Betapapun keluarga kami sudah saling mengenal, mama, Om Ferdi, ibu , dan ayah tetap memilih untuk mengadakan acara pertunangan. Katanya agar suasananya jadi lebih resmi. Aku dan Adrian setuju. Acara pertunangan diadakan semingu setelah Adrian resmi menjabat sebagai Manager baru di Divisi PR. Artinya, tidak ada larangan pula bagi kami untuk menikah. Sebelumnya, jika kami sama-sama di Divisi Marketing, ada hambatan peraturan perusahaan. Peraturan itu melarang karyawan di divisi yang sama untuk menikah.
Aku masih ingat bahwa Adrian ingin menceritakan sesuatu padaku. Tapi dia belum jua membahasnya walaupunn sedikit. Entah karena dia lupa atau dia memilih untuk mengabaikannya. Semoga saja kediaman ini tidak membawa kerugian pada hubungan kami berdua nantinya.
Aku memilih untuk tidak menceritakan perihal masa lalu Adrian kepada ayah. Aku hanya meyakinkan bahwa Adrian adalah pria yang baik, yang ayah sudah lihat sendiri juga, dan bahwa aku dan dia saling menyayangi. Itu, kuharap, cukup untuk membuat ayahku merestui hubungan kami.
Mama Adrian tentu sangat senang. Pesta pertunangan rencananya akan diadakan di rumahku, semua orang seakan sibuk mempersiapkan segalanya. Termasuk dekorasi oleh bunga, balon, dan tidak lupa ada pula katering yang sengaja dipesan. Mama dan Ibu menyeretku ke Frank & Co untuk memilih cincin.
"Ma, Bu, kan baru tunangan aja,"
"Gak apa-apa. Kamu pilih yang lebih besar berliannya untuk cincin nikah. Untuk cincin tunangan yang biasa aja. Adrian menyerahkan semua ke kamu katanya," ujar mama sambil berseri-seri.
Lama aku meneliti setiap desain yang terpajang di etalase. Sampai kuputuskan cincin tunangan kami hanya cincin polos dengan aksen di tengah yang mengelilingi seluruh cincin. Sementara untuk cincin nikah, ada lekukan di bagian pusatnya. Untukku di tengahnya ada berlian dan untuk Adrian polos saja.
"Jeng Tika aja yang nyimpen ya. Kalau aku yang pegang, malah bakal sering aku liatin. Khawatirnya malah ilang," kata mama Adrian setelah menyerahkan kartu kredit untuk membayar cincin-cincin ini. Kartu kredit Adrian, tenang saja.
Ibuku menerima dengan senyum. Memang ibuku orang yang telaten dan apik.
Persiapan pesta pertunangan tidak banyak. Aku hanya dirias sederhana dan mengenakan kebaya sesuai permintaan ibu dan mama. Adrian juga rencananya akan mengenakan baju batik yang warnanya senada dengan kebayaku. Dari pihakku akan datang Kak Nanda dan Kak Friska juga paman dan bibiku (tanpa sepupu-sepupuku). Sedangkan dari pihak Adrian rencananya akan didatangi oleh paman dan bibinya juga. Kami sama-sama sudah tidak punya kakek dan nenek.
***
Hari Sabtu pagi aku bangun dengan perasaan campur aduk. Senang tapi juga deg-degan. Aku terus berbaring menatap langit-langit selama 15 menit. Sulit menyadari bahwa pria yang aku suka sejak lama akhirnya akan bertunangan denganku. Akhirnya dia mau membuka dirinya untuk kucintai dan mencintai.
"Amanda," ibu melongok ke dalam kamarku. "Mandi gih. Randy dan Inge sudah di jalan,"
Om Randy adalah kakak dari ibuku sedangkan Inge adalah adik dari ayahku.
"Iya Bu," aku bangun dari tempat tidur namun masih hanya duduk di tepi tempat tidur.
"Deg-degan?"
"Iya,"
"Masih tunangan lho. Belum nikah. Nanti nikahnya pasti lebih deg-degan lagi," Ibu tersenyum. Bersandar di bingkai pintu.
"Iya ya bu?"
"Makanya sekarang latihan dulu. Yuk ibu tunggu di bawah ya,"
Ibuku kembali turun dan aku melangkah menuju kamar mandi. Menggosok setiap jengkal tubuhku, menghilangkan noda dan keringat. Mandi sewangi mungkin. Aku mengenakan kebaya yang sudah disiapkan. Memulas wajahku dengan make up dibantu oleh Kak Friska yang kandungannya sudah semakin terlihat.
"Senangnya," ujar Kak Friska sambil mengepang rambutku.
"Aku juga," balasku sambil tersenyum.
"Done, kamu calon pengantin tercantik, Amanda."
Rambutku ditata dengan kepang separo sementara sisanya dibiarkan terurai. Waktu sudah menunjukkan pukul 10. Tidak lama lagi Adrian dan keluarganya akan tiba. Aku berjalan ke lantai dasar, sudah ada keluargaku yang menunggu. Aku semakin deg-degan.
"Adrian sudah sampai mana?" tanya Ayah saat aku akhirnya duduk di sofa.
"Belum tahu. Amanda telepon?"
Ayah mengangguk.
Aku segera mencari nomor kontak Adrian di iPhone-ku. Namun belum sempat kuhubungi, ada telepon masuk dari Mama.
"Halo Ma,"
"Amanda..." suara Mama terdengar serak.
"Ya? Ada masalah Ma?" perasaanku langsung tidak enak. Ayah dan Ibu memperhatikan begitu aku menyebut 'masalah'.
"Adrian..."
"Adrian kenapa?"
Hening. Suasana di rumahku jadi tegang.
"Adrian hilang. Entah kemana. Dia Cuma meninggalkan pesan 'Sorry',"
Tubuhku lemas seketika. Ayah dan Kak Nanda langsung meraihku sebelum aku menghantam lantai.
***
Aku tahu abis ini akan banyak umpatan untuk Adrian :"D
![](https://img.wattpad.com/cover/99604373-288-k118611.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cure of Our Secrets - END (GOOGLE PLAY)
RomansaMencintai seorang Adrian bukanlah perkara mudah. Selangkah mendekat, sepuluh langkah dia menjauh. Tapi tak ada kata menyerah dalam kamus Amanda. Apalagi saat ia tahu bahwa Adrian punya rahasia. Rahasia yang membuatnya seperti Pangeran Es. *** Cerit...