+ 11 +

10.9K 1K 18
                                    

"Adrian mana, Amanda?" tanya mama Adrian saat kami sarapan.

Setelah Adrian kaget melihatku berbaring di ranjangnya, aku menunggu dia keluar dari kamar mandi tapi setelah 30 menit dia tak keluar juga. Kuputuskan untuk mandi di tempatku kemudian packing. Sampai aku selesai packing dan keluar kamar untuk sarapan, dia masih tidak tampak.

"Gak tahu. Tadi pas Amanda keluar, dia gak keliatan,"

Mama Adrian mengangguk. Semenit kemudian Adrian muncul. Raut wajahnya cemberut. Dia duduk di meja makan sambil mengaduk kopi.

"Got a hard night, son?" tanya Om Ferdi, melirik kopi yang dipegang putranya.

Aku tahu maksud Om Ferdi hanya sekedar bertanya apa Adrian begadang karena nonton TV atau apa. Sehingga ia butuh kopi agar terjaga di pagi hari. Tapi Adrian juga benar-benar menghadapi malam yang 'keras'. Denganku. Aku yakin dia berpikir tentang apa yang terjadi semalam. Akibatnya dia langsung terbatuk-batuk.

"Lho kamu kenapa?" mamanya panik. Ibu dan ayah memperhatikan dengan cemas. Aku cuek saja, menikmati omelet menu sarapanku.

"Gak, gak apa-apa," jawab Adrian terbata-bata. Ia melambaikan tangannya seperti peserta Uji Nyali yang sudah menyerah. "Cari sarapan dulu."

Adrian bangkit dan mencari sarapan. Tidak, aku tidak akan pura-pura mencari sarapan hanya untuk mencuri waktu mengobrol dengannya. Apa yang kami lakukan bersama sepertinya cukup menciptakan efek dramatis bagi Adrian. Biarkan dia menikmati sekaligus merana atas pikirannya sendiri.

Mama Adrian masih mencari kesempatan untuk mendekatkan aku dengan Adrian di jam-jam terakhir liburan bersama kami kali ini. Tapi Adrian rupanya lebih bisa menolak. Dia selalu menghindar dan menjauh saat mamanya menunjukkan gelagat tertentu. Kami benar-benar tidak bicara lagi sampai masuk ke pesawt untuk pulang.

Tempat dudukku di sebelahnya lagi. Tentu.

"Ma, tuker tempat duduk," kudengar Adrian berbisik pada mamanya.

"Kenapa sih? Kamu sama Amanda abis berantem ya tadi malem? Sekarang diem-dieman gini,"

Ingin kujawab bahwa mulut kami memang diam tak bicara, karena ada hal lain yang bicara.

"Semacam itu,"

"Ya udah,"

Mama Adrian bangkit dan duduk di sebelahku. Aku tersenyum dan mengobrol dengan mama Adrian, membahas liburan singkat kami.

Perjalanan singkat 3 jam kembali ke Jakarta rasanya berat karena ini berarti perpisahan. Iya aku tahu besok aku akan bertemu dengan Adrian lagi. Tapi ya...momen liburan bareng seperti ini kan jarang terjadi.

"Terima kasih untuk perjalanannya ya, Ren," ujar ibuku saat berpamitan. Kami sudah sampai di bandara dan siap untuk pulang ke rumah masing-masing.

"Sama-sama Jeng Tika. Kapan-kapan liburan bareng lagi ya," balas Mama Adrian sambil tersenyum bahagia. Para ayah juga berjabatan tangan dan berpamitan. Aku berpamitan pada orang tua Adrian dan sebaliknya. Kecuali aku dan Adrian yang tidak berpamitan sama sekali.

"See you at office, Adrian," seruku, melambai dan mengedip. Adrian melirik sebentar dan menelan ludah lalu berbalik tanpa bicara apa-apa.

"Ada hal seru terjadi antara kalian?" tanya ayahku menyelidik.

"Nothing," masih sambil tersenyum, aku menggandeng lengan pria nomor 1 yang kucintai. Bersama-sama menuju mobil.

***

"Jane," panggilku begitu sampai di kantor Senin pagi. Jane sedang mengecat kukunya. "Nice color by the way."

"Yeah, Revlon," ujar Jane bangga. "Kenapa darling? Abis dari Bali nih asyik banget,"

The Cure of Our Secrets - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang