Part 0.8

43 11 0
                                    

Happy reading :*

--___---__-_-

Hidup adalah keadaan yang harus di jalani. Kematian adalah situasi yang harus dihadapi. Setiap orang memiliki presepsi masing-masing untuk hidup. Tapi setiap manusia memiliki presepsi yang sama tentang kematian. Yaitu, berakhir.

Tapi bagaimana bisa, seseorang kembali hidup hanya karna sebuah alasan? Tidak ada yang tau kenapa. Karna itu adalah rahasia kehidupan yang sulit terungkap.

Begitulah nasib sang gadis itu. Ia kembali hidup karna sebuah alasan. Yaitu, kebencian. Ia bisa hidup lagi karna ribuan orang membenci keberadaannya. Tapi, ia juga di sayangi oleh orang-orang yang tak pernah melihat wajahnya. Orang-orang yang bersyukur selamat dari jerat kesengsaraa.

Tidak ada orang yang benar-benar baik di dunia ini. Dan tidak ada pula orang yang benar-benar jahat di kehidupan ini. Semua memiliki bagian-bagiannya masing-masing.

Maka, gadis itu diberikan kesempatan kedua. Ia di selamatkan dari maut oleh “karahia”. Oleh “kebencian”. Gadis itu menyusun lagi kehidupannya yang berantakan. Mengganti namanya menjadi, Dahlia.

Dahlia berkelana kesana kemari. Beruntung baginya, ia sampai di sebuah kota modern yang menjadi penyelamat kehidupannya. Gadis itu memakai lensa kontak untuk salah satu warna matanya. Dahlia memilih warna biru. Ia ingin menghapus jejak kelam dalam hidupnya. Termasuk warna mata.

Bertahun berganti. Dahlia menjadi seorang pengusaha sukses. Ia berhasil mendirikan restoran yang sangat terkenal di kota itu. Semua orang kini memandang takjub ke arahnya. Tak ada lagi tatapan cemooh itu.

Tapi, bertahun tahun Dahlia mendapat pujian. Masih ada satu hal yang kurang pada dirinya. Ia merasa kosong. Entah perasaan apa itu. Ia tidak bisa bilang rindu karena bersalah. Ia tidak sanggup bilang sayang karena rasa khawatir.

Gadis itu sungguh merindukan keluarganya. Rindu bercengkrama, makan bersama, nonton bersama. Oh, sungguh, Dahlia sangat ingin berlari kepelukan ayahnya, berkata bahwa ia sukses menjadi orang yang membanggakan. Dan, dia sangat ingin mengunjungi pusara ibu dan adiknya. Meminta maaf akan kesalahan tak terampuninya.

Tapi, bisakah ia? Berkali-kali gadis itu menaiki mobil pribadinya ke kota itu. Sampai di depan rumahnya. Menatap, mengingat semua kenangan di sana. Tapi, ia tak sanggup masuk ke dalam. Kakinya terlalu bergetar untuk berjalan. Hatinya terlalu berat menanggung rasa bersalah. Hingga, akhirnya ia berbalik, pergi menjauh.

Karena rasa bersalah itu juga, Dahlia takut berkomitmen. Ia khawatir, hidupnya bedasarkan benci, bisakah ia berkomitmen tanpa rasa benci? Entahlah.

Sampai suatu hari, di restorannya, ia bertemu dengan seseorang. Orang yang akan menyadarkannya. Betapa rasa bersalah harus ia hadapi. Seorang perempuan, tengah hamil beberapa minggu.

Dahlia adalah orang yang sulit di dekati oleh siapapun. Tapi, perempuan itu memeluknya ketika Dahlia menangis di taman sendirian. Mengingat betapa bodohnya yang telah ia lakukan pada masa lalu. Dan dalam pelukan perempuan itu, Dahlia merasa hangat.

Akhirnya, Dahlia mulai membuka diri kepada permpuan itu. Berbagi cerita, termasuk masa lalunya yang pahit. Kepada perempuan itu juga Dahlia pertama kali menunjukan bola mata hitamnya. Reaksi perempuan itu tidak menyakitkan. Ia justru tersenyum dan berkata bahwa itu adalah nikmat yang diberikan Tuhan.

Perempuan itu juga berkali menasehati Dahlia tentang melawan rasa bersalah. Memotivasi Dahlia untuk menemui ayah, kakak dan adiknya. Namun, Dahlia berkali juga berkelit, ia tidak mampu melakukannya.

How Are You, Hate? (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang