Mau dapetin anaknya? PDKT-in ibunya! Prinsip ini sebenarnya tidak pernah terlintas di benakku. Hanya saja setelah acara makan siang bersama (yang penuh dengan interogasi dari mama Adrian kepadaku sementara Adrian cemberut terus dan Erida asyik main hape), aku dan mama Adrian jadi sering berkomunikasi. Mama Adrian meneleponku hampir setiap sore. Sekedar bertanya apa kabar atau apa yang sedang dilakukan Adrian atau undangan makan siang bersama. Untungnya, mama Adrian tidak pernah memintaku melakukan hal-hal yang membuatku harus berinteraksi dengan anaknya. Jadi sepertinya Adrian tidak tahu bahwa kami mendadak akrab setelah acara makan siang itu.
Kesamaan hobi antara aku dan mama Adrian sepertinya jadi nilai lebihku di mata mamanya. Kami sama-sama penggemar seafood. Apapun hidangan dari laut. Cumi, udang, ikan, kepiting. Berbentuk sushi, bumbu asam manis, dengan nasi goreng, pasta, apapun. Kami juga sama-sama senang belanja. BEdanya, aku lihat-lihat tanggal untuk belanja dan mama Adrian bisa belanja kapan saja. Kami juga penggemar warna merah. Pada saat makan siang pertama kali hari itu aku mengenakan cat kuku warna merah dan tas merah, dompetku juga merah. Mama Adrian bertanya dan kujawab bahwa aku suka merah. Beliau langsung bercerita bahwa dia juga suka warna merah. Itulah mengapa BMW-nya sengaja dicat warna merah mentereng. Clutch bag yang ia bawa juga berwarna merah. Aku bercanda, "Kalau gini kita gak boleh deket-deket sama banteng ya Ma?"
Kami tertawa bersama.
Tanpa sepengetahuan Adrian, pernah suatu hari mamanya menjemputku (aku! Bukan jemput anaknya) di kantor dan mengajakku ke salon. Meski saat itu sudah malam tapi ia berkeras mengajakku perawatan di salon. Katanya dia sudah lama memimpikan melakukan hal seperti ini dengan anak perempuan. Sayangnya anaknya hanya satu, laki-laki pula.
Aku ditangani capster yang memijat halus kepalaku, memberikan perawatan hair spa dengan aroma green tea. Sementara mama Adrian di sebelahku hair spa dengan aroma strawberry. Kedua tangannya sekaligus dimanicure sementara aku tidak.
"Adrian itu kalau di rumah bandel banget deh Manda," ujar mama Adrian sambil merem melek keenakan dipijat.
"Oh ya? Gimana contohnya ma?"
"Dia kalau baru pulang kantor, sepatunya ditaro gitu aja di depan pintu. Abis itu tasnya ditaro di sofa. Dianya ngeloyor aja langsung ke kamar,"
Aku terkikik. "Masa? Dia gak rapiin barangnya gitu?"
"Nggak. Kalau mama ingetin baru deh dia ambil tasnya, dibawa ke kamar. Itu juga kalau mama udah ngingetin berkali-kali. Kalau dianya lagi males sih ya sampai besok dia berangkat lagi masih di situ tuh tas."
Aku bisa membayangkan wajah malas Adrian menyeret tasnya dari sofa ke kamar. Pasti lucu.
"Mungkin karena anak tunggal ya jadi biasa dimanjain,"
Aku mengangguk-angguk setuju.
"Tapi kalau lagi baik, dia baik banget deh. Pernah suatu hari ya kran di tempat cuci piring bocor. Airnya netes terus. Mau panggil tukang, gak sempet terus. Di rumah juga Cuma ada bibik yang bantu masak. Gak ngerti dia soal kayak begitu. Tiba-tiba besok paginya mama nemuin Adrian di dapur lagi congkal congkel gak ngerti deh ngapain. Waktu mama nanya kok dia gak ke kantor, katanya ijin datang siang demi benerin kran. Abis itu krannya bener lagi deh."
"Adrian keren," pujiku tulus.
Mama terharu, wajahnya terlihat bangga.
"Iya kalau lagi begitu baru mama bangga sama Adrian."
Kami berdua tertawa. Setelah itu membahas kelakuan jahil Adrian sewaktu SD.
"Dia pernah ngangkat rok anak perempuan! Duh mama malu banget waktu itu. Abisan anaknya sampai nangis-nangis dan gak mau sekolah. Mama kan jadi merasa bersalah. Masih kecil kok udah mesum,"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Cure of Our Secrets - END (GOOGLE PLAY)
RomanceMencintai seorang Adrian bukanlah perkara mudah. Selangkah mendekat, sepuluh langkah dia menjauh. Tapi tak ada kata menyerah dalam kamus Amanda. Apalagi saat ia tahu bahwa Adrian punya rahasia. Rahasia yang membuatnya seperti Pangeran Es. *** Cerit...