"Shall we start calling each other with sweeter name?"
"Like what?"
Aku dan Adrian sedang berada dalam perjalanan menuju Bandung. Another vacation together. With our parents of course and my brother and my sister in law also. Mereka berenam sudah berangkat lebih dulu karena yakin kali ini aku dan Adrian bisa berangkat berdua saja. Berbeda dengan saat ke Bali dulu dimana aku dan Adrian masih seperti orang asing jadi kami harus berangkat masing-masing. Sepulang kantor, kami langsung menuju Bandung. Sekarang sedang terjebak di kemacetan menuju pintu tol.
"Hmm," Kulirik dulu wajah Adrian. Masih dingin. "Gak deh. Gak jadi,"
Memanggil dia dengan sebutan Sayang atau Honey rasanya terlalu unyu.
"Ya udah,"
"Oke,"
Hening kembali menyelimuti kami berdua. Dia fokus menyetir, aku fokus mendengarkan lagu sambil memperhatikan jalanan.
"Kamu lapar gak?" Aku memulai percakapan lagi. Kaget sendiri saat memanggil Adrian dengan 'kamu' alih-alih 'lo' seperti yang biasanya kami lontarkan. Dia juga sepertinya sadar. Karena Adrian memandangku lebih lama dari seharusnya.
Pipiku bersemu merah. I know it. Untunglah mobilnya gelap.
"Ehem," Adrian berdeham sebelum kembali menyetir. "Belum terlalu."
"Nanti makan dulu tapi ya. Biar kalau udah sampai rumah Kak Friska, bisa langsung istirahat."
Kami akan menginap di salah satu rumah keluarga Kak Friska di daerah Dago. Rumah yang jarang digunakan dan biasanya hanya untuk kunjungan teman-teman Kak Friska atau kakak dan adiknya saat di Bandung. Rumah ini dirawat dan dijaga oleh beberapa Asisten Rumah Tangga.
"Oke,"
Suara Charlie Puth menengahi keheningan yang lagi-lagi kami ciptakan sendiri.
"Dingin gak?" tanya Adrian tiba-tiba. Melirik pakaian yang sedang kukenakan. Rok selutut dan kemeja lengan pendek.
"Nggak terlalu kok. Kenapa?"
"Kalau dingin, AC-nya matiin aja. Atau pake jaket,"
"Oke. Tenang aja, aku masih merasa baik-baik aja kok."
Jreng. Kali ini aku mengganti sebutan 'gue' menjadi 'aku'. Ini secara tidak langsung menunjukkan perasaan dan hubungan yang lebih dalam dengan orang yang kuajak bicara. Artinya, Adrian sudah resmi jadi orang yang punya hubungan lebih dalam denganku.
"Kalau mau matiin AC, matiin langsung aja,"
"Iya,"
Demi melanjutkan suasana yang cukup akrab yang tercipta dari obrolan kami, aku bertekad agar kami tetap sering mengobrol. Jangan sampai suasana saat kami berduaan hanya diisi oleh keheningan semata.
"Hobi kamu apa aja selain basket, Dri?"
"Nonton,"
"Nonton apa?"
"Film,"
"Film apa?"
"Action,"
"Contohnya?"
"Avengers,"
"Cuma itu?"
"Star Wars. Die Hard. Terminator. Filmnya Jackie Chan,"
Rasanya ini lebih seperti diskusi dengan anak SD daripada pria dewasa usia 29 tahun.
"Kamu mulai basket usia berapa?" Tidak puas dengan hobi nontonnya, aku kembali beralih ke basket. Topik yang pasti dia sukai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cure of Our Secrets - END (GOOGLE PLAY)
RomantikMencintai seorang Adrian bukanlah perkara mudah. Selangkah mendekat, sepuluh langkah dia menjauh. Tapi tak ada kata menyerah dalam kamus Amanda. Apalagi saat ia tahu bahwa Adrian punya rahasia. Rahasia yang membuatnya seperti Pangeran Es. *** Cerit...