PART OF VIEW PAPA

2.2K 239 12
                                    

VOTE DULU YES! 

WARNING!

PART INI BENER - BENER PENDEK!

JD ORA USA MARAH MARAH YES!

THANK U SAYANG - SAYANGKU

AKU PADAMU

" Apapun kata mereka, aku adalah ayah dari kembarku, dan bagaimanapun di masa depan aku tetap mencintai kembar dengan seluruh jiwa dan ragaku" – Abiangga Bermuda

Part Of View Abiangga Bermuda

Aku berjalan dengan terburu – buru tanpa menghiraukan kiri dan kanan yang ramai dengan ibu – ibu yang sedang sibuk menghampiri putra dan putri mereka di jam pulang sekolah ini. Saat ini aku ada di sekolah Samudra, saat ini sebenarnya aku sedang sibuk, pekerjaan sedang menumpuk karena aku kejar target agar bisa cuti di saat Abela melahirkan nanti namun tiba – tiba hari ini pekerjaanku terganggu karena pihak sekolah Samudra menghubungiku dan memintaku datang ke sekolah anak laki – lakiku itu.

Aku mengerutkan kening saat masuk ke dalam ruang guru yang sudah ramai oleh guru – guru lain dan beberapa orangtua murid dan beberapa murid juga. Suasana mendadak hening ketika salah satu guru melihat sosokku masuk ke dalam ruangan dan aku melihat Samudra sedang berdiri di sebelah salah satu guru dengan kepala tertunduk dan baju berantakan.

Perlahan aku mendekat dan menjabat tangan satu persatu guru yang ada dan mengabaikan tatapan sinis ibu – ibu para orangtua murid yang ada di dekatku.

" Maaf ibu, ada masalah apa ya sampai menghubungi saya? Maaf kalau istri saya tidak bisa datang karena sedang hamil besar" kataku sopan dan sesekali melirik Samudra yang masih terdiam dengan kepala tertunduk dan aku baru sadar bahwa anakku terluka dibagian lututnya dan bajunya sangat berantakan.

" Begini bapak, saya sudah tanyakan pada Sammy apa yang menyebabkan dia sampai marah dan berkelahi dengan salah satu temannya hingga temannya terjatuh dan akhirnya ibu dari temannya itu meminta pertanggung jawaban dari pihak sekolah atas tindakan Sammy, dan Sammy sampai sekarang tidak menjawab kenapa dia bisa bertingkah seperti itu kepada temannya, oleh sebab itu saya memanggil bapak ke sekolah untuk membujuk Sammy mengutarakan alasannya dan sekaligus mempertanyakan tentang tanggung jawab atas perbuatan tidak terpuji dari anak bapak"

Aku sedikit kaget mendengar kata – kata dari walikelas Samudra, karena setahuku anak laki – lakiku itu tidak pernah kasar dengan siapapun. Tatapanku beralih pada salah satu bocah berseragam sama seperti Samudra dan memang sama berantakannya juga dengan Samudra namun anak itu tidak punya luka apapun seperti anakku.

Perlahan aku mendekat kearah Samudra dan berlutut agar tinggiku sama dengan anak laki – lakiku satu – satunya itu. Aku masih tersenyum karena aku tahu, jika Samudra bisa menjadi kasar seperti ini pasti ada penyebabnya. " Abang kenapa? Coba bilang sama papa kenapa abang gitu sama temen abang? Papa ngga pernah ajarin abang kasar kan?" tanyaku perlahan dengan suara pelan agar Samudra tidak merasa makin terintimidasi karena suasana disini saja pasti sudah membuat putraku ini takut untuk bicara.

" Dia bilang abang bukan anak papa, dia bilang itu terus sambil ketawa, abang kesel Pa..." ucap Samudra dengan lirih dan kepala masih tertunduk.

Aku tertegun mendengar suara lirih Samudra, Samudra tidak pernah bicara sepelan itu dan dengan nada tertekan seperti itu. Aku kemudian meraih Samudra ke dalam pelukanku. " Abang anak Papa, Abang akan selalu jadi anak papa..." kataku kemudian di sambut tangisan dari Samudra.

Aku menghela nafas lalu membawa Samudra ke dalam gendonganku dan membiarkan anak laki – lakiku satu – satunya itu menangis. Kemudian aku menatap satu persatu orang yang ada di ruang guru itu. " Saya ingin meminta maaf atas perilaku kasar Sammy terhadap temannya, namun saya tidak akan meminta maaf pada orangtua dari teman Sammy karena anda tidak bisa mengajarkan anak anda sesuatu yang lebih berguna untuk diucapkan, untuk apa menyekolahkan anak di tempat mahal seperti ini kalau untuk membully teman sebayanya yang bahkan tidak bersalah, saya akan menerima konsekuensi tentang perbuatan Sammy, ibu walikelas bisa menghubungi saya tentang konsekuensi itu, dan juga, Sammy itu anak saya, bukan anak siapapun, saya adalah ayah Sammy, jadi jangan pernah mengucapkan hal – hal tidak berfaedah tentang keluarga saya dan menjadikan anak saya bahan bully, saya permisi, Assalammualaikum"

**********

" Assalamulaikum dulu Papa! Loh, kok abang nangis? Kok di gendong Papa? Kan udah gede Bang!"

Aku tersenyum pada istriku yang berjalan sedikit kesusahan karena perutnya yang sudah membesar karena akan melahirkan sebentar lagi. " Abang lagi rewel, Biya...Kita duduk ya? Aku ngga tega liat kamu jalan – jalan dengan perut segede itu" kataku masih sambil menggendong Samudra yang sebenarnya sudah berhenti menangis saat dimobil dan kembali menangis saat mendengar suaranya ibunya.

" Anak Biya kenapa atuh? Udah mau punya adek lagi kok masih cengeng? Sini peluk Biya...bilang siapa yang nakal sama abang?"

Aku tersenyum kembali melihat Samudra yang beranjak dari gendonganku lalu duduk sambil memeluk ibunya dari samping dan masih menangis. Perlahan aku elus rambut putraku satu – satunya itu, aku tidak ingin marah, karena Samudra tidak salah dan dia tidak nakal. Aku hanya sedikit terganggu dengan kata – kata anak yang mengolok Samudra tentang aku bukan ayahnya.

" Biya, papa punya abang kan?"

Istriku tiba – tiba terdiam seakan tahu penyebab tingkah aneh Samudra hari ini dan kenapa Samudra bisa pulang denganku sambil menangis. Dengan senyum sedikit dipaksakan, istriku itu memeluk erat Samudra namun aku melihat mata wanita yang amat kucintai itu berkaca – kaca. Karena ini pertama kalinya Samudra menangis sampai seperti ini.

" Papa punya abang, punya Biya, punya Rora dan punya adik bayi... Abang anak papa dan Papa akan selalu sayang abang seperti Biya selalu sayang abang dan ayah Resa juga sayang abang di surga sana...." Ucap istriku dengan tenang masih dengan memeluk erat Samudra kemudian sebelah tangannya menggenggam tanganku dengan erat.

*****

Aku menghela nafas lalu menghampiri istriku yang sedang duduk termenung diatas tempat tidur kami. Setelah menidurkan Samudra dan Aurora tadi, istriku jadi pendiam, lebih tepatnya setelah peristiwa siang tadi saat Samudra menangis. Abela bukanlah wanita pendendam dan pemarah, namun kalau sedang bersedih, aku tidak pernah suka melihatnya karena wanita itu akan terdiam seharian seperti saat ini.

" My Biya....Kenapa sih ngelamun terus?" tanyaku lalu duduk di sampingnya.

Abela menoleh lalu menangis dan memelukku dengan erat walaupun terhalang dengan perut besarnya. Aku lagi – legi menghela nafas kemudian mengelus punggungnya dengan lembut.

" Kenapa sih ada yang tega ngomong gitu ke Sammy? Dia Cuma anak – anak, Pa..."

Aku terdiam lalu menegakkan tubuh dan merenggangkan sedikit pelukan kami kemudian aku menatap matanya yang memerah karena menangis lalu aku mencoba tersenyum.

" Apapun yang mereka katakan ngga akan mengubah fakta apapun, aku tetap ayah Sammy dan Rora, dan yang paling penting aku menyayangi mereka melebihi apapun sekalipun mereka bukan darah dagingku. Lingkungan kita ini keras, sayang. Sampai kapanpun akan tetap ada kalimat – kalimat seperti itu dan yang lebih menyakitkan lagi, tapi tugas kita adalah mengajarkan anak – anak kita agar tutup telinga dan tetap kuat tanpa menghiraukan ejekan orang. Apapun yang terjadi aku akan tetap menjadi yang terdepan membela mereka, kamu jangan sedih, aku cinta kamu, aku cinta kembar, dan aku akan selalu menjadi milik kalian apapun kata orang, mendengar kata orang ngga akan ada habisnya dan ngga ada gunanya...."

(XoO

Hijrah, Pernikahan dan Sebuah KepulanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang