang seharusnya tidak pernah terjadi. Apa Tuhan sudah mengatur semua ini untukku? Apa aku mempunyai kesalahan yang fatal sehinggaa aku harus menjadi istri dari pria yang baru ku kenal, pria yang baru ku temui, pria yang bermarga Park, bahkan pria yang lancang mengambil first kiss ku.

***

Aku duduk termenung di kamar. Ku tatap langit-langit kamarku hingga memori otakku kembali berputar ketika pertama kalinya aku bertemu dengan orang tua Jimin.

"Ibu rasa perjodohanmu dan anak teman ibu tidak akan pernah terjadi. Bagaimana menurutmu sayang?" ucap Ny. Park pada Tn. Park

"Tentu, Jimin berhak menentukan wanita pilihannya. Sebaiknya percepat pernikahan kalian. Ayah sudah tidak sabar menimang cucu," timpal Tn. Park dengan mata berbinar. Aku yang mendengar ucapan ayah Jimin malah terbatuk tidak ada duanya.

Aku menatap Jimin dengan intens, mengerutkan kedua alisku berharap dia mengerti dengan tatapan yang ku berikan.

"Bagaimana ini?" itulah maksud dari tatapanku. Ya, aku sudah tahu bahwa pria yang seenak jidatnya itu bernama Jimin ketika ibunya memanggilnya. Aku tidak tahu apa ini hal baik untukku atau akan menjadi hal yang buruk.

"Bagaimana kalau minggu depan kalian melangsungkan pernikahan? Setelah kalian menikah ibu dan ayah akan kembali ke Busan. Kalian berdua akan tinggal di rumah ini dan tidak perlu pindah ke appartement, mengerti?" ujar Ny. Park dengan frontal.

Apa yang sebenarnya yang dipikirkan Jimin? Kenapa dia sama sekali tidak berbicara?

"Tapi bu... apa itu tidak terlalu cepat?" ucapku ragu-ragu.

"Ya, dan kami terlalu cepat untuk tidak bernapas lagi..." lirih ibu Jimin.

SKAKMAT!! Tamatlah riwayatmu nona Nam.

Jimin menatap kedua orang tuanya. "Mungkin dia akan mengatakan sesuatu, ku harap dia menolaknya, ku harap dia tidak menyetu―," batinku menggantung.

Dan Jimin memotongnya. "Baiklah ibu, ayah kami akan melangsungkan pernikahan minggu depan. Benarkan sayang?" ucap Jimin dengan mantap seraya melingkarkan tangannya ke pinggangku.

Apa? Pernikahan? Pernikahan minggu depan?! Apa yang kau pikirkan tuan Park. Sayangnya itu terucap hanya di dalam hatiku.

*FlashbackOff*

•Jimin POV

Aku tersadar ketika Ae Ri meneriakiku. Sungguh aku tidak bermaksud melukainya. Aku, aku sengaja mengerjainya, tetapi dia menganggapnya serius selama ini.

Apa aku sudah keterlaluan padanya? Apa aku selalu melukainya? Apa aku pria yang jahat? Bukan pria, tetapi sekarang aku sudah menjadi seorang suami. Ya, seorang suami yang tidak bisa diandalakan.

"Tsk. Apa ini? Aku tidak boleh menaruh hati padanya. Ingat Jimin-ah dia hanya seorang pembantu untukmu. Ya, pembantu di rumah ini tapi..." Arrggh!!

Aku berlari mengejar wanita itu ketika menyadari bahwa aku bersalah. Bersalah hingga membuatnya terluka. Untunglah dia belum terlalu jauh dari lorong rumahku. Ae Ri terus berlari, dia berlari menghindariku.

"Ae Ri berhenti!!!" teriakku hingga semua pejalan kaki berbalik menatapku. Ae Ri tidak memperdulikan teriakanku–dia tetap saja pada pendiriannya untuk tetap berlari. Aku memang suami yang tak bisa diandalakan.

Aku terus mengikutinya dari belakang, mungkin dia sama sekali tidak mengetahui bahwa aku akan mengerjarnya seperti ini. Hingga tiba-tiba dia memberhentikan larinya, aksi saling kejar mengerjar akhirnya berhenti juga.

Huuuffft...
Mungkin aku bisa bernapas lega ketika ia memberhentikan langkahnya untuk berlari, tetapi tempat apa ini?

"Sejak kapan dia mendapatkan tempat seperti ini? Dia tidak pernah memberitahuku. Tsk!"

•Author POV

Jelas saja Ae Ri tidak pernah memberitahumu, kau adalah suami yang tidak mengerti perasaannya Park Jimin.

Dan disinilah Nam Ae Ri. Dihamparan  luas membentangi rerumputan jepang berwana hijau segar, ilalang yang tinggi, pepohonan yang rindang dan sejuk, celoteh ria burung dengan suara merdunya, gemercik desiran sungai yang terhalang oleh bebatuan yang menghiasi langit kebiruan dan awan putih bersih.

Ae Ri merebahkan tubuhnya dirumput jepang berwarna hijau itu–ia mencoba menarik nafas panjangnya untuk menghirup segarnya aroma rumput yang bercampur tanah, segarnya hembusan angin, indahnya suara merdu yang di ciptakan oleh burung, indahnya suara desiran air sungai yang terhalangi oleh bebatuan kecil dan besar. Bisa dibilang tempat ini adalah tempat favorit Ae Ri bersama kedua orang tuanya dan adik-adiknya ketika mereka masih bisa bersama-sama sebelum kecelakaan maut yang menimpa kedua orang tuanya dan adik-adiknya. Naas.

"Mungkin diluarnya saja aku merasa kuat dan tegar. Coba saja kalian melihat ke dalam. Ka-kalian akan mengetahui serapuh... serapuh apa―," ucap Ae Ri mulai dengan suara yang bergetar. "Serapuh... apakah aku," lanjutnya yang kini menitihkan bulir bening dari matanya.

Ae Ri masih setia menutup matanya yang perih dan memanas, menarik nafasnya berulang-ulang kali, kemudian membuka matanya dan menutupnya lagi. Ia mulai mengangkat satu tangannya ke atas langit seakan-akan bahwa ia bisa menyentuh langit tersebut.

Jimin? Sedangkan Jimin masih berdiri tegak dan mematung dibalik pohon untuk bersembunyi tetapi ia tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun pada Ae Ri.

"Tuhan... tunjukkan aku kolong langitku," lirih Ae Ri masih dengan suara bergetar. Jimin masih menatap gerak gerik Ae Ri wanita yang sudah resmi menjadi istrinya itu. Apa yang sebenarnya yang Ae Ri lakukan? Itu maksud dari tatapan Jimin.

Jimin yang geram dan tidak bisa apa-apa itu langsung mendekati Ae Ri tanpa harus merusak suasana hatinya yang terbilang kacau itu. Ae Ri masih menutup matanya dan masih mengangkat satu tangannya ke atas.

Ketika Ae Ri merasakan suara langkah kaki sedang menghampirinya, ia membuka matanya perlahan-lahan dan menurunkan tangannya. Betapa terkejutnya ia sehingga tidak mampu menatap sosok yang tengah berdiri dan tertutupi oleh cahaya matahari itu. Ae Ri belum menyadari bahwa sosok yang berdiri dan tertutupi oleh sinar matahari adalah suaminya Jimin. Ae Ri berpendat sosok itulah adalah seorang malaikat yang akan mengambil nyawanya. Ae Ri berusaha mengerjap-erjapkan matanya akibat silaunya cahaya matahari yang menyengat ke kornea matanya.

Saat sosok itu Jimin ikut merebahkan tubuhnya ke rumput jepang dan berbaring disamping kepala wanita yang diakuinya sebagai pembantunya. Pria bermarga Park itu manatap lekat manik mata Ae Ri dan mengulas senyum merekahnya. Polos, seakan-akan tidak ada masalah yang terjadi beberapa jam yang lalu. Ae Ri yang mulai menyadari bahwa sosok yang tadi berdiri dan ditutupi oleh sinar matahari adalah Jimin suaminya malah menatap pria itu dengan tatapan membunuh.

•Ae Ri POV

"Kau curang..." Jimin memulai percakapan. Aku bungkam dan masih menatap Jimin dengan intens. "Seharusnya dari dulu kau memberitahuku tempat indah seperti ini," lanjutnya dengan bangga.

HENING

HENING

Apa yang sebenarnya dia inginkan? Ya, aku hanya membatin. Ada apa dengannya? Kenapa dia berubah jadi baik begini? Tadi dia jahat padaku dan sekarang huh. Apa ini? Kenapa dia bersikap manis padaku? Dihadapanku, disampingku. Apa yang kau inginkan dariku eoh!

Ku lihat raut wajah Jimin seperti kesal padaku. "Yaak! Jangan mendiamiku. Aku paling benci pada orang yang mendiamiku seperti ini. Apalagi it―," katanya menggantung dan melirikku yang masih diam mematung. Aku mengerutkan keningku, jujur aku merasa penasaran apa yang akan dia katakan "I-itu adalah... kau Park Ae Ri," lanjutnya yang mulai berani mengelus rambutku. Lembut, sangat amat lembut.

Aku berpura-pura tidak mempedulikan ucapannya dan lebih memilih menutup mataku.

Setidaknya ucapkan kata maaf terlebih dahulu Park Jimin. Batinku.

bersambung...

My Vault Sky [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang