22 Epilogue

7.9K 357 23
                                    

6 bulan kemudian...

"Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini. Selama kalian berusaha pasti akan membuahkan hasil. Aah, aku tidak sabar menggendong bayi kalian," goda Yoora antusias dengan mata yang berbinar.

Ae Ri keluar masuk kamar mandi. Ia mengingat kembali perkataan Yoora yang membuatnya merasakan mual muntah yang hebat. "Apa mungkin aku hamil?" ucapnya dengan wajah pucat, peluh membasahi dahinya.

Iapun keluar dari kamar mandi, berjalan ke pinggiran tempat tidurnya dan mengambil ponselnya.

"Jimin-ah ... Aku tidak enak badan. Apa hari ini kau bisa pulang cepat?" lirih Ae Ri menahan mulutnya untuk muntah.

"....."

"Hanya demam biasa."

"....."

"Jangan ke rumah sakit, aku benci aroma obat-obatan."

"....."

"Baiklah, tapi sebentar saja. Aku tidak ingin berlama-lama di rumah sakit."

"....."

"I love you to."

Sambungan telepon dari seberangpun terputus. Ae Ri membaringkan tubuhnya, menahan rasa ingin muntahnya, menarik napas panjang kemudian menghembuskannya.

Selang beberapa menit berkutat dengan mual muntahnya, akhirnya ia terlelap hingga ia tidak menyadari kedatangan Jimin suaminya. Jimin mengahampiri istrinya, berjalan mengendap-endap untuk tidak mengganggu mimpi indah sang istri. Sesekali ia melirik jam dinding diatas nakas, tepat pukul delapan malam.

Tak tega membangunkan istrinya, iapun beranjak menaiki kasurnya dengan hati-hati. Memerhatikan istrinya dalam diam, punggung tangannya bertengker didahi Ae Ri, menyamakan suhu tubuhnya yang normal.

"Sedikit demam, apa dia sakit?" gumamnya.

Ia berbaring memeluk tubuh istrinya penuh kasih sayang, bahagia yang ia rasakan akan terasa lengkap jika ia segera mendapatkan seorang bayi, keturunannya. Batinnya.

Jimin menenggelamkan wajahnya dipunggung Ae Ri, membuat Ae Ri menggeliat dan membangunkannya. "Jimin-ah... Kau sudah pulang? Jam berapa sekarang? Aku belum menyiapkan makan–,"

Seketika Ae Ri limbung ketika hendak bangun dari tidurannya. Ia memijat kepalanya, pusing. Jimin yang khawatirpun membantu mengurutkan kepala Ae Ri, dengan posisi yang masih berbaring.

"Sebaiknya kita ke rumah sakit. Kau sedang tidak sehat, lihat wajahmu. Pucat sekali," ucapnya, lalu Ae Ri hanya menggelenggkan kepalanya.

"Ayolah sayang ... Aku tidak ingin kau kenapa-napa." Jimin begitu mengkhawatirkan istrinya, yang pucat pasi. Ia menggenggam erat tangan Ae Ri, hingga akhirnya Ae Ri menyerah dan mengikuti permintaan Jimin.

Jimin beranjak, mengambil sepasang hoddie couple dilemari yang berwarna keabu-abuan. Ia memasangkannya pada sang istri.

Ae Ri menatap sang suami, menahan tawanya. Sudut garis bibirnya hampir terbentuk tetapi ia menahannya. Jimin sangat sempurna menjadi ayah. Pikirnya.

Merekapun memasuki mobil Sport Utility Vehicle, tak lupa Jimin membukakan pintu mobilnya untuk istrinya kemudian dengan sigap memasangkan seatbelt.

Jimin akhirnya menancapkan pedal gas mobilnya menuju ke rumah sakit terdekat. Pikiran sepintasnya pun bekerja. Tebersit untuk berjumpa kawan lama. "Ae Ri-ah... Temanku bekerja dirumah sakit Daehan, apa sebaiknya kita kesana saja?" ucapnya yang kemudian ditatap oleh istrinya.

My Vault Sky [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang