Kandas dan pengakuan

3K 285 8
                                    

Maaf karena lama syekali aku update! aku sibuk sama kuliah bener deh, dan part ini susah juga putar otaknya:( i'm sorry btw jan lupa vote dan komentarnya!

" Indahnya Senja kalah dengan indahnya pagi hari jika aku bersamamu nanti.." – Resangga







" Sudah lama?"

Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat sosok yang baru saja datang. Aku tersenyum kecil kemudian menggeleng. Dan tanpa aku tawarkan sosok di hadapanku kini langsung duduk tepat dikursi di depanku.

" Waalaikumsalam, Muda...Biasakan salam dulu kalau baru datang tuh!" kataku pada Muda yang kini hanya menatapku dengan tatapan jahilnya.

" Resa kemana? Tahu ngga dia kalau aku ajak kamu kesini?" tanya Muda sambil menggulung lengan kemeja kerjanya hingga siku.

Aku menatap pria didepanku ini lama, Muda tidak pernah berubah. Semua kebiasaannya masih sama, dan cara dia berperilaku juga masih sama. Mungkin Muda menyadari kalau aku menatap pria itu lama, hingga Muda menatapku balik dengan cepatku putuskan kontak mata kami lalu dengan perlahan ku serahkan sebuah undangan pernikahanku padanya.

Muda terdiam menatap undangan itu, entah kenapa aku tidak tahu. Lalu pria itu kembali menatapku dan mau tak mau aku ikut menatapnya.

" Kamu menikah, aku bercerai..." lirihnya pelan lalu menyesap secangkir kopi panas yang sudah aku pesan dan kopi yang sama seperti dulu kami duduk berdua disini.

Aku membulatkan mataku dan menatap Muda tidakpercaya, karena Muda menikah baru satu setengah tahun. Dengan pernikahan yang seumur jagung itu bagaimana bisa dengan mudahnya mereka melakukan perpisahan. " Kenapa? Kamu baru menikah, Bang" kataku pelan berusaha menyembunyikan nada suaraku yang sedikit bergetar mendengar kata cerai dari bibir pria yang ada didepanku ini.

Muda seakan menatap kosong jendela besar disamping kami. Dia terdiam kemudian menoleh kembali padaku. Dan tersenyum, senyum yang masih sama seperti dulu.

" Setengah tahun ini aku jarang pulang, pekerjaanku di Belanda menyita waktu yang lama. Aku hanya pulang sekali dalam dua bulan dan itu hanya sebentar. Tiba – tiba sebulan yang lalu mama menghubungiku dan menangis. Beliau memintaku pulang dan melihat apa yang terjadi disini.Mulanya aku katakana aku tidak bisa, namun akhirnya aku mengalah dan pulang. Aku..." suaranya terputus, Muda terdiam sebentar dan kembali menoleh pada Jendela besar disamping kami. " Aku tidak mengerti apa yang terjadi, dan aku belum sempat bertemu istriku dan langsung kerumah mama, tiba – tiba mama memintaku untuk datang ke sebuah apartemen di daerah Jakarta Pusat, aku datang ke tempat itu, dan yang aku lihat saat pintu apartemen itu di buka adalah istriku, dengan pakaian tidak pantas, dan bersama laki – laki lain, Bel. Kamu tahu? Aku murka saat itu, istriku yang aku kenal itu tidak seperti itu dan entah bagaimana dia bisa seperti itu. Aku hanya menghabisi pria yang bersamanya lalu pergi dari sana, wanita itu datang malamnya kerumahku dan meminta maaf , aku memintanya untuk pulang dan dua hari kemudian ku kirimkan surat cerai untuknya" katanya dengan raut wajah datar namun aku tahu tatapan matanya tidak berbohong bahwa laki – laki didepanku ini sangat terluka.

Aku menunggunya melanjutkan ceritanya namun pria yang pernah aku cintai sepenuh hati didepanku ini hanya diam setelah penjelasannya tadi. Entahlah, satu sisi hatiku merasa bahwa akhirnya dia merasakan bagaimana melihat orang yang kita jadikan satu – satunya bersama orang lain, namun di satu sisi aku benar – benar prihatin dengan keadaan pernikahannya yang baru seumur jagung.

" Belajarlah memaafkan, Bang Muda..." kataku pelan dan berusaha memberikan senyum untuknya.

Muda nampak ingin protes namun pria itu mengalihkkan wajahnya ke jendela di sebelah kami. " Dikhianati itu bukan perkara mudah, Bel. Bagaimana bisa aku memaafkan dengan mudah? Beritahu aku alasan apa yang harus membuatku memaafkan dosanya yang sangat besar itu? Haruskah?" lirihnya terluka.

Hijrah, Pernikahan dan Sebuah KepulanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang