Kiss (Youngbin)

318 39 17
                                    

"Ini.... Sesuatu yang tak pernah
kurasakan sebelumnya"

***

Youngbin sedari tadi masih terus menatap layar datar yang biasa disebut Laptop itu. Ia tak menghiraukan gadis cantik yang saat ini sedang bersikap sangat manja di sampingnya.

"Oppa! Ayo antarkan aku ke depan, aku takut"

Youngbin menghela nafasnya entah untuk yang keberapa kalinya, ia sangat lelah. Lelah mengerjakan pekerjaannya, belum lagi menghadapi kekasihnya saat ini yang sedang manja sekali padanya.

"Apa yang kau takutkan, Sayang? Di depan sana tidak ada apa-apa. Sudah sana ke kamar mandi sendiri, Oppa sedang sibuk"

Youngbin kembali memfokuskan pandangannya kelayar datar di hadapannya, kembali disibukkan dengan pekerjaan kantornya setelah menyuruh Nina—kekasihnya— untuk pergi ke kamar mandi sendiri.

Bukan Youngbin tidak perhatian dengan Nina yang sangat penakut, untuk kali ini saja Youngbin ingin bersikap tegas kepada kekasih manjanya itu. Ia tidak ingin terlalu memanjakan Nina. Bukan tidak sayang, malah jauh di dalam hati Youngbin—ia sangat menyayangi Nina melebihi apapun. Youngbin ingin membuat Nina mandiri dan tidak terlalu bergantung padanya. Ya, begitulah.

"Oppa sudah tidak mencintaiku, ya?"

Pertanyaan gadis mungil tersebut membuat Youngbin berhenti menatap layar datar di hadapannya dan berganti menatap lekat kepada sosok gadis di sampingnya.

"Bukan begitu. Aku bahkan sangat-sangat mencintaimu, Sayang"

Tangan Youngbin beralih untuk mengelus rambut panjang Nina. Memainkan rambut itu sebentar, bermaksud membuat Nina nyaman dan percaya akan ucapannya.

"Kalau begitu, ayo antar aku ke depan"

Nina berujar kembali dengan tatapan memohon kepada Youngbin. Namun lelaki di hadapannya tersebut malah tersenyum hangat sambil menggeleng.

"Kau harus mandiri, jangan terus bergantung pada Oppa."

Nina kembali memasang wajah masamnya, tak luput bibirnya ikut manyun menambah kesan cemberut yang membuat Youngbin gemas.

"Sudah sana, aku tidak ingin ranjangku ini basah karena kau Mengompol disini"

Nina berdecak sebal kemudian beranjak dari ranjang Youngbin, ia berjalan malas keluar pintu kamar Youngbin. Menutup pintu dengan kasar sebelum ia benar-benar sudah pergi dari kamar Youngbin.

Youngbin terkekeh melihat tingkah laku Nina. Ia tidak menyesal karena menjadikan Nina sebagai kekasihnya. Bahkan teman-teman Youngbin sering mengejek bahwa ia mengencani bocah Ingusan seperti Nina.

Umur mereka memang terpaut jauh. Nina baru saja menginjak usia 18 tahun dan masih berstatus murid SMA. Sedangkan Youngbin, usia nya sudah 25 tahun dan sudah menyandang jabatan sebagai Direktur muda di perusahaan Musik terkemuka.

Terpaut jauh bukan?
Tapi usia bukan halangan untuknya dan Nina menjalin hubungan.
Youngbin sangat mencintai Nina, begitu pula Nina. Gadis mungil itu juga sangat mencintai Youngbin, dan seringkali bertingkah manja untuk mendapatkan perhatian Youngbin. Seperti yang baru saja ia lakukan.

"Aaaaa! Oppa!"

Teriakan luar biasa milik Nina di luar sana membuat Youngbin dengan segera beranjak dari ranjangnya dan langsung menghampiri dimana Nina berada.

Mata Youngbin membelalak terkejut melihat kekasihnya sedang meringkuk di bawah Pantry dapurnya.

Nina meringkuk sambil memeluk lututnya, wajahnya basah penuh oleh airmata, tubuhnya juga bergetar hebat karena ketakutan.

"Nina? Kau kenapa?"

Youngbin berujar sambil membantu Nina untuk keluar dari pojokan Pantry.

"A-aku takut...hiks..hiks"

Tangisan Nina semakin menjadi ketika Youngbin sudah ikut duduk di hadapannya dan merengkuhnya, mendekap tubuh Nina dengan erat.

"Sudah, tidak apa-apa. Ada Oppa disini"

Youngbin mengelus punggung Nina berulang kali, mencoba membuat Nina lebih tenang dan mau menceritakan apa yang terjadi.

Namun, tangisan itu tak kunjung berhenti setelah sudah lewat menit kesepuluh pun.

Youngbin melepaskan pelukannya. Ia menatap Nina dengan lekat sebelum tangannya terulur untuk menghapus aliran airmata yang membanjiri pipi Nina.
Youngbin menghapusnya dengan lembut, seakan Nina adalah yang paling berharga dan tidak ingin Nina terluka hanya karena elusan tangannya di pipi lembut itu.

"Sudah, jangan menangis"

Youngbin tersenyum, ditatapnya lagi Nina dengan tatapan seduktif.
Tangannya menangkup wajah mungil Nina yang sangat pas di genggaman tangannya yang besar.
Menarik wajah Nina untuk mendekat padanya. Kemudian bibir itu menempel, bibir Youngbin menempel kepada bibir lembut Nina. Mata keduanya tertutup, mencoba menikmati sensasi dari bibir keduanya yang saling bertautan.

Hingga tangisan Nina sudah mereda, berubah pipinya yang saat ini memerah akibat ulah Youngbin.

"Oppa?"

Nina berucap setelah tautan mereka sudah terlepas.

"hmm?"

Youngbin tersenyum hangat sambil tangannya masih berada di pipi Nina. Masih terus menghapus sisa-sisa airmata yang tadi Nina keluarkan.

"Ini.... Sesuatu yang tak pernah
kurasakan, sebelumnya"

Youngbin mengerjit bingung akan ucapan gadis di hadapannya tersebut.

"Sesuatu?"

Nina mengangguk mengiyakan. Ia tersenyum malu-malu sambil menyentuh bibir Youngbin dengan telunjuknya.

"Bibir Oppa, sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya"

Youngbin tertawa gemas melihat tingkah polos kekasihnya, tangannya kemudian mencubit kedua pipi Nina dengan gemas.

"Baiklah, sekarang coba ceritakan kenapa kau sampai ketakutan dan menangis seperti tadi"

Nina menggeleng, saat ini telunjuknya berganti menyentuh bibirnya sendiri sambil mengucapkan

"Nanti ku ceritakan setelah Oppa menyentuh bibirku lagi dengan bibir Oppa"

Ucapan Nina membuat Youngbin terkejut, mengapa kekasihnya ini menjadi sangat mesum hanya dengan satu kecupan?

"Tidak mau, kau harus ceritakan dulu"

Youngbin mengelak sambil menutupi bibirnya dengan tangan.
Membuat Nina mengerucutkan bibirnya dan bergerak lebih dekat dengan Youngbin.
Nina mencoba menarik tangan Youngbin yang menutupi bibir lelaki itu.

"Ayolah, Oppa..  Aku ingin sekali lagi!"

Youngbin tidak bisa berucap selain hanya bisa menggeleng-geleng saat Nina masih terus mencoba membuka tangan penutup bibirnya itu.

Youngbin baru sadar jika Nina akan se-agresif ini setelah dicium olehnya. Seharusnya tadi ia tidak usah mencium Nina saja, kan?



FIN.

SF9 FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang