Chapter 10

121 20 8
                                    

Halawwww.... dedeq kam bek qaqaaa... happy reading...

-------__________---------------------

"Maafkan aku, Brian," ujar Cinta sedikit tersendat. Tubuhnya bergetar, menahan tangis. Sudah lama ia tidak merasa bersalah sebesar ini.

Brian menatap Cinta nanar. Tersenyum pahit. Baru tiga hari ya, baru tiga hari. Tapi sepertinya itu mustahil. Karna sedari awal ia sudah mengerti. Ada sesuatu di tatapan Cinta, yang bukan miliknya. Sekalipun Cinta tertawa dua kali lebih banyak ketika bersamanya. Walaupun Cinta tersenyum lebih manis saat berdua dengannya. Tapi, tetap saja, sinar mata itu milik orang lain.

"Begitukah?" Brian mendesah pelan.Terus menatap perempuan yang menunduk melihat sepatunya, memainkan tanah.

"Sungguh, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu, Bri. Tapi, tapi," Cinta mulai terisak. Ia benar-benar merasa bersalah sekarang. Seharusnya ia tidak menerima pernyataan cinta Brian waktu itu. Seharusnya ia tidak memutuskan Brian hari ini.

Tapi, entah ada apa yang terjadi padanya saat Arnold tersenyum miring ke arahnya, seakan mengejek. Setelah itu dengan perasaan kacau ia meminta Brian ke halaman belakang, duduk di kursi tempat pertama kali mereka bertemu.

Ia memutuskan hubungannya di sana, tepat setelah Brian bertanya ada apa. Akan tetapi saat melihat tatapan nanar Brian, mendadak tubuhnya lemas. Tatapan nanar it mirip sekali dengan tatapan nanar "seseorang itu". Mendadak Cinta merasa sangat bersalah.

"Lalu kenapa kau menerimaku waktu itu?" tanya Brian lirih terus menatap Cinta dalam. Yang ditatap terus menunduk.

Lalu tanpa sadar Cinta menceritakan semuanya. Tentang dirinya, segalanya, kecuali satu hal "rahasia terbesarnya". Ia juga menceritakan tentang taruhan itu kepada Brian. Mendengar hal itu membuat perasaan Brian tambah kacau. Ia benar-benar tidak mengerti harus bagaimana sekarang. Ia sangat ingin marah. Tapi, bisakah ia marah kepada cinta pertamanya ini?

Brian menggeser tubuhnya, sehingga benar-benar menghadap ke arah Cinta, "Cinta, tatap aku sekarang," Cinta tidak mengindahkan. Terisak, ia menangis saat menjelaskan itu semua. Ia tidak sanggup melihat sinar mata Brian.

"Cinta, lihat mataku sekarang," Brian sedikit membentak, hal itu berhasil membuat tubuh Cinta semakin bergetar. Ia tidak tau harus bagaimana lagi, ia tidak takut, tapi merasa berselah.

Brian merasa geram karena Cinta tidah mengikuti perintahnya. Dengan sigap ia memegang dagu Cita agar menatapnya. Hal itu berhasil, Cinta sempurna menatap Brian. Hati Brian sontak meleleh melihat air mata Cinta yang menggenang di matanya. Ia terenyuh, spontan ia memeluk Cinta dengan erat. Ia sama sekali tidak ingin kehilangan Cinta, sungguh. Ia mencintai Cinta melebihi apapun, termasuk dirinya sendiri.

Memang mungkin terdengar berlebihan, tapi ia bersungguh-sungguh. Ia tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Baru empat hari ia bertemu dengan Cinta. Tapi ia telah belajar banyak dari gadis itu. Termasuk yang ini, belajar sakit hati.

Sekarang Brian mengerti, mengapa setiap cewek yang ia putuskan menangis. Karena yang mereka rasakan seperti ini, menyakitkan ternyata. Ia berjanji dalam hati, ia tidak akan menyakiti hati cewek lagi. Sungguh, karena ia tau, patah hati itu memang menyakitkan.

"Maafkan aku Bri, maafkan akuu.." Cinta terus menangis di dalam pelukan Brian.

"Kamu tidak sepenuhnya salah, Cinta. Tidak sepenuhnya, akulah yang salah karena bersikap terburu-buru padamu. Akulah yang salah karena mencintaimu," Brian mendesah. Ia juga ingin menangis sekarang. Tapi, ia tidak boleh menangis jika ia ingin menenangkan seseorang yang tengah menangis bukan?

Tangis Cinta semakin meledak mendengar hal itu, apa yang telah ia lakukan? Harusnya ia tidak peduli meskipun Arnold menang, harusnya ia tidak pernah memutuskan Brian. Harusnya ia..

How Are You, Hate? (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang